Mengakarkan Gerakan Literasi, Semua Pihak Harus Berkolaborasi

0

Bajawa, Ekorantt.com – Mengakarkan gerakan literasi di Nusa Tenggara Timur butuh kerja sama dan kolaborasi semua pihak. Pemerintah, masyarakat, dan pegiat literasi harus bersama-sama terlibat di dalamnya.

John Lobo yang terkenal dengan Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB) menjelaskan, gerakan literasi harus menjadi gerakan bersama. Bahwa tugas mencerdaskan adalah kewajiban semua orang.

“Gerakan Literasi (pencerdasan) bukanlah milik perorangan atau individu tertentu. Ini adalah gerakan bersama dan dikembangkan sesuai model yang disukai dengan melibatkan publik sebanyak mungkin,” ungkap Lobo kepada Ekora NTT, 29 Januari 2019 lalu.

Secara pribadi, dirinya tidak akan bosan mengampanyekan Gerakan Katakan dengan Buku. Dalam gerakan ini, ia membantu anak-anak untuk mendapatkan akses bacaan yang bermutu yang diperoleh secara cuma-cuma sesuai dengan usia dan perkembangan anak.

“Kita bicara minat baca rendah. Kalau orang kepingin baca tapi buku tidak ada, itu bagaimana?” tuturnya.

“Makanya saya mengapresiasi teman-teman di berbagai daerah yang telah mengkreasikannya dalam bentuk gerakan-gerakan yang hebat, baik itu pelatihan menulis, drama, puisi dan berbagai aksi literasi lainnya,” tambahnya.

Ia juga mengapresiasi beberapa kabupaten yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai kabupaten literasi.

“Saya terharu, bangga, dukung, mengapresiasinya,” ujar Lobo.

Tapi, Lobo mengingatkan bahwa titel kabupaten literasi mengandung konsekuensi agar literasi di daerah tersebut harus hidup dan menjangkau semua lapisan.

“Tidak hanya milik elitis tertentu namun semua masyarakat menjadi literat, terutama sampai ke desa-desa dan kampung-kampung di berbagai pelosok,” pesan Lobo.

Harapannya, suatu saat pena atau menulis itu bukan hanya milik elitis perkotaan tetapi juga milik orang-orang kampung.

Tanggapan Milenial atas Kebijakan ‘English Day’ di NTT

0

Kupang, Ekorantt.com – Beredar dan tersebarnya informasi soal English Day di NTT mengundang antusiasme dan respons beragam dari sejumlah kalangan masyarakat, terutama generasi milenial.

Ada yang melihatnya sebagai hal yang bagus dan bernas, ada juga yang menganggap itu perkara yang buru-buru.

Meskipun begitu, harus dipahami bahwa kebijakan English Day ini merupakan bagian dari Peraturan Gubernur (Pergub) NTT No 56 tahun 2018 tentang hari berbahasa Inggris.

Bab II pasal 3 dalam aturan ini menyatakan dengan jelas bahwa hari Rabu ditetapkan sebagai hari berbahasa Inggris, dan wajib dilakukan oleh perangkat daerah, lembaga-lembaga dan desa wisata.

Tidak ada bunyi aturan mentereng dan mengikat yang mewajibkan pemakaian bahasa Inggris di kalangan masyarakat umum.

Maria Goreti Ana Kaka, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Kupang, kepada Ekora NTT, Rabu (30/1/2019) secara gamblang mengatakan English Day ini terkesan sangatlah buru-buru sekali.

Bagi dia, sebaiknya pemerintah memerhatikan dahulu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebelum bicara regulasi soal bahasa Inggris.

“Masih banyak siswa di sekolah pedalaman yang belum bisa berbahasa Indonesia. Masih banyak juga warga NTT yang belum menguasai bahasa Indonesia,” tandasnya.

Kita seolah senang dengan bahasa internasional lalu lupa pada  kearifan lokal dan bahasa nasional sendiri,” tambahnya.

