Hari Mendengarkan, Stef Sumandi Sebut Itu Bukan Hal Baru

0

Maumere, Ekorantt.com – Anggota DPRD Sikka fraksi PDI Perjuangan, Stef Sumandi berpendapat, dari perspektif praktik demokrasi, Program Hari Mendengarkan bukanlah hal baru bagi Kabupaten Sikka.

Sebab, aspirasi rakyat bisa disampaikan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), media massa, media sosial, demonstrasi, Rapat Dengar Pendapat, dan berbagai mekanisme baku lainnya.

“Hemat saya, hal yang baru pada saat ini hanya ruang dan waktu yang diberikan kepada rakyat dengan mimbar bebas, tetapi substansinya tetap sama,” kata Stef

“Hal baru yang berikut adalah pemerintah ingin memotong mata rantai prosedural birokrasi dengan mendengarkan langsung aspirasi rakyat melalui mimbar bebas,” imbuhnya.

Stef mengaku, ia belum tahu tata cara dan mekanisme pelaksanaan Program Hari Mendengarkan.

Akan tetapi, ia menyarankan, pemerintah perlu atur mekanisme dengan hati-hati agar mencegah upaya saling menghakimi antara warga dan pemerintah.

“Bila itu terjadi, maka mungkin saja terjadi konflik. Sebab, belum tentu semua unsur pemerintah daerah memiliki kesamaan persepsi dan mau menerima kritikan,” katanya.

Stef mengharapkan, Program Hari Mendengarkan bisa meningkatkan kualitas demokrasi, terutama kualitas pelayanan publik di Kabupaten Sikka.

Menurutnya, paradigma yang mesti dibangun saat ini bukanlah pendekatan pelayanan, melainkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

“Sebab, kita telah berada pada satu dunia yang sangat mudah akses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat,” papar Stef.

“Kemudahan itu terkait tersedianya ruang terbuka untuk komunikasi antara pemerintah dan masyarakat melalui berbagai mekanisme yang saya sajikan terdahulu,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Sikka dari Partai Demokrat, Henny Doing tidak banyak berkomentar perihal Program Hari Mendengarkan Bupati Sikka.

Menurutnya, jika program tersebut dicanangkan untuk kemajuan Sikka, maka boleh dijalankan.

“Kalau itu untuk kemajuan Sikka ke depan ya tidak apa-apa,” katanya.

Saat ditanya Ekora NTT, apa catatan kritis anda sebagai Anggota DPRD Sikka? Henny menjawab, “untuk sementara no comment. Kita lihat dulu bagaimana nantinya.”

Tiap Tanggal 17, Masyarakat Bisa Kritik Pemerintah

0

Maumere, Ekorantt.com – Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo mencanangkan Program Hari Mendengarkan atau Hearing Day pada tanggal 17 setiap bulan.

Setiap tanggal 17, pemerintah akan mendengarkan aspirasi warga dan warga akan mengucapkan impian politiknya.

Tujuan program itu adalah memberi ruang dan waktu kepada semua warga Kabupaten Sikka untuk pertama, menyampaikan usul, saran, dan kritik tentang proses pembangunan di Kabupaten Sikka.

Kedua, menyampaikan persoalan publik apa saja yang sedang dihadapi agar segera dicarikan solusi oleh pemerintah. Secara teknis, Program Hari Mendengarkan akan dibuat usai apel kesadaran.

Siapa saja boleh menggunakan mimbar Pembina Upacara untuk menyampaikan dua hal di atas.

“Mulai bulan Februari 2019, pada setiap tanggal 17 dalam bulan, Bupati dan Wakil Bupati bersama semua pimpinan OPD menyiapkan waktu khusus untuk mendengarkan masyarakat,” tulis Kabag Humas dan Protokol Setda Sikka, Even Edomeko, Kamis (14/2) dalam rilisnya di laman Humas Setda Sikka.

Menurut Even, pada bulan Februari 2019, acara itu dilaksanakan pada hari Senin, 18 Februari 2019 karena tanggal 17 Februari 2019 jatuh pada hari Minggu.

Ajakan untuk berbicara bebas di Hari Mendengarkan ini, demikian Even Edomeko, tidak berarti bahwa selain tanggal 17 pemerintah tidak mendengarkan.

“Tentu saja di luar tanggal 17 itu Pemerintah selalu membuka diri untuk menerima siapa saja warga masyarakat dan mendengarkan mereka. Namun khusus di tanggal 17 itu, tidak saja Bupati dan Wakil Bupati, namun juga semua pimpinan OPD diajak untuk bersama-sama mendengarkan,” tandas Even.

“Jika ada soal yang harus ditangani segera, maka Bupati dan Wakil Bupati akan langsung memerintahkan kepala OPD bersangkutan untuk menyelesaikannya secepat-cepatnya,” imbuhnya.

Even menambahkan, siapa saja yang ingin menggunakan kesempatan itu, terlebih dahulu harus menyampaikan pada pihaknya baik secara lisan maupun melalui akun resmi milik pemerintah Kabupaten Sikka.

Seminggu Sekali

Kepala Ombdusman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton saat dimintai tanggapannya, Sabtu (16/2) mengatakan, Hari Mendengarkan adalah program yang bagus.

Program ini bisa menjadi sarana bupati mendengarkan aspirasi warga sebagaimana dilakukan Ahok di Jakarta dan para bupati lainnya di Jawa. Ahok menemui warga setiap pagi sebelum jam kantor.

“Namanya bisa macam-macam seperti selamat pagi bupati atau bupati mendengar dan lain-lain. Intinya adalah bupati mendengarkan keluhan warga,” katanya.

Akan tetapi, Darius menyarankan, Program Hari Mendengarkan dilakukan seminggu sekali. Pertemuan bupati dan warga sebulan sekali setiap tanggal 17 itu dinilai terlalu lama.

Pertemuan sebaiknya tidak dilakukan di ruang terbuka. Bagian organisasi tata laksana Setda Sikka merancang mekanisme penyampaian keluhan warga dengan menyiapkan ruang atau unit khusus di kantor bupati.

Program itu dikelola oleh penjabat pengelola pengaduan yang ditunjuk secara khusus.

“Sebaiknya menjadi seminggu sekali dan jangan di ruang terbuka. Siapkan ruang khusus dan penjabat pengelola pengaduan, lengkap dengan nomor ponsel bupati dan sebarkan atau launching ke publik agar diketahui semua warga,” katanya.

Darius mengharapkan, warga Kabupaten Sikka memanfaatkan hearing day untuk menyampaikan keluhan tentang pelayanan publik.

Saya Jual, Anda Tidak Beli

Maumere, Ekorantt.com – Bulan Januari telah berlalu dan waktu akhirnya beranjak menuju Februari. Biasanya, pada awal bulan baru, orang-orang akan mulai memacakkan target hidup yang hendak dicapai sembari menjulangkan segumpal harapan lewat beragam cara.

Berdoa sendirian di kamar, menulis buku harian ataupun memosting status pada varian media sosial. Meskipun, kita tahu, geliat ini tak sama hebohnya seperti ketika orang menyambut tahun baru atau merayakan ulang tahun kelahiran.

Barangkali juga orang-orang akan mengawali hari pertama dalam bulan dengan aktivitas berkesan. Bisa saja sebagai bentuk pembangkit inspirasi atau penanda memori supaya dapat dikenang kelak.

Tapi ada juga yang tak mau berlebihan mengkultuskan waktu dan membiarkan setiap momen mengalir begitu saja dengan sendirinya.

1 Februari 2019. Saya duduk di salah satu kedai di sekitaran Jalan Kimang Buleng, Kota Uneng, Maumere. Desain kedai ini sederhana dan terbuat dari bambu yang kemudian dicat.

Saya memesan segelas kopi hitam lalu duduk lesehan di bagian belakang tempat tersebut.

Tujuan saya, selain mencecap kopi, adalah lanjut mengetik sebuah berita perekonomian yang saya liput beberapa waktu lalu.

Tentu, duduk bersendiri di tempat yang nyaman memang hadirkan suasana batin dan inspirasi tersendiri. Apalagi suasananya  tidak terlalu ramai.

Di area lesehan itu, duduk juga dua orang lelaki dewasa. Bila saya memesan kopi, mereka memesan makanan. Kalau tidak salah, ayam lalapan. Saya tak terlalu memerhatikan mereka berdua. Saya sibuk tunduk mengutak-atik laptop.

Ketika saya lagi asyik mengetik sambil menyeruput kopi, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sebuah suara. Agak serak dan sedikit dipaksakan. “Jual buah…Om, beli pepaya. Ini ada salak.”

Awalnya, saya tak terlalu menghiraukan. Namun, denyar suara itu makin besar dan sepertinya mendekat ke tempat lesehan.

Saya mengangkat muka dan melihat sesosok perempuan tua sedang menggendong sebakul buah-buahan. Dia mengenakan sarung motif Sikka dan tampak sedang menjajakan jualannya.

Dekat dua lekaki di hadapan saya. “Om, beli buah. Pilih sendiri,” tawarnya. Orang yang ditawari belum merespons. Dan dia tak mau beranjak.

“Mama, jangan ganggu orang lagi makan,” salah seorang lelaki menyahut. Tapi nada sahutan itu lebih menyerupai sebuah penolakan. Tetap penjual itu masih mematung di situ.

Agak lama dia berdiri, barangkali merapalkan harapan agar jualannya dilirik, dan tiba-tiba lelaki lainnya memberikan respons. Dia mengeluarkan dompetnya, mengambil uang dan memberikan kepada si penjual.

Tanpa mengambil apa-apa dari keranjang jajakan. Setelah itu, ibu tersebut pergi dan mereka kembali makan.

Ketika catatan ini ditulis, saya sebetulnya dirundung penyesalan karena pada waktu itu, saya hanya menjadi figur pengamat dan tidak berinteraksi sama sekali dengan perempuan tersebut.

Barangkali karena saya tidak ditawarkan buah jualan sehingga saya pun enggan untuk memanggilnya lantas melibatkan diri dalam aksi jual-beli.

Boleh jadi juga ibu itu melihat saya yang kepalang serius dengan laptop sehingga dia pun tak mau mengganggu. Jarak pandang kami juga sedikit berjauhan.

Ada dua hal yang dapat dijelaskan dari peristiwa pada hari pertama di bulan Februari tersebut. Pertama, di kedai tersebut, interaksi yang terjadi antara kedua lelaki dan ibu penjualadalah sebentuk rasa iba bahwa ada orang berpenampilan sederhana dan dia (harus) diberi uang.

Dan tak ada aktivitas perdagangan di situ. Boleh jadi, dia beri uang agar ibu itu segera pergi dan tak menggangu ritual makan ayam lalapan. Mereka tak mau kenikmatan itu terpenggal-penggal.

Kedua, apa yang saya alami merupakan model dari manusia yang merasa gengsi untuk bantu orang di tempat-tempat umum. Takut dibilang sok baik, ataupun sok keren-kerenan jadi penyelamat bagi sesama umat manusia.

Selain itu, posisi saya dan ibu tersebut juga menampilkan adanya jarak kelas sosial. Dia mungkin melihat saya sebagai bagian dari masyarakat kelas menengah yang sibuk (dengan  laptop) dan enggan diganggu.

Makanya, ketika saya bertanya dalam hati “Mengapa ibu itu tak mau datang mendekati saya?”, dia barangkali akan memberikan jawaban begini, “Sama saja. Saya datang jual, tapi Anda tidak akan beli. Anda mungkin hanya akan kasih saya uang dan minta saya segera pergi.”

Wabup Flotim: Kantor DPRD Tetap Dibangun di Waibalun

1

Maumere, Ekorantt.com – Meski ditolak sebagian besar kalangan, Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli menegaskan rencana pembangunan kantor DPRD Flotim tetap akan dilaksanakan mulai tahun 2019.

Lokasi pembangunannya pun tetap sesuai rencana awal yakni di Waibalun.

Menurutnya, rencana ini akan dilanjutkan karena Pemerintah Kabupaten Flores Timur berpegang teguh pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Ia beranggapan, proses pembangunan itu sudah memenuhi  unsur konstruksi, yuridis, dan sosiologis.

Di samping itu, lanjutnya, kantor DPRD yang sekarang sudah berumur 60 tahun karena itu tidak bisa direhab tetapi mesti dibangun baru mengingat penyusutan bangunan yang sudah lebih dari 100 persen.

“Pembangunan itu mesti continue, mesti suistainable, berkelanjutan. Kita harus lanjutkan karena pondasinya sudah dibangun sejak tahun 2016, pondasi perencanaan penganggaran,” tegasnya usai menghadiri acara temu kader Partai Gerindra bersama Wapres Sandiaga Uno di Gedung Sikka Convention Center (SCC), Senin (25/2).

Dikatakan Politisi Partai Gerindra ini, pembangunan kantor DPRD Flotim memakai sistem multi years yang dimulai dari tahun 2018 hingga tahun 2020.

“Anggaran yang kita siapkan Rp.34 Milyar lebih. Kenapa kita pakai sistem multi years, ya karena kita juga melihat kondisi keuangan daerah kita supaya tidak mengganggu pembangunan di sektor lain seperti jalan, air, listrik, perumahan, pendidikan, dan kesehatan,” imbuhnya.

Wabup Agustinus mengatakan, proses tender sudah terjadi sejak tahun 2018 dan sudah ada pemenangnya. Kini tinggal menunggu proses pengerjaannya.

Terkait lokasi pembangunan di Waibalun, Wabup Agustinus beralasan, satu-satunya aset pemda Flotim yang siap saat ini hanyalah di Waibalun. Di sana, pemda punya lahan yang berfungsi untuk dibangun fasilitas umum.

“Di bawah naungan nomenklatur itu, perkantoran bisa dibangun,” tandasnya.

Sementara itu, perihal Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dipermasalahkan sebagian besar kalangan, Wabup Agustinus mengatakan, perda tersebut bersifat fleksibel karena disusun berdasarkan tinjauan sosiologis, filosofis, dan yuridis.

“Perda itu saya yang susun waktu sebagai ketua badan legislasi. Dimana-mana regulasi tentang tata ruang itu bisa dilakukan penyesuaian kecuali ruang budi daya dan hutan lindung,” tutupnya.

Anggota DPRD: Proyek Pokir di Detuara Belum Dikerjakan Tapi Sudah di-PHO

0

Maumere, Ekorantt.comAnggota DPRD Sikka, Beatus Wilfridus Jogo yang dikonfirmasi Ekora NTT, Sabtu (26/1) memiliki pendapat yang berbeda dengan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sikka, Frans Metsen.

Politisi Partai Gerindra yang akrab disapa Datus ini mengaku, hingga saat ini proyek rabat yang berlokasi di Kampung Detuara belum dikerjakan sama sekali.

Kontraktor hanya mengangkut material dan peralatan kerja saja. Baginya, salah kalau pihak PUPR Sikka mengatakan pekerjaan untuk rabat di Detuara sudah dikerjakan sepanjang 75 meter.

Datus bahkan merasa heran mengapa proyek tersebut sudah dikatakan selesai oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditandai dengan proses Provisional Hand Over (PHO).

“Proyek ini pakai lelang jadi kami tidak tahu-menahu soal siapa yang menang dan kerjakan. Saya kurang mengerti bagaimana pekerjaan itu belum diselesaikan tapi PPK sudah PHO,” ungkap Datus.

Datus menegaskan, yang mengetahui jelas persoalan ini adalah PPK karena PPK-lah yang melihat dan menghitung persentase kerja proyek tersebut guna proses pembayaran.

Lebih lanjut, Datus menduga kontraktor yang mengerjakan proyek itu tidak memenuhi kualifikasi sehingga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan.

Menurut info yang diperolehnya, kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena tidak mampu membayar upah tukang.

“Saya dapat info dari masyarakat kalau kontraktor tawar harga tukang terlalu rendah sehingga tukang tidak mau kerja. Sekarang kita lihat saja, material dan alat kerja sudah di lokasi kerja tapi tidak ada yang mau kerja. Makanya sampai sekarang mubazir,” ungkap Datus.

Proyek Pokir DPRD di Desa Nirang Kliung Mubazir

0

Maumere, Ekorantt.com – Proyek Pokir anggota DPRD Sikka di Nirang Kliung terlihat mubazir. Proyek tersebut merupakan usulan atau pokok-pokok pikiran (Pokir) politisi PDI Perjuangan Donatus David dan politisi Partai Gerindra Beatus W. Djogo.

Proyek itu berupa pengerjaan rabat jalan di ruas Jalan Napungkugu-Detuara tepatnya di RT03/RW 02 Kampung Detuara, Desa Nirang Kliung, Kecamatan Nita.

Proyek dengan pagu anggaran sebesar Rp.400 juta ini dikerjakan sejak tahun 2017. Namun hingga saat ini proyek tersebut tak kunjung diselesaikan kontraktor pelaksana.

Pantauan Ekora NTT beberapa waktu lalu di Detuara, tampak tumpukan ratusan sak semen sudah membatu. Kerikilpun sudah tertimbun tanah. Beberapa material lainnya hanyut terbawa banjir.

Di ujung selatan Kampung Detuara, dua buah molen dan gerobak tampak tak terurus. Satu buah fiber air volume 110 liter sudah rusak akibat hujan dan panas selama tahun 2017 hingga tahun 2019 ini.

Ekora NTT menyambangi seorang bapak yang masih muda, tetapi sudah berkeluarga. Namanya Sebastianus Sintu. Sebastianus sudah punya dua orang anak. Ia baru saja pulang mengeret kuda dan kambing dari kebun.

Saat Ekora NTT bertanya tentang rabat jalan yang mubazir itu, Sintu, demikian dia biasa disapa, mengatakan, seingatnya, pernah dibuat seremoni adat sehubungan dengan pengerjaan proyek rabat jalan pada Desember 2017 itu.

“Seingat saya, waktu itu sudah dibuat seremoni adat dan kontraktor CV. Sinde langsung drop bahan semen 150 sak. Tapi, kemudian mereka angkut kembali ke Maumere 50 sak, 2 buah molen, 2 buah gerobak, 1 buah fiber air dengan volume 110 liter, pasir, dan batu kerikil. Hanya itu saja hilang sampai sekarang pak wartawan datang tanya ini,”tutur Sintu seraya pamit bergegas pulang karena hari sudah sore.

Terpisah, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sikka, Frans Metsen ketika ditemui Ekora NTT di ruang kerjanya, Rabu (23/1) membenarkan adanya proyek Pokir dua anggota DPRD Sikka di sana.

Menurutnya, proyek tersebut menggunakan sistem tender dan dimenangkan oleh CV. Sinde.

Usai memberikan pernyataan itu, Metsen langsung menelepon konsultan proyek yang bernama Taufik. Dari ujung telepon, Taufik menjelaskan, di ruas Jalan Napung Kugu-Detuara, terdapat dua titik rabat jalan.

Rabat jalan titik pertama terletak di Kampung Watu Wulang sepanjang 400 meter, sedangkan rabat jalan titik kedua terletak di Detuara sepanjang 100 meter. Rabat jalan di Watu Wulang sudah selesai dikerjakan, sedangkan rabat jalan di Detuara baru dikerjakan 75 meter dan sisa 25 meter jalan belum dikerjakan.

“Pak Wartawan sendiri dengar penjelasan dari konsultan tadi. Dan kami akan pastikan apabila cuaca sudah baik, kami wajibkan kontraktor harus selesaikan,” tegas Mensen.

Direktur CV. Sinde, Loly yang dihubungi berulangkali oleh Kepala Bidang Cipta Karya, Metsen melalui  dua nomor telepon selulernya tidak menjawab karena dua nomor telepon itu tidak aktif.

Metsen pun memberikan nomor milik Loly kepada Ekora NTT agar dapat menghubunginya secara langsung.

“Pak Wartawan tolong catat nomornya dan silahkan hubungi dia,”pinta Metsen.

Hingga berita ini dimuat, Ekora NTT sudah berusaha menghubungi Loly berulang kali,tetapi selalu gagal. Hanya jawaban “nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan”yang terdengar.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sikka, Tommy Lameng ketika dikonfirmasi Ekora NTT menjelaskan, semua kontraktor yang bermasalah akan diberi sanksi.

Sehubungan dengan kasus yang terjadi di Desa Nirang Kliung, Lameng menjelaskan, CV. Sinde akan dikenakan denda. Namun sebelumnya CV. Sinde wajib menyelesaikan pekerjaan yang tersisa.

“Kalau dia bandel, maka akan dikenakan penalti alias blacklist,” tandas Lameng.

Du’a-Du’a di Sikka Pilih Nomor Dua

0

Maumere, Ekorantt.com – Du’a-du’a (emak-emak) di Kabupaten Sikka menyambut hangat kedatangan cawapres nomor urut 02, Sandiaga Salahudin Uno di Rumah Djoeang Prabowo-Sandi, Senin (25/2).

Du’a-du’a yang terdiri dari ibu rumah tangga ini terlihat antusias ketika Sandiaga tiba. Mereka terus meneriakan yel-yel kemenangan.

Pada kesempatan itu, Sandiaga langsung berdialog dengan du’a-du’a yang tergabung dalam beberapa kelompok UMKM binaan Rumah Aspirasi Pius Lustrilanang.

Mereka memastikan akan mendukung Prabowo-Sandi sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

“Kami du’a-du’a di Sikka pilih nomor dua,” teriak mereka ramai-ramai.

Dalam dialog yang berlangsung selama 30 menit itu, Sandiaga mengungkapkan, 2/3 ekonomi dipegang oleh ibu rumah tangga. Karena itu, semua ibu rumah tangga di Indonesia harus diberdayakan.

“Kami fokus pada upaya kemandirian bangsa, Indonesia harus berdikari. Du’a-du’a di sini akan kita jadikan sebagai lokomotif perekonomian. Lewat sektor UMKM kita akan berdayakan,” tegas Sandi.

Du’a Fransiska, warga kelurahan Nangalimang, Kecamatan Alok, meminta Sandiaga bisa memperhatikan para petani di Kabupaten Sikka. Pasalnya bantuan yang diberikan tidak tepat sasar.

Menurutnya, bantuan yang diberikan berupa traktor tersebut tidak efisien karena lahan pertanian mereka berada di lereng dengan kontur layaknya atap rumah.

“Jalan sudah licin bagus tapi traktor itu yang tidak bisa kami gunakan karena bisa saja traktor terguling ke bawah. Sekarang bantuan itu sudah jadi karatan karena tidak digunakan,” imbuhnya.

Usai dari Rumah Djoeang Prabowo-Sandi, rombongan Sandiaga Uno menuju ke Lepo Bispu untuk bersilaturahmi dengan Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Sedu, Pr.

Kata Mereka tentang Pengajuan Hak Interpelasi DPRD Sikka

0

Maumere, Ekorantt.com – Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton yang dihubungi Ekora NTT, Kamis (14/2) mengatakan, hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Berdasarkan undang-undang ini, hanya isu nomor 1 yang penuhi kriteria. Dua isu lainnya tidak penuhi kriteria karena hanya berdampak pada penghasilan anggota DPRD Sikka dan tidak berdampak bagi masyarakat luas.

“Dengan demikian, hemat saya, karena itu adalah hak DPRD, maka silahkan saja DPRD menggunakan hak itu dan pemerintah punya kewajiban untuk memberi informasi yang diminta,” terang Darius.

“Untuk isu nomor 1 mungkin bisa memenuhi kriteria interpelasi, tetapi untuk nomor 2 dan nomor 3 perlu dilihat lagi karena itu hanya berdampak ke penghasilan DPRD, bukan berdampak ke masyarakat,” timpalnya.

Darius berharap, hak interpelasi sungguh dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Hak interpelasi tidak boleh diobral untuk hal-hal sepele yang mestinya bisa diselesaikan dengan komunikasi yang intens antara bupati dan DPRD.

Sehubungan dengan penilaian publik bahwa interpelasi dilakukan bukan atas dasar argumen, tetapi sentimen seperti rasa sakit hati, malu, dan tidak nyaman, Darius mengatakan, “Nah, itu alasan yang tidak tepat dan tidak perlu. Sakit hati bukan alasan interpelasi menurut Undang-Undang tentang MD3,” katanya.

Esensi Demokrasi

Dosen Filsafat Politik STFK Ledalero, Pater Otto Gusti Nd. Madung yang dimintai tanggapannya, Kamis (14/2) menanggapi poin ketiga interpelasi, yaitu berbagai pernyataan kontroversial dan vulgar Bupati Sikka di media massa.

Menurutnya, esensi demokrasi adalah kontroversi atau konflik. Sebab, dalam tatanan demokratis, setiap pandangan dan kepentingan diberi ruang artikulasi.

Pandangan dan kepentingan itu tentu selalu plural. Akibatnya, kontroversi tak terhindarkan.

“Tapi, dalam politik perlu ada pengambilan keputusan. Dan proses itu sering didahului perdebatan yang melibatkan publik atau rakyat,” katanya.

Menurut Pater Otto, perdebatan atau kontroversi adalah jalan yang biasa dalam demokrasi untuk mencari kebenaran atau keputusan politis yang benar. Jadi, jika pernyataan bupati dinilai kontroversial, itu pratanda baik bagi demokrasi.

“Saya justru heran jika ada anggota DPRD yang melihat kontroversi sebagai hal yang negatif dan meminta bupati untuk menjaga keharmonisan relasi. Pertanyaannya, ini urus negara atau urus keluarga?” katanya.

Pater Otto berpendapat, kita patut curiga jika hubungan antara bupati dan DPRD terlalu harmonis sementara rakyat terus dirundung persoalan kemiskinan. Harmoni adalah pratanda eksekutif dan legislatif kompak menginjak rakyatnya.

Jebolan Sekolah Filsafat Munchen, Jerman ini berpendapat, di tengah berbagai persoalan yang mendera masyarakat kita, sudah seharusnya bupati dan DPRD berdebat mencari solusi terbaik untuk kesejahteraan rakyat.

Tentu perdebatan dan kontroversi harus bersifat substansial. Artinya, dalam perdebatan, eksekutif dan legislatif harus mendasarkan pandangannya pada data dan disampaikan kepada rakyat.

“Dan sejauh ini, saya melihat, bupati sudah membangun diskursus publik berbasis data. Contohnya, ketika dia menjelaskan urgensi pemotongan dana tunjangan rumah dan transportasi anggota DPRD, argumentasinya bagus. Tapi, sayangnya, tanggapan DPRD atas hal itu hingga kini belum menunjukkan kualitas yang setara,” katanya.

Sehubungan dengan opini publik bahwa pertama, interpelasi diusulkan DPRD Sikka bukan atas dasar argumen, tetapi sentimen akibat rasa sakit hati, malu, dan tidak nyaman dengan kebijakan bupati yang mengganggu kepentingan mereka.

Kedua, tiga isu yang diangkat DPRD Sikka tidak penuhi kriteria interpelasi menurut Undang-Undang tentang MD3.

Pater Otto berpendapat, hal itu menegaskan dugaan masyarakat selama ini bahwa DPRD sedang memburu rente untuk jabatan berikutnya.

“Sebaiknya rakyat jeli dan kritis untuk menghukumnya dengan tidak memilih mereka lagi pada tanggal 17 April 2019 nanti. Bupati Sikka sudah pada jalur yang tepat saya kira,” katanya.

Akhirnya, Pater Otto menegaskan, interpelasi adalah hak DPR yang dijamin oleh konstitusi. Beliau berharap, dengan menggunakan hak interpelasi, DPRD Sikka dapat menjalankan fungsi kontrol secara lebih berkualitas.

Sementara itu, bupati telah menyatakan kepada publik, dia akan ladeni pertanyaan-pertanyaan anggota DPRD secara diskursif.

“Sebagai rakyat yang taat membayar pajak, saya berharap bahwa kedua lembaga ini sungguh berdebat secara demokratis untuk cari solusi memperbaiki kualitas hidup rakyat dan bukan mencari ringgit untuk kantong sendiri,” katanya.

Interpelasi Hal Biasa

Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang, Dr. John Tuba Helan kepada Ekora NTT, Kamis (14/2) mengatakan, hak interpelasi adalah hak DPRD meminta keterangan mengenai kebijakan bupati yang penting dan strategis sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan.

Jika DPRD menganggap bahwa hal tersebut di atas merupakan kebijakan penting dan strategis, maka mereka bisa gunakan hak tersebut.

“Namun, terkait dengan penurunan uang transportasi dan sewa rumah menurut saya tidak tepat gunakan interpelasi karena standar biaya sudah ditentukan dengan peraturan pemerintah (PP) dan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan bupati (Perbup). Apalagi penurunan biaya tersebut tidak merugikan rakyat, bahkan menguntungkan,” katanya.

Dr. John mengatakan, jika DPRD menggunakan hak interpelasi, maka pemerintah mesti siap memberikan keterangan agar hubungan DPRD dan bupati tetap harmonis.

Menurutnya, hak interpelasi bukanlah sesuatu yang luar biasa, tetapi hal biasa dalam pemerintahan daerah untuk pengawasan.

Korupsi Kebijakan

Ketua Komunitas KAHE, sebuah komunitas kreatif anak-anak muda di Sikka yang bergerak di bidang sastra dan kesenian, Eka Putra Nggalu mengatakan, interpelasi hendaknya tidak menjadi pengadilan masal atas dasar motivasi ketidaknyamanan dan kecemasan masal DPRD Sikka atas beberapa kebijakan dan pernyataan bupati yang bersinggungan dengan sistem kerja lembaga legislatif yang dinilai kurang efisien secara anggaran.

Menurut Mahasiswa STFK Ledalero ini, kasus korupsi kebijakan dalam taraf tertentu lebih berbahaya dan berjangka panjang dari pada kasus korupsi uang.

Sebab, korupsi kebijakan menciptakan sistem ketidakadilan atau penghisapan selama kebijakan itu masih dijalankan.

“Saya tidak punya kapasitas untuk bilang sedang ada korupsi kebijakan yang hendak dibicarakan dalam pemanggilan bupati ini. Tapi, yang tercium memang itu. Semoga saja tanya jawabnya bisa berjalan transparan dan tetap menjaga rasionalitas,” pungkasnya.

Ergo (saya berpikir), interpelasi: argumen atau sentimen? Nalar publik akan menjadi hakimnya.

TPDI Nilai Pengajuan Hak Interpelasi DPRD Sikka Tidak Penuhi Kriteria

0

Maumere, Ekorantt.com – Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus kepada Ekora NTT via telepon, Rabu (13/2) berpendapat, interpelasi Anggota DPRD Sikka tentang tiga pokok persoalan di atas tidak memenuhi kriteria tentang interpelasi sebagaimana tertera dalam undang-undang.

Memang interpelasi adalah hak anggota DPRD.

Akan tetapi, hak interpelasi baru bisa digunakan kalau pokok kebijakan yang hendak diinterpelasi bersifat strategis, penting, dan berpengaruh luas pada kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau bicara tentang Perbup Nomor 33 Tahun 2018 tentang Standar Harga dan Satuan Barang, itu lebih ke soal kenyamanan DPRD. Kalau demikian, Perbup Nomor 33 tidak bisa masuk ke dalam objek interpelasi,” ujar Petrus.

“Masyarakat akan baca, hak interpelasi disalahgunakan oleh DPRD Sikka. Antara target yang ingin mereka capai berbeda dengan target yang mau dicapai undang-undang. Kepentingan undang-undang tentang interpelasi bertentangan dengan kepentingan dewan,” tambahnya.

Pria bergelar pengacara sepatu miring dari Flores ini mengatakan, DPRD Sikka mesti pintar menggunakan hak interpelasi pada saat memasuki tahun politik.

Sebab, publik menilai, kebijakan Bupati Sikka yang dituangkan dalam Perbup Nomor 33 Tahun 2018 tentang Standar Harga Satuan Biaya dan Harga bertujuan membenahi keuangan daerah dan mencegah tindak pidana korupsi melalui agenda pemangkasan anggaran tunjangan.

Kalau upaya tersebut mau dilawan oleh DPRD Sikka, maka perlawanan itu tidak akan bawa keuntungan apa pun karena pada saat yang sama mereka maju mencalonkan diri menjadi calon legislatif (Caleg) pada Pemilu April 2019. Mestinya DPRD Sikka dukung kebijakan bupati tersebut.

“Dengan demikian, kita katakan, mereka gali kuburan sendiri. Pertama, Perbup Nomor 33 Tahun 2018 sudah sah berlaku. Kedua, mengenai anggaran yang mau dipersoalkan, mereka sudah setuju pada tanggal 30 Desember dalam rapat paripurna,” imbuh Petrus.

“Kalau sudah setuju, untuk apa menginterpelasi? Kalau bertentangan secara prosedural dan substansial, maka mereka cukup minta bupati cabut atau membawanya ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, wewenang MA untuk uji material,” katanya.

Masih menurut Petrus, DPRD Sikka menunjukkan inkonsistensi sikap. Di satu sisi, mereka menerima APBD yang sudah disahkan bersama dengan pemerintah. Di sisi lain, hanya dalam kurun waktu 1 bulan, sikap mereka berubah dan bahkan mengusulkan interpelasi.

“Masyarakat sudah cerdas. Ada kekhawatiran [interpelasi, red] ditindaklanjuti ke tahapan yang lebih tinggi. Masyarakat lihat dasar pijakan interpelasi sangat lemah. Tiga isu ini tidak masuk kriteria penting, trategis dan berkepentingan masyarakat luas. Padahal, Perbup Nomor 33 Tahun 2018 lindungi kepentingan masyarakat. Kalau dilawan, kepentingan DPRD yang dilindungi,” paparnya.

Dikatakannya, ribut-ribut antara DPRD Sikka dan Bupati Sikka bisa membangunkan macan tidur KPK. KPK sudah pasang mata-mata di setiap kabupaten. Apalagi, dalam kasus tunjangan perumahan dan transportasi, bukti dugaan korupsi sudah ada.

Bupati Sikka meralat angka besaran jumlah tunjangan perumahan dan transportasi Anggota DPRD Sikka karena ada praktik mark up anggaran. Kalau mark up, maka kasus itu masuk ke dalam ranah hukum pidana dan perdata.

Dengan demikian, 35 Anggota DPRD Sikka bisa masuk bui. Padahal, dengan membuka jalan mengembalikan uang sebesar Rp3,4 Miliar, Bupati Sikka bantu DPRD Sikka untuk tidak terjerat hukum pidana.

“Memang persoalan pengurangan tunjangan rumah dan transportasi, mungkin anggota-anggota DPRD itu terpukul. Tapi, bupati sudah punya pegangan survei. Angka itu angka mark up. Tidak pantas,” katanya.

Ia berharap, DPRD Sikka menghentikan penggunaan hak interpelasi. Sebab, peristiwa ini memancing reaksi publik yang tidak menguntungkan posisi mereka sebagai Caleg. Sebab, masyarakat akan tempatkan mereka sebagai kelompok anti pemberantasan korupsi.

“Saya berharap, jiwa besar Ketua DPRD Sikka untuk redam semua ini. Tidak usah ribut-ribut,” katanya.

Interpelasi: Argumen atau Sentimen?

0

Maumere, Ekorantt.com – Minus Fraksi Partai Hanura, 7 Fraksi di DPRD Sikka, yaitu Fraksi Gabungan PAN dan PKS, Fraksi Gabungan Partai Gerindra dan PPP, Fraksi Gabungan PKPI dan PKB, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PDI-Perjuangan, dan Fraksi Partai NasDem mengusulkan hak interpelasi atau hak meminta keterangan kepada Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo.

Apakah usulan interpelasi ini diajukan atas dasar argumentasi tentang penting, strategis, dan berpengaruh luasnya kebijakan Bupati Sikka terhadap kehidupan masyarakat Sikka?

Apakah sudah sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3)?

Ataukah usulan interpelasi diajukan atas dasar sentimentalitas rasa sakit hati, malu, dan tidak nyaman akibat kepentingan anggota DPRD Sikka diganggu?

Tiga Objek Interpelasi

Pengajuan hak interpelasi ini disampaikan oleh Ketua Fraksi PAN, Philips Fransiskus saat Bupati Sikka selesai membacakan Pengantar Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sikka tahun 2018-2023 di gedung DPRD Sikka, Senin (11/2).

Menurut Philips, hak interpelasi ini merupakan hasil komitmen yang dibangun seluruh fraksi DPRD Sikka ketika mengadakan rapat internal di ruang Ketua DPRD Sikka beberapa waktu lalu.

Philips mengatakan, 3 hal yang mendasari DPRD Sikka mengusulkan hak interpelasi, yakni kebijakan Bupati Sikka yang membuka pasar pagi terbatas (PPT) di Tempat Pendaratan Ikan (TPI), legal standing Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Standar Harga Satuan Barang dan Biaya, dan pernyataan Bupati Sikka yang dinilai terlalu vulgar di media.

Philips mengungkapkan, kebijakan Bupati Sikka yang membuka PPT di TPI membuat pedagang di Pasar Alok mengalami penurunan pendapatan. Menurutnya, banyak pedagang di Pasar Alok yang mengeluh karena pembeli enggan untuk membeli kebutuhan hariannya di Pasar Alok.

“Sekarang, kalau pagi hari, masyarakat hanya berbelanja di pasar pagi terbatas, sedangkan sore hari, mereka lebih memilih berbelanja di Pasar Wuring. Ini kan kasihan mereka yang di Pasar Alok,” tegasnya.

Mengenai pernyataan Bupati Sikka yang terlalu vulgar di media massa, Philips meminta agar Bupati Sikka memberikan pernyataan yang sesuai dengan fungsi dan tugasnya saja. Pasalnya, Bupati Sikka dinilai sudah mengambil fungsi atau peran yudikatif ketika memberi pernyataan di media massa.

Sementara itu, mengenai Perbup Nomor 33 Tahun 2018,  lanjutnya, DPRD Sikka bisa menerimanya asalkan Bupati Sikka mengikuti mekanisme penetapan APBD secara benar.

Menurutnya, Perbup tersebut seharusnya sudah diajukan sejak awal pengajuan Rancangan APBD (RAPBD) dan disertakan bersama Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) sehingga bisa dibahas bersama di sidang komisi dan sidang Badan Anggaran (Banggar).

Saat pembahasan anggaran, sejak tanggal 23 November 2018, DPRD Sikka sudah mempertanyakan Perbup yang baru itu. Namun, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menjelaskan, rancangan Perbup terbaru sudah digodok, tetapi masih berada di meja Bupati Sikka.

Lebih lanjut, TAPD menyatakan, rancangan Perbup yang baru tidak ada perubahan secara substansial, kecuali perubahan pada pos perjalanan dinas, khususnya penginapan dan belanja makan minum.

“Pak Sekda selaku Ketua TAPD sudah nyatakan bahwa tidak ada perubahan tapi sesuai dengan Perbup Nomor 45 tahun 2018 itu. Atas dasar saling percaya di dalam kemitraan bersama jadi pembahasan RAPBD kami lanjutkan sampai asistensi di Kupang. Tapi, tiba-tiba ada muncul Perbup baru yang di luar pembahasan kami,” paparnya.

Berdasarkan dinamika ini, Philips menilai, langkah yang diambil Bupati Sikka mencerminkan bahwa Bupati tidak taat asas menyangkut pembahasan dan penetapan APBD.

Lebih dari itu, DPRD Sikka menilai, Bupati Sikka tidak patuh pada hasil asistensi dan konsultasi Banggar DPRD dan TAPD di Kupang.

“Tidak benar itu kalau bupati atau masyarakat bilang kami hanya memikirkan kepentingan pribadi. Kami sama sekali tidak ada niat untuk menunda atau bahkan tidak laksanakan penetapan APBD tahun 2019,” kata Philips.

Siap Jawab

Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo yang dimintai keterangannya usia rapat paripurna di gedung DPRD Sikka, Senin (11/2)  mengatakan, dirinya siap menjawab hak interpelasi yang diajukan DPRD Sikka atasnya.

Baginya, ia bersama Wakil Bupati Sikka, Romanus Woga dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, yang bisa menjatuhkan mereka hanya rakyat.

“Kami dipilih oleh rakyat. Bupati dan Wakil Bupati bisa dijatuhkan jika tertangkap tangan melakukan korupsi. Jadi, saya siap hadir untuk menjelaskan semua pertanyaan DPRD,” tegas Bupati Robby.