Kodim Ende Dukung Literasi Sekolah Melalui Komsos Kreatif

0

Ende, Ekorantt.com – Kodim 1602 Ende mendukung gerakan literasi sekolah di Kabupaten Ende. Berbagai langkah dilakukan, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan Komunitas Sosial Kreatif.

Kali ini, Komunitas Sosial Kreatif mengangkat tema tentang rasa cinta tana air, wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara serta menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Kegiatan Komunitas Sosial Kreatif ini ditandai dengan penyelenggaraan beberapa perlombaan tingkat SMA di Kabupaten Ende seperti lomba melukis antar SMA se-Kabupaten Ende, lomba tarik tambang antar SMA dan lomba karya tulis tingkat SMA.   

Dandim 1602 Ende Letkol Inf M. Fuad Suparlin melalui Perwira Seksi Operasi Kapten Inf. J. Khasmir T. Tani menjelaskan, kegiatan Komunitas Sosial Kreatif tingkat Kodim 1602 Ende berusaha mendorong semangat rasa cinta tanah air dan NKRI bagi generasi muda. Disadari generasi muda merupakan tulang punggung bangsa.

Menurutnya, berbagai lomba dilakukan sebagai media untuk mempererat persatuan dan nasionalisme. Terutama melalui literasi, orang muda didorong untuk memberi gagasan dan pandangan tentang mencintai Indonesia dengan utuh.

Khusus untuk lomba lomba karya tulis,  tema yang diangkat yakni “Peran Generasi Muda dalam Kontribusi Positif Mencintai Indonesia”.  Perlombaan ini dikuti 10 peserta dari 10 sekolah yang berlangsung di Markas Kodim 1602 Ende, Selasa (03/08/2019).

Salah satu peserta lomba karya tulis, Antonia Elfiana Pora bangga karena bisa terlibat dalam kegiatan ini. Baginya, ini adalah kesempatan emas dalam mengasah keterampilan menulisnya.

Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Detusoko ini juga menuturkan bahwa kegiatan ini sangat positif dalam membangun rasa nasionalisme dalam diri generasi muda melalui karya tulis.

Ia menyampaikan apresiasi kepada pihak Kodim 1602 Ende yang menyelenggarakan kegiatan ini. Harapannya, kegiatan serupa terus digagas demi mengasah kemampuan peserta didik dalam hal menulis.

Guru pendamping MAS Almutaqin Wolowaru, Abdullah Basir juga menyampaikan apresiasi kepada pihak Kodim 1602 Ende karena mampu menggagas kegiatan lomba karya tulis bagi siswa SMA. Selain meningkatkan rasa nasionalisme, baginya, kegiatan ini juga menggerakkan literasi di sekolah.

Dari lomba karya tulis ini, SMA Katolik Ndao Ende meraih juara 1. Disusul SMA Negeri 1 Detusoko di posisi kedua dan MAS Wolowaru di posisi ketiga.

Taman Seminari St Yoseph Onekore Kantongi Izin Kemenag

0

Ende, Ekorantt.com – Sekolah Taman Seminari St Yosep Onekore mendapatkan izin operasional resmi dari Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Dirjen Bimas Katolik.

Selanjutnya, segala urusan akademik taman seminari ini akan dipertanggungjawabkan kepada Kementerian Agama melalui Kantor Departemen Agama Kabupaten Ende.

Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Ende, Wilhelmus Yohanes Ndoa menjelaskan, pemerintah pusat melalui Kementerian Agama mengapresiasi perjuangan Yayasan Pendidikan Katolik-Ende untuk mendirikan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dengan nama Sekolah Seminari St. Yoseph Onekore.

Menurutnya, kehadiran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yang bernafas spirit katolik ini penting untuk menanamkan nilai-nilai religius dan cinta kasih.

“Pemerintah bertugas memfasilitasi. Gerak dan kehidupan akademik yayasanlah yang berperan. Oleh karena itu lembaga ini harus dikelola dengan baik untuk menanamkan pendidikan karakter bagi anak usia dini,” kata Wilhelmus kepada Ekora NTT di Aula Onekore Ende, Selasa (03/9/2019).

Pastor Paroki Onekore, P. Herman Sina SVD dalam kotbah misa syukur mengatakan, cinta kasih Alah sungguh agung. Betapa tidak, niat tulus membangun Pendidikan Anak Anak Usia dini mendapat dukungan dari pemerintah.

“Sekolah taman anak seminari harus benar-benar menjadi tempat persemaian anak-anak bangsa yang kelak menjadi kader gereja dan tanah air,” kata Pater Herman.

Sementara itu, Pengelola Taman Seminari St Yosep Onekore, Skolastika Tuti Kusdarwati mengungkapkan kegembiraan karena pihaknya telah resmi mendapat izin operasional dari Kementerian Agama.

Ia mengatakan, yang membedakan taman seminari ini dengan PAUD lainnya adalah sistem pengajarannya dimana 40 persennya kegiatan akademik dan 60 persennya kegiatan keagamaan. Sehingga, lanjut Tuti, anak-anak belajar nilai kasih dan religius sejak usia dini.

Menanggapi hal ini, Lurah Onekore, Yomans Hami mengapresiasi hadirnya Pendidikan Anak Usia Dini bernafaskan kekatolikan.

Menurut Hami, Onekore ditetapkan sebagai wilayah kerukunanan dalam Forum Komunikasi Umat Beragama. Itu artinya kehadiran lembaga pendidikan bernafaskan agama ini diharapkan mampu mendorong anak didik untuk memahami nilai pluralisme.

“Yah, prinsipnya kita dukung. Kita pantau dan kita fasilitasi agar lembaga pendidikan anak usia dini ini dapat melahirkan anak-anak Onekore yang menghargai perbedaan dan hidup penuh kasih kelaknya,” tutup Hami.

Rencana Perubahan Nama Dua Kecamatan di Matim Lahirkan Polemik

1

Borong, EKORA NTT – Rencana perubahan nama dua kecamatan di Matim, yaitu dari Kecamatan Poco Ranaka Timur menjadi Kecamatan Lamba Leda Timur dan Kecamatan Poco Ranaka menjadi Kecamatan Lamba Leda memunculkan tanggapan publik.

Salah satu warga Desa Rengkam, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Fransiskus Mohon mengatakan, sebagai masyarakat dirinya meminta penjelasan dari pemerintah kecamatan berkaitan dengan alasan pengubahan nama kedua kecamatan tersebut.

Dikatakan Fransiskus, pergantian nama kedua kecamatan tersebut akan berdampak besar bagi masyarakat Poco Ranaka dan Poco Ranaka Timur secara khusus dalam hal pengurusan administrasi kependudukan dan pemerintahan.

“Rencana itu akan ada dampaknya, misalnya menimbulkan kesulitan bagi masyarakat dalam mengurus administrasi seperti akta kelahiran, KTP, kartu keluarga. Juga dalam hal penggantian data kependudukan”, katanya kepada EKORA NTT, Jumat (06/09/2019).

Sementara itu secara terpisah, Camat Poco Ranaka Timur, Hendrikus Radas, S.E saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan, ada dasar hukum telah mengatur hal-hal mengenai pengubahan nama kecamatan, yaitu  UU NO 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dalam paragraf ke delapan yang khusus berbicara tentang kecamatan. Penyesuaian nama kecamatan juga diatur di pasal 9 ayat 1 huruf F.  

Kata Hendrikus, perubahan nama kecamatan ini berasal dari aspirasi masyarakat karena Kecamatan Poco Ranaka Timur dan Poco Ranaka masih berada sebagai satu kesatuan dengan Lamba Leda secara historis maupun kultural.

“Ini berdasarkan penjaringan aspirasi, masyarakat Poco Ranaka Timur dan Poco Ranaka. Mereka menginginkan perubahan nama dari kedua kecamatan ini”, katanya.

Penjaringan aspirasi tersebut sudah dilakukan melalui musyawarah di tingkat kecamatan pada tanggal 20 Agustus 2019. Forum menyetujui penyesuaian atau perubahan nama kecamatan tersebut

Lebih lanjut katanya, kehadiran Bupati pada saat ritual adat di Lamba Leda dimaksudkan untuk menyaksikan dan menunggu hasil keputusan. Bupati akan terlebih dahulu melakukan konsultasi ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan jika disepakati akan dibuat dalam Peraturan Daerah (Perda).

“Pihak Pemda sudah memikirkan soal pelayanan perubahan administrasi jika perubahan nama kecamatan direalisasikan”, pungkasnya.

Adeputra Moses

Pemda Matim Bangun Panggung Acara di Lehong

0

Borong, Ekorantt.com – Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadakan kegiatan peletakan batu pertama pembangunan panggung acara di ‘natas’ (lapangan) yang berpusat di lingkungan kantor pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur di Lehong. Acara tersebut berlangsung pada Kamis, (5/09/2019).

Kegiatan peletakan batu pertama pembangunan panggung upacara tersebut dihadiri langsung oleh Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas, SH, M.Hum, Ketua DPRD Matim, Yeremias Dupa, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, kontraktor, dan seluruh pimpinan OPD terkait.

Untuk rencana pembangunan panggung acara pada Tahun Anggaran (TA) 2019, dana anggaran pembangunan tahap I  bernilai 1,4 miliar. Sedangkan untuk desain panggung secara keseluruhan, dana anggaran pembangunan tahap II akan dianggarkan pada TA 2020 dengan nilai 1,25 miliar. Konsultan perencana yang mengerjakan bangunan ini adalah CV. Graha Duta Lehong.

Kepala Dinas PUPR Matim, Yoseph Marto mengatakan, banyak kegiatan publik yang dilaksanakan di ruang terbuka dan membutuhkan panggung sebagai tempat utama berlangsungnya acara. Pada pelaksanaan acara-acara publik seperti perayaan HUT Republik Indonesia, pemerintah masih sering disibukkan dengan hal-hal teknis seperti pembuatan terop  dan lain-lain. Pembangunan gedung dan panggung acara ini diharapkan bisa mengatasi kesulitan tersebut.

“Kami akan bangun dua lantai di tahap pembangunan pertama sesuai dengan anggaran yang ada saat ini yaitu 1,4 miliar. Dengan anggaran itu, kami hanya bisa bangun lantai satu.  Kalau lantai satunya selesai, di tahun 2020 kami akan membangun lagi lantai kedua sekaligus dengan atapnya. Kami akan membuat tangga-tangga di keliling bangunan ini, karena pada saat kegiatan festival biasanya banyak sekali orang datang menonton. Di bawah tangga tersebut akan ada ruangan-ruangan. Ruangan-ruangan itu bisa digunakan untuk kegiatan pameran”, jelas Marto.

Marto menjelaskan, sesuai dengan arahan Bupati di lokasi tersebut akan dibangun  Food Center. Di Food Center  tersebut akan didirikan lapak-lapak yang nanti bisa disewakan. Hal tersebut bisa mendatangkan PAD untuk Kabupaten Manggarai Timur.

Selain itu, katanya,  gedung dan panggung acara tersebut bisa digunakan untuk pergelaran-pergelaran budaya dan acara-acara besar lain yang bersifat publik dan terbuka untuk umum. Skema pembiayaan dan penyewaan akan ditentukan oleh Bupati dan DPRD seturut prioritas-prioritas pengembangannya. 

“Nanti kami akan mempresentasikan semua ini ke DPRD, terutama untuk mempertanggungjawabkan  sisi anggarannya. Kami akan tampilkan anggaran secara keseluruhan dari konstruksi besar ini, lalu  kami bagi per tahun anggaran,” ujar Marto.

Marto menjelaskan, akan dibangun sebuah monumen di fasilitas publik tersebut. Monumen ini akan dijadikan sebagai pusat segala aktivitas. Ruangan atau arena yang dibangun akan berpola radial dan terpusat. Semua pintu kantor pada ruangan tersebut akan  berorientasi pada pusatnya, yaitu pada monumen. 

Menurut Marto, desain monumen dan ruangan tersebut akan disesuaikan dengan simbol-simbol dalam rumah adat -Siri Bangkok-  dan budaya Manggarai Timur sebagai rujukan utamanya.

Sementara itu, Bupati Manggarai Timur Agas Andreas SH,M.Hum mengatakan menyambut baik pembangunan gedung dan panggung acara yang berpusat di Lehong tersebut.

Kata Bupati Agas, pembangunan gedung upacara ini bersifat berkelanjutan. Anggaran pembangunannya akan ditetapkan setiap tahun oleh Pemda Kabupaten Manggarai Timur.

Mulia Donan

Wabup Matim Pimpin Rapat Persiapan Pemilihan Kades

0

Borong, Ekorantt – Wakil Bupati Manggarai Timur, Drs. Jaghur Stefanus menggelar rapat koordinasi persiapan pemilihan Kepala Desa Tingkat Kabupaten Manggarai Timur. Kegiatan pemilihan Kepala Desa di Matim akan dilaksanakan secara serentak pada 30 Oktober 2019 mendatang.

Rapat yang berlangsung di ruang rapat lantai dua kantor Bupati itu dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Ir. Boni Hasudungan, para Camat, Kapolsek Borong, Danramil Borong, serta para Babinsa. Rapat berlangsung pada Rabu, (04/09/2019).

Wakil Bupati Manggarai Timur, Jaghur Stefanus dalam rapat tersebut meminta dinas DPMD beserta seluruh komponen untuk memastikan pelaksanaan Pilkades berjalan dengan aman dan tertib.

“Kita harus memastikan agenda Pilkades di 68 desa berjalan dengan aman, tertib dan damai, mulai tahapan persiapan, pelaksanaan hingga pasca Pilkades, sehingga tidak mengganggu aktivitas pembangunan”, ungkapnya.

Berikut persebaran jumlah desa di sembilang kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur yang melakukan Pilkades serentak. Kecamatan Borong 8 Desa, Kecamatan Poco Ranaka 5 Desa, Kecamatan Lamba Leda 15 Desa, Kecamatan Sambi Rampas 4 Desa, Kecamatan Elat 6 Desa, Kecamatan Kota Komba 7 Desa, Kecamatan Rana Mese 9 Desa, Kecamatan Poco Ranaka Timur 4 Des, dan Kecamatan Elar Selatan 10 Desa.

Mulia Donan

190 Mahasiswa Baru STKIP Citra Bakti Ikuti PKKMB

Bajawa, Ekorantt.com – Apel pembukaan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) STKIP Citra Bakti Ngada, Tahun Ajaran 2019/2020 berlangsung di Lapangan Sepak Bola STKIP Citra Bakti, Rabu (04/09/2019). Kegiatan tersebut dihadiri masing-masing koordinator Program Studi serta dosen dan seluruh civitas akademika STKIP Citra Bakti.

Tujuan umum dari kegiatan PKKMB ini juga adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru untuk mempercepat adaptasi mahasiswa baru dengan lingkungan dan proses belajar baru di kampus STKIP Citra Bakti Ngada.

Dalam laporan ketua panitia PKKMB, Yohanes Bayo Ola Tapo, S. Pd., M. Or mengatakan, kegiatan PKKMB bertujuan menyiapkan mahasiswa baru untuk melewati proses transisi menjadi mahasiswa yang dewasa, mandiri, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan juga proses belajar yang baru. Selain itu, PKKMB juga bertujuan memberikan bekal-bekal yang perlu bagi mahasiswa, demi keberhasilan mereka menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 

Dikatakan Yohanes, aktivitas-aktivitas di PKKMB menjadi titik tolak pembentukan dan pembinaan idealisme para mahasiswa, terutama yang berhubungan dengan rasa cinta tanah air dan kepedulian terhadap lingkungan sosial. PKKMB ini diharapkan dapat membangun visi para mahasiswa mengenai karakter intelektual generasi muda yang religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong dan berintegritas.

Visi ini akan berdampak pada terbentuknya masyarakat ilmiah dalam lingkungan kampus, dengan cendekiawan yang memiliki kedalaman ilmu, keluhuran akhlak, dan berdaya saing global sebagai penggeraknya.

Yohanes juga menjelaskan, dalam kegiatan PKKMB ini, para mahasiswa juga diberi penjelasan dan penyadaran mengenai berbagai hal yang dapat menghambat studi mahasiswa. Ini dilakukan sebagai langkah awal untuk mencegah terjadinya cuti, lamanya masa studi yang tidak sesuai dengan ketentuan normal, dan bahkan putus studi atau drop out.

Hal penting lain yang juga dibahas dalam kegiatan PKKMB ini adalah revolusi industri 4.0, penanaman pemahaman tentang globalisasi, dan berbagai proses literasi data, literasi teknologi, literasi kemanusiaan dan kesiapan penguasaan kompetensi yang diperlukan di abad 21.

Dr. Dek Ngurah Laba Laksana, M. Pd dalam amanat upacara mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan wajib untuk semua calon mahasiswa di seluruh Indonesia.

“Pentingnya kegiatan ini akan kalian rasakan di beberapa hari ke depan”, kata Laksana.

Ia juga mengkonfirmasi bahwa selama empat hari kegiatan, peserta akan banyak dibekali materi mulai dari bidang akademik, kemahasiswaan,  kebangsaan, radikalisme, dan narkoba.

Untuk diketahui, peserta PKKMB berjumlah 190 mahasiswa dari enam Program Studi di antaranya, Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR), Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD), Pendidikan Musik, Pendidikan IPA, dan Pendidikan Matematika.

Adeputra Moses

Tanah: Sebuah Mimpi di Timur

0

Selepas makan malam, dengan kondisi sinyal internet yang naik turun, saya mendapat kabar sedih dari Kefamenanu, Timor Tengah Utara, lewat pesan singkat seorang kawan, Samiaji Bintang.

Hari ini (Kamis, 22/8/2019, red), saya tahu, bangunan merah jambu yang saya kunjungi bulan April tahun 2018 harus dirobohkan. Bangunan merah itu adalah Biboki Art Shop milik Mama M Yovita Meta Bastian.

Mama Yovita mendirikan tempat itu untuk menghimpun para penenun di daerahnya, terutama kaum ibu, guna menunjang perekonomian mereka. Serentak melestarikan warisan budaya.

Nama dia sekaligus menjadi judul tulisan saya dalam buku kumpulan reportase “Dari Sergai Ke Kefa” terbitan Terasmitra (2018).

Anda tahu, beberapa waktu lalu, Pengadilan Negeri Kabupaten TTU telah mengabulkan gugatan orang yang mengklaim kepemilikan tanah tempat Biboki Art Shop berdiri. “Perlawanan” Mama Yovita tak menemui juntrung. Dia pun pasrah. Dan hanya menitipkan harapan pada alam semesta meski dengan hati goyah. Dengan keringat atau mungkin juga darah.

Laci memori dalam otak yang menyimpan kenangan selama di Kefa tahun lalu, tiba-tiba terbuka lebar. Saya saksikan kembali bagaimana pagi itu, beberapa anak perempuan menyiapkan tarian penyambutan saat saya tiba di Biboki Art Shop. Padahal, saya hanyalah seorang anak muda yang datang untuk belajar dari kehidupan mereka di situ.

Memang risalah soal tanah tentu tak hanya itu. Hari ini, walau berada di bagian lain di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni di Kabupaten Manggarai Barat, saya saksikan konflik horizontal yang berkaitan dengan tanah senantiasa berkecamuk-berkelindan.

Meskipun sambutan hangat nan manis selalu didapat ketika menjejakkan kaki di wilayah ini, dengan berat hati saya katakan bahwa kisah tentang sengketa hak atas tanah tak pelak bisa menjadi ole-ole yang siap saya bawa pulang.

Saya barangkali berharap, jika pada masa depan waktu dan kesempatan membawa saya kembali ke Nusa Tenggara Timur, tidak ada lagi orang-orang yang bercerita tentang status kepemilikan tanah yang direbut, disengketakan, bahkan diperjualbelikan tidak berdasarkan aturan yang berlaku.

Jujur, saya sering mendengar cerita-cerita tentang proses penegakan hukum dalam masalah sengketa lahan yang cenderung bias, terutama dengan kabar dari Pulau Timor saat ini. Kabar dari Mama Yovita.
.
Mama Yovita pernah berkata kepada saya, “Jika begini terus (dideru kasus sengketa lahan) mungkin benang cerita Tafean Pah akan putus.”

Namun, lewat apa yang didengar hari ini, saya kira benang kehidupan Tafean Pah semakin kuat dalam menghadapi segala hal yang mengancam terputusnya ikatan komunitas ini. Doa terbaik untuk Tafean Pah saya titipkan lewat angin yang berhembus ke timur.

Boleh jadi risalah tentang tanah memang hanya akan timbulkan balada yang terpacak dari satu kampung ke kampung lainnya. Ia bisa menjelma seperti mimpi. Meski pijakannya takkan lekang. Toh di atas tanah, manusia lahir dan mati. Di atas tanah, kehidupan ditabur dan dipertaruhkan.

*Linda Fitria, mahasiswi Antropologi Universitas Gadjah Mada. Peserta Narrative Writing Scholarship 2018.

“Quo Vadis” STFK Ledalero? Simposium Internasional 50 Tahun STFK Ledalero

0

Oleh

Louis Jawa*

Saya merasa sangat berbahagia bisa kembali datang ke almamater STFK Ledalero pada hari-hari menjelang 50 tahun usianya. Saya pernah belajar filsafat pada tahun 2000-2004.

Sebagai agen pastoral di medan pelayanan langsung, saya memburu keynote speaker Stephen Bevans yang berbicara tentang Paus Fransiskus dan Inkulturasi.

Satu kesan kuat yang saya dapatkan dari gagasan teolog Bevans adalah perubahan paradigma keselamatan, yang kini mesti lebih kuat diperjuangkan dalam konteks kehidupan orang-orang beriman. Keselamatan yang sudah harus diperjuangkan dengan mengambil risiko dari semangat kemuridan dan keluar dari zona kemapanan di tengah globasasi ketidakpedulian.

Tanggapan Leo Kleden dan John Mansford Prior juga mempertegas panggilan Gereja di tengah budaya kemapanan dan globalisasi ketidakpedulian itu.

Saya seorang imam diosesan Keuskupan Ruteng. Sehari-hari, saya berkarya sebagai seorang pastor rekan di sebuah paroki dengan seorang pastor paroki. Berada di pesisir pantai utara, kami dihadapkan pada persoalan pertambangan, human trafficking, dan ketidakadilan struktural.

Saya juga bekerja sebagai sekretaris Vikep yang menangani isu-isu orang muda dan ekologi, bergerak bersama OMK dari 17 Paroki untuk memperjuangkan keutuhan ciptaan.

Selain itu, saya dipercayakan sebagai kepala sekolah untuk membangun dan membina sekolah yang berpihak pada mayoritas anak miskin di SMAK St. Gregorius Reo.

Ada dua hal yang sempat saya angkat dalam diskusi hari ini.

Pertama, bagaimana berteologi kontekstual di tengah situasi kehidupan nyata? Bagaimana memadukan keberanian, kecerdasan, dan kekudusan dalam praksis berpastoral? Selama ini, keberanian adalah hal yang tabu di STFK Ledalero, dan di lapangan kita berjumpa dengan kenyataan, kaum berjubah terjebak dalam zona kemapanan.

Kedua, bagaimana kita bisa berpastoral secara efektif, bila merujuk pada pengalaman kuliah 2000-2004, muatan kuliah kitab suci yang minim, dan belum menyentuh hal-hal eksegetis yang mendalam?

Hanya pertanyaan pertama yang dijawab oleh Pater Leo Kleden.

  1. Pada saat dia bertugas sebagai dosen hermeneutika, dia membimbing mahasiswa untuk terampil menghubungkan narasi kitab suci dengan tafsiran kreatif.
  2. Tentang keberanian, kecerdasan dan kekudusan, pertama-tama harus menerapkan prinsip Sapere Aude, karena dengan berani berpikir, berarti cerdas dan bila itu dibangun dengan kesungguhan, maka itulah kekudusan yang harus diperjuangkan terus menerus.

Kesan kuat yang saya alami, diskusi ini menjadi sangat filosofis dan tidak lagi kontekstual. Bagi kami di lapangan, ancaman akibat perjuangan tolak tambang atau menyelamatkan korban human trafficking, bukanlah hal yang mudah.

Bagi kami, berbicara di atas mimbar tentang filsafat tak seindah ketakutan dan kegetiran kami akan masa depan, namun harus kuat dan tegar untuk setiap risiko kemuridan.

Sanggupkah kita mengambil risiko dari kemuridan? STFK pada 50 tahun hendak diarahkan ke mana?

* Pastor Desa, Pendidik, dan Sekretaris Kevikepan Reo

Kasus Dugaan Malpraktik, Manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu Penuhi Panggilan Pemda TTU

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu memenuhi panggilan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terkait kasus dugaan malpraktik yang mengakibatkan bayi Abraham Mariano Moni meninggal dunia.

Bayi Abraham meninggal dunia pada Minggu, 25 Agustus 2019 dalam usia baru seminggu.

Pihak Manajemen Rumah Sakit Leona dipanggil untuk menjelaskan hal ikhwal dugaan malpraktik tersebut kepada tim khusus yang dibentuk Bupati TTU Raymundus Sau Fernandez, S.Pt beberapa waktu lalu.

Penjabat Sekda TTU Fransiskus Tilis saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (4/9/2019) mengaku sudah melakukan pertemuan dengan pihak Manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu terkait kasus tersebut.

Pertemuan dihadiri oleh Direktur Rumah Sakit Leona Kefamenanu dr. Rizki Anugerah Dewati dan dua orang staf, Direktur RSUD TTU dr. Agutina Tanusaputra, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten TTU dr. Nining, dan dr. Putu selaku dokter spesialis anak.

Fransiskus menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, pihaknya mendapat penjelasan bahwa bayi Abraham dilahirkan melalui operasi caesar pada Minggu, 18 Agustus 2019.

Pasca dilahirkan bayi dari Tonci Pius Albertus Moni tersebut mengalami kekurangan albumin.

Albumin Bayi Abraham hanya 2,2 sehingga harus dilakukan penanganan intensif.

“Dokter yang menangani itu kebetulan dokter umum. Bagaimana sehingga bayi itu bisa ditangani, maka mereka lakukan konsultasi ke dokter ahli anak dari Rumah Sakit Leona yang berada di Kupang. Dia diberi petunjuk dan kemudian melakukan beberapa tindakan medis terhadap anak itu,” jelasnya.

Fransiskus menambahkan, pasien sempat dirawat inap hingga akhirnya diperbolehkan kembali ke rumah pada Rabu, 21 Agustus 2019.

Sampai di rumah, tangan Bayi Abraham membengkak. Ia juga menderita demam tinggi.

Orang tua bayi tersebut kemudian membawanya ke Rumah Sakit Leona Kefamenanu pada Jumat, 23 Agustus 2019.

Namun, sayangnya, saat tiba di Rumah Sakit Leona Kefamenanu, dokter yang menangani bayi tersebut sedang mengikuti kegiatan di lantai atas rumah sakit.

Akibatnya, bayi Abraham tidak bisa segera mendapatkan perawatan medis.

“Dari pihak Rumah Sakit Leona sempat sarankan untuk dokter lain yang tangani. Tapi, dari orang tua tidak mau dan maunya dokter yang waktu awal menangani. Tapi, karena menunggu terlalu lama, akhirnya mereka kembali dan langsung ke rumah sakit umum,” ujarnya.

Menurut Fransiskus, pasien mulai mendapatkan penanganan intensif dari dokter spesialis anak di RSUD Kefamenanu pada Sabtu, 24 Agustus 2019.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui terdapat infeksi pada luka.

Luka tersebut merupakan bekas suntikan jarum infus.

Dokter di RSUD Kefamenanu berupaya merawat dan memberikan pelayanan medis atas persetujuan orang tua.

“Tapi, yah, Tuhan berkehendak lain. Tanggal 25 Agustus, anak itu meninggal dunia,” tuturnya.

Lebih jauh, Fransiskus menuturkan, dokter yang menangani bayi itu diketahui bukan merupakan dokter pemerintah.

Dengan demikian, pihaknya tidak bisa melakukan tindakan selanjutnya.

Namun, ia menegaskan, kasus tersebut mengakibatkan korban jiwa.

Oleh sebab itu, pemerintah melimpahkan penanganan kasus itu ke pihak kepolisian.

“Untuk penanganan kasus ini baik itu pidana maupun perdata, kita limpahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian,” tegasnya. (Santos)

Harta Karun Toko Agung Maumere Di-akumulasi dari Keringat Antonius

0

Seorang sopir tua bernama Antonius Yoseph Jogo menggugat Baba Amung.

Baba Amung adalah pemilik Toko Agung yang beralamat di Jalan Don Thomas Nomor 1, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.

Antonius menggugat Baba Amung lantaran tidak membayarnya uang pesangon kerja [Uang Penggantian Hak (UPH), Red] paska dirinya mengundurkan diri pada Januari 2019 lalu.

Antonius sendiri sudah bekerja sebagai sopir di Toko Agung selama 13 tahun 5 bulan.

Ia bekerja di sana mulai dari tahun 2005 hingga Mei 2019.

Antonius bersama Kuasa Hukum-nya Laurentius Weling, S.H. sudah melaporkan kasus ini ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Mereka juga sudah menyurati Presiden Jokowi di Jakarta dengan tembusan surat kepada Gubernur NTT di Kupang, Kadis Nakertrans Provinsi NTT di Kupang, Bupati Sikka di Maumere, dan Kadis Nakertrans Kabupaten Sikka di Maumere.

Namun, hingga detik ini, laporan dan surat itu tidak ditanggapi.

Bagaimana kasus ini dinilai?

Sekurang-kurangnya terdapat dua perspektif melihat kasus ini.

Pertama, dari perspektif politik dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut perspektif ini, di samping berhak mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak (Upah Minimum Provinsi/UMP, Red), Antonius berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sukarela, antara lain dengan cara mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai sopir di Toko Agung milik Baba Amung.

Babu Amung ber-kewajiban memenuhi hak Antonius.

Sementara itu, Negara, dalam hal ini Dinas Nakertrans, Bupati, Gubernur, Menteri, dan Presiden bertugas menciptakan kondisi-kondisi sosial politik sedemikian rupa sehingga hak asasi Antonius dipenuhi (be fulfilled), dilindungi (be protected), dan dihargai (be respected).

Selanjutnya, politik dan HAM di atas kemudian diterjemahkan atau dikonkretisasi ke dalam hukum positif di Indonesia.

Menurut Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU 13/2003, (1) pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).

(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat, pertama, mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri, kedua, tidak terikat dalam ikatan dinas dan ketiga, tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Ada pun Pasal 156 Ayat (4) berbunyi: “Uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pertama, cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, kedua, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja, ketiga, penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) bagi yang memenuhi syarat, dan keempat, hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sementara itu, Pasal 156 Ayat (1) berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.”

Berdasarkan aturan hukum di atas, kita bertanya, apakah Antonius sudah memenuhi tiga (3) syarat pengunduran diri untuk bisa mendapatkan UPH dan/atau uang pisah? Apakah Toko Agung membuat perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama?

Jika pertanyaan-pertanyaan di atas di-afirmasi, maka Antonius BERHAK mendapatkan UPH dan uang pisah.

Sebaliknya, jika pertanyaan-pertanyaan di atas di-negasi, maka kita masuk ke dalam perspektif kedua untuk menilai kasus ini.

Jika perspektif pertama berasal dari tradisi liberalisme, maka perspektif kedua menimba inspirasi dari tradisi sosialisme.

Kaum sosialistis sangat menekankan perbedaan atau diferensiasi kelas sosial di tengah masyarakat.

Misalnya, dalam masyarakat Industri di Inggris semasa Marx (sekitar akhir abad ke-XVIII), terdapat pertentangan kelas antara kapitalis dan proletar.

Kapitalis adalah pemilik alat-alat produksi, sedangkan proletar tidak punya alat produksi.

Kaum proletar harus menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis untuk mendapatkan upah.

Profit kapitalis diperoleh dengan cara menghisap nilai lebih dari tenaga kerja proletar.

Dalam kasus Antonius, sang pemilik alat produksi atau kapitalis adalah Baba Amung, sedangkan si proletar adalah Antonius.

Untuk bisa bertahan hidup, Antonius jual tenaga kerjanya dengan menjadi sopir di Toko Agung.

Antonius lantas mendapat upah atas jasa tenaga kerjanya itu.

Akan tetapi, Toko Agung didirikan untuk mendulang laba atau profit.

Profit Toko Agung diperoleh dari selisih antara pendapatan kotor dan biaya produksi.

Upah Antonius termasuk ke dalam item biaya produksi.

Semakin upah Antonius ditekan serendah mungkin, semakin besar pendapatan kotor dan laba bersih Toko Agung.

Dengan perkataan lain, Toko Agung meraup profit dengan menghisap nilai lebih dari tenaga Antonius.

Nilai lebih dihitung dari selisih antara jumlah tenaga kerja yang dikeluarkan Antonius dan upah yang diterimanya.

Sepanjang 2005 – 2018, dia di-upah Rp840 Ribu per/bulan. Tidak sampai setengah dari UMP NTT 2019 sebesar Rp1.795.000,00.

Dia bekerja mengangkut muatan dari gedung ke toko, gedung ke pelabuhan, dan kontainer kosong ke pelabuhan setiap hari.

Nilai lebih di atas, yakni selisih antara upah sesungguhnya yang mesti diterima Antonius berdasarkan jumlah jam kerja dalam sehari (8 jam sehari) dan upah riil yang diterimanya, kemudian di-akumulasi, di-konsentrasi, dan di-sentralisasi menjadi harta karun Toko Agung.

Akumulasi kekayaan Toko Agung terjadi melalui praktik perampasan (accumulation by dispossession) nilai lebih Antonius.

Dengan corak relasi produksi seperti ini, maka wajar jika Toko Agung menjadi semakin kaya dan Antonius menjadi semakin miskin.

Menurut perspektif sosialistis, keadilan digapai manakala setiap orang sanggup memenuhi kebutuhannya.

Prinsip mereka yang terkenal dari Karl Marx adalah “from each according to his ability, to each according to his needs” atau “dari setiap orang menurut kemampuannya, kepada setiap orang menurut kebutuhannya” (K. Bertens, 2000, p. 99).

Apakah Antonius sudah diperlakukan adil “sesuai kemampuan dan kebutuhannya”?