Sepakat dengan Ana Kaka, Yohanes Dus, pemuda Napunglangir, Maumere, berpendapat bahwa Gubernur ataupun stakeholder-nya harus melihat juga bagaimana tergerusnya bahasa-bahasa lokal di NTT. Itulah yang harus dipikirkan saat ini.

“Bisa menjadi masalah tersendiri ketika orang lupa dengan bahasa daerahnya. Bahasa Inggris penting, tapi (Gubernur-red) harus perhatikan juga dengan fenomena punahnya bahasa-bahasa lokal kita sekarang,” tutur dia.

Sementara itu, pandangan lainnya datang dari Hans Singgu yang setuju dengan langkah Gubernur NTT dalam mencanangkan hari Rabu sebagai English Day.

Musababnya, itu secara tidak langsung mengikutsertakan masyarakat dalam mendukung sektor Pariwisata sebagai program unggulan Pemprov NTT.

“Sudah beberapa jam sejak dimulainya kebijakan ini, saya rasa tidak ada kesulitan yang berarti dan English Day sudah berjalan,” tuturnya

“Saya dan beberapa teman sudah praktekkan, bahkan di sosmed juga kami terapkan. Tidak ada yang salah dengan English Day,” tambah Hans yang berasal dari Bajawa ini.

Milenial lainnya, Nona Lin, pekerja kantoran di Maumere, juga mempraktikkan hal yang Hans lakukan.

Kepada Ekora NTT, dia mengakui bahwa grup-grup WhatsApp-nya pun penuh dengan semangat berbahasa Inggris, meskipun ada yang masih jatuh bangun, termasuk dirinya.

“Ini sangat bagus, sehingga orang-orang seperti saya yang malu berbahasa Inggris akhirnya punya alasan untuk paksa diri bicara dalam bahasa Inggris. Walaupun belum omong ‘in English’ seutuhnya, tapi setidaknya ada sesuatu yang beda,” kisah dia.

Ekora NTT kemudian meminta tanggapan akademisi terkait hal ini. Dosen Bahasa Inggris dari STFK Ledalero Maumere, Erlyn Lasar memberikan apresiasi atas keberanian Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang menetapkan regulasi ini.

Bagi Erlyn, ini merupakan langkah konkret yang diambil pemerintah dalam berkontribusi terhadap penyelanggaraan pendidikan itu sendiri.

“Selama ini, guru selalu mengeluh tentang rendahnya minat baca, minat bicara dan minat belajar bahasa asing, terutama bahasa Inggris,” tandasnya.

Padahal, kata Erlyn, dari hari ke hari, tuntutan persaingan semakin tinggi seiring sejalan dengan tuntutan kompetensi bahasa Inggris sebagai bahasa asing internasional.

Ini juga menjadi momentum baik agar orang tidak malu untuk memakai bahasa Inggris.

Sebab, selama ini, berdasarkan amatannya, ketika ada orang yang berbicara bahasa Inggris, selalu saja ada kaum yang siap memberikan bully atau olok-olokkan.

Namun, pengajar muda ini juga menekankan, yang perlu dibangun saat ini ialah sistem kontrol dalam pengeksekusiannya, terutama pada level elemen praktisi pendidikan.

Dia pun menyodorkan beragam cara sederhana yang bisa dilakukan, seperti memanfaatkan ruang media sosial atau berinteraksi langsung dengan siapa saja.

“Intinya, sistem kontrol tadi mesti logis dan terarah sebab menjadi bagian dari tanggung jawab akademis juga,” imbuhnya.

Adapun Rini Kartini, dosen Komunikasi dari Universitas Nusa Nipa Maumere mempertanyakan kebijakan Gubernur tersebut terkait ada tidaknya pola kajian tentang hubungan regulasi bahasa Inggris dan pariwisata.

Dia mengapresiasi maksud dari Pergub tersebut, tetapi dia juga katakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi itu bukanlah paksaan.

“Harus ada kesadaran dari masyarakat sendiri. Kalaupun dibuatkan regulasi, sudah ada studi belum soal ini. Setahu saya, di Thailand atau mungkin juga Bali, orang-orang tidak dipaksakan untuk berbahasa Inggris,” pungkas Rini.

“Kesadaran berbahasa Inggris itu muncul dengan sendirinya sesuai dengan kebutuhan,” tutupnya.

Dermaga Penumpang Pelabuhan Maumere Ditargetkan Rampung Tahun ini

0

Maumere, Ekorantt.com – Pembangunan dermaga penumpang pelabuhan Maumere di Kabupaten Sikka telah dimulai sejak tahun 2018. Proyek dengan anggaran multi years ini rencananya akan rampung tahun ini.

“Pada 2019 ditargetkan pembangunan dermaga sepanjang 150 meter sudah selesai,” ujar Corporate Secretary Pelindo III, Faruq Hidayat dalam keterangan persnya medio Oktober 2018 lalu.

Hal yang sama diakui juga oleh General Manajer PT Pelindo Cabang Maumere, Yuvensius Andre Kartiko kepada Ekora NTT, Selasa (29/1/2019).

Menurutnya, kalau tidak ada halangan proyek ini tuntas tahun ini dan dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Kita targetkan tahun ini. Mudah-mudahan tidak ada kendala. Karena kita di Maumere selalu punya kendala dengan bahan-bahan bangunan. Apalagi memasuki musim hujan sekarang ini,” jelas Andre.

Jika dermaga ini jadi, lanjut Andre, maka gedung terminal penumpang Pelabuhan L-Say Maumere yang diresmikan awal tahun 2018 lalu akan digunakan bersamaan.

“Terminal penumpang belum bisa digunakan karena dermaganya belum selesai dikerjakan,” tutur Andre.

Menurutnya, secara bisnis, keuntungan yang didapatkan dari kehadiran pelabuhan penumpang sangat kecil bila dibandingkan dengan keuntungan yang diraup dari pelabuhan peti kemas.

“Tapi sebagai bagian dari komitmen kita kepada kepentingan masyarakat, kita harus bangun,” demikian tutur Andre.

Ia juga menjelaskan bahwa berbagai proyek yang sementara dikerjakan di pelabuhan Maumere merupakan bagian dari upaya dari Pelindo III untuk mengembangkan pelabuhan Maumere.

Selain pembangunan dermaga penumpang, Pelindo III juga merencanakan sejumlah investasi pada tahun 2019.

Diantaranya perbaikan dermaga pelabuhan Maumere, pembangunan area parkir terminal penumpang Maumere, perbaikan lapangan penumpukan dan pembangunan jalan ke terminal baru.

Gestinus Sino, Bertani itu Seksi

0

Kupang, Ekorantt.com – Siapa bilang, menjadi petani itu jorok. Salah, kalau dibilang bertani itu kotor dan menjijikkan. Bertani sesungguhnya seksi dalam setiap sisinya. Seksi dipandang, seksi dikerjakan dan seksi juga penghasilannya.

Kira-kira begitu gumpalan keyakinan yang tertancap dalam diri Gestinus Sino (35), petani muda yang menetap di Matani, desa Penfui Timur, kabupaten Kupang. Hal ini sangat beralasan apabila merujuk pada pengalamannya sebagai seorang petani.

“Saya sama sekali tidak menganggap bertani sebagai sesuatu yang kotor. Menjadi petani itu seksi. Banyak nona-nona cantik yang datang ke kebun saya untuk selfie,” demikian penjelasan Gesti kepada Ekora NTT beberapa waktu lalu.

“Soal penghasilan, kalau dibandingkan dengan yang lain, ya.., kita berhitung dulu, berapa kilo pepaya yang dihasilkan dikali saja dengan harganya. Kan begitu to,” tambah Gesti.

Gesti terbilang sukses dalam mengembangkan usaha pertaniannya. Sayuran dan buah segar organik dari lahan pertaniannya menembus pasaran di pusat perbelanjaan modern dan juga hotel-hotel berbintang di kota Kupang.

Beberapa instansi baik pemerintah dan swasta kepincut untuk menjadi konsumen produk pertaniannya.

Tidak sedikit juga orang yang datang ke lahan pertaniannya di Matani sekadar membeli sayuran dan buah-buahan segar. Untuk mencerahkan petani, ia juga menyediakan jasa konsultan pertanian.

Kesuksesannya ini membuka mata banyak orang. Tak heran, Gesti seringkali diundang menjadi pembicara di berbagai forum. Entah memberikan kuliah umum, memberikan materi seminar atau juga berbagi pengalaman tentang nikmatnya menjadi seorang petani.

“Setiap hari jadwal saya padat. Banyak yang undang. Susah juga atur waktunya.”

Belum lagi, Bank Indonesia menjadikannya salah satu mitra strategis untuk pendampingan klaster binaan Bank Indonesia. Misalnya, mendapingi klaster cabai di Sumba Barat Daya dan klaster bawang merah di Belu.

“Kita beri informasi tentang pupuk organik. Kemudian mempraktekkannya. Ada juga hal-hal lain, tergantung kebutuhan dari teman-teman di BI,” ujar Gesti.

Sangat membanggakan juga karena Gesti terpilih menjadi the best dalam ajang pemilihan duta petani muda Indonesia tahun 2018. Sekarang, ia sementara bersiap diri ke Australia.

Kerja Total

Kesuksesan menjadi seorang petani dan sederet prestasi yang Gesti dapatkan bukanlah torehan tanpa proses. Tidak mudah untuk mencapainya.

Hanya orang yang bekerja secara total yang bisa mencapainya. Totalitas sebagai seorang petani bisa diukur melalui seberapa kuat ia berhadapan dengan tantangan.

Hal itu sungguh dialami oleh Gesti saat tahun-tahun awal merintis usaha pertanian organiknya ini. Tanah yang penuh batu karang misalnya jadi tantangan tersendiri. Butuh imajinasi tinggi yang juga harus mendarat dalam kerja fisik.

Dengan tipe tanah seperti ini, berarti sistem dan pola pertaniannya juga khas. Karena, kata Gesti, setiap daerah memiliki kekhasannya tersendiri baik iklim, kondisi tanah dan faktor-faktor lain.

Setelah berhasil melewatinya, muncul lagi tantangan baru yakni memasarkan produk. Betapa sulitnya menawarkan produk dari satu orang ke orang lain, dari satu instansi ke instansi yang lain. Selain lelah, banyak yang belum yakin sehingga ada penolakan.

Ia bercerita, “Saya pernah masuk salah satu hotel di kota Kupang. Saya berpenampilan menarik karena saya pakai kemeja dan sepatu sambil menjinjing tas. Saya perkenalkan diri bahwa saya tamatan sarjana pertanian, punya lahan pertanian organik dan mau jual produk.”

“Saya juga beri kartu nama. Saya buka tas, kasi tunjuk Brokoli, Kaila. Mungkin karena sibuk ibu itu langsung usir saya dan bilang ‘pulang-pulang kau bikin apa di sini.”

Lantas, tantangan-tantangan seperti ini tidak membuat dirinya kecut.  Sekali lagi ia bekerja total.

“Saya harus membentuk identias diri bahwa saya seorang petani. Apapun tantangannya, saya tidak takut,” pungkas Gesti.

Pertanian Organik Terpadu

Gestianus Sino mempraktekkan pertanian organik terpadu. Sistem ini menyatukan beberapa kegiatan yakni pertanian, peternakan, perikanan, dan kegiatan pertanian dalam satu lahan. Gesti melakukan hal ini.

Ia membudidayakan ikan, beternak ayam dan bertani dengan beranekamacam sayur mayur. Ketiga hal ini semacam menjadi mitra dan membentuk satu ekosistem baru.

Selain meningkatkan produktivitas suatu lahan, sistem ini juga ramah lingkungan dan sejalan dengan prinsip konservasi alam.  Tentu saja sisi lainnya adalah memberikan kontribusi ekonomis, menjadi sumber penghasilan.

Dan harus diingat bahwa pertanian ini mengandalkan bahan-bahan alami tanpa bahan kimia. Misalnya Gesti lihai meracik pupuk dari bahan-bahan alami di sekitarnya dan hasilnya sangat bagus.

 

Jalur Maumere-Ende Putus Total, Antrian Kendaraan Hingga Dua Kilometer

0

Maumere, Ekorantt.com – Jalan Trans Flores yang menghubungkan Kabupaten Sikka dan Ende putus total akibat longsor yang terjadi di wilayah Maumere tepatnya di Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, Rabu (30/1) dini hari. Akibat longsoran itu, lalu lintas terhambat.

Theo Alen, warga kota Maumere yang kebetulan melintasi jalan tersebut menuturkan, longsoran yang bersamaan dengan tumbangnya sebatang pohon yang besar itu menutupi seluruh badan jalan sehingga tidak ada satupun kendaraan yang bisa lewat.

Akibatnya, semua kendaraan terutama kendaraan roda empat dari dua arah “mengular” hingga dua kilometer.

Menurutnya, warga yang datang untuk membersihkan longsoran dan pohon itu menggunakan kesempatan untuk menarik retribusi lewat. Setiap motor yang ingin lewat dikenakan biaya 5 ribu rupiah.

“Motor saja yang bisa lewat itupun harus dipandu masyarakat setempat. Masyarakat yang bersih-bersih di sana terkesan memperlambat kerja sehingga antrian kendaraan makin panjang, padahal ada dua buah unit sensor yang dipakai,” ujarnya.

Theo mengungkapkan, kurang lebih satu jam menunggu antrian, satu unit kendaraan berat datang untuk membersihkan area tersebut.

Namun, masih terhambat karena masyarakat setempat bersihkeras untuk membersihkannya. Mereka harus melakukan negosiasi agar kendaraan berat tersebut mengambil alih.

“Tadi ada satu buah kendaraan berat. Tapi masyarakat bilang, biar mereka yang bersihkan. Mungkin maksud mereka supaya mereka bisa dapat uang,” imbuh Theo.

Theo berharap, pemerintah bisa segera turun ke lokasi sehingga bisa mengatasi masalah tersebut.

Inang Lawar

0

Maumere, Ekorantt – Norang du’a ha deri ei lalang Jenderal Sudirman Kelurahan Waioti, Kecamatan Alok Timur. Narang nimung Mariana Sole, umur pulu ena (60).

Du’a tia ngeng nimung amat ata Wutik, Gehak, inat ata Sina Lio, Ende. Rimu teri ei Maumere nane golo ba’a. Saing nimu wa’e bu’ang kesik konde laeng, nimu gu’a tota hoang seng te’a lawar pu’ang li’wang riwu ha, ngasu hiwa, pulu pitu wot hiwa (1979).

Nimu naha tota lalang dena sewa me waring sikolah, nimu ene sikolah lakang  amat tota hoang` sopir poi.

“Ami moret susar. Hung wa’a a’u te’a bolo poleng, regang alok nulung ei toko bogadarma so wae, ko loning laku rakang, ata iwa di mai te’a,” du’a Sole plowar nora Ekora NTT.

“A’u pleot walong te’a Lawar pano nete ola, tama toko, kantor  oring sakit, ei regang pu’ang kawu ling hiwa da’a sawe ling pulu ha wot ha. Dadi ata topo a’u Ina Lawar,” du’a tutur.

Inang  Lawar herong, oras tia lawar nimung ai ro’ung hunang, kesa kabor niur korong, hini mude nora koro  klahi, makok ha riwu rua.

Raik nora ohu ai da’ng huna pu’ur telu riwa riwu lima. Ata a ga’ing  golo to’i to’i kawu hunur gela. Nimu mate moret te’a lawar newang urus met bi’a ena tama sikolah da’a sawe.

L’iwang riwu ha ngasu hiwa pulu walu wot hiwa Inang Lawar kawit nora la’it ata Larantuka ngeng Da Costa narang nimung Petrus Ipin Da Costa. Amapu benjer toma meng da’a bi’a ena.

Inang Lawar gu’a ene bohe beler loning meng gawang. Kawu niang nimu te’a i’ang da’ang boter lau ne, bihi rekeng golo ei plastik ko bano te’a gole nete Alok le hering wawa hering.

Ia sawe ling hiwa nimu bano walong te’a lawar.

“Ata hiri kengong to ho’ot ko a’u haput le’u waeng. Huk a’ung lopa kama na’o,” Inang Lawar tutur.

Hoang seng wi nimu toma, nimu bihi tama Koperasi Pintu Air, nora iwa riwa hoang sekolah met bi’a ena da’a sawe. Met toma u’a meha  teri ei Maumere, iwa ei blawir.

Oras te’i inang Lawar du’a l’iang nang ba’a loning la’it  Petrus Ipin mate  nora wulang hutu kelang tadang pulu ru wot telu liwang riwu rua puluh ha wot walu (23/4 2018).

Mo’at mate belung loar le’u inang lawar  nora met bi’a ena bobo nimung  bi’a  pulu ha wot rua.

“A’u ora me a’ung ha wua wutung ami meha. Ko a’u tota lalang hoang seng ene te’a lawar poi te’a nara wuta, telo dah. nora wair kopi ei kantor Jaksa gung lalang hering,” Inang Lawar babong  nora Ekora NTT.

Lerong ha toma laku sawe ara wuta pulu hutu weling nimung wuta ha riwu lima. Telo  daha temang ha riwu telu,wair kopi mok ha riwu telu.

“Mesik blupur ba’a  a’u naha tota hoang  lakang me babo moret  rimung,” Inang Lawar bedot.

Ole-Ole Jagung Titi di Pasar Larantuka

0

Larantuka, Ekorantt – Larantuka tak hanya mempesona lewat pariwisatanya, terutama tradisi religi dan budaya yang senantiasa dipelihara turun-temurun.

Kota yang berada di ujung timur lanskap pulau Flores ini juga memiliki sejumlah makanan khas yang dapat dijadikan ole-ole bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Salah satunya, jagung titi.

Beberapa waktu lalu, saya sempat berkunjung ke pasar Larantuka dan tidak kesulitan menemukan jagung titi tersebut. Ada banyak sekali orang yang menjual di sini. Kebanyakan merupakan ibu-ibu.

Saya membeli beberapa mangkuk dan melanjutkan penelusuran di pasar daerah ini. Harga per mangkuknya pun rata-rata sepuluh ribu rupiah.

Namun, bila membeli dalam jumlah banyak, Anda bisa melakukan penawaran dan mendapatkan harga yang lebih murah.

Patut diketahui, jagung titi merupakan jagung pulut putih berstektur lengket yang ditumbuk atau dipipihkan. Sebelumnya, biji jagung mesti disangrai dulu, biasanya di dalam wajan atau periuk khusus dari tanah, lantas ditumbuk dengan kecakapan tingkat tinggi.

Itu karena tingkat kegurihan jagung titi sangat ditentukan oleh proses penumbukannya itu. Sehingga tidak semua orang bisa membuatnya dengan cita rasa berkualitas.

Di pasar Larantuka terdapat juga berbagai jenis hasil laut dan bahan-bahan makanan dari pegunungan. Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan berjumpa dengan para pedagang yang menjajakan sembako, pakaian dan tetek-bengek peralatan rumah tangga.

Pengalaman membeli jagung titi dan menelusuri pasar daerah Larantuka tadi pun memberikan kekayaan pengalaman tersendiri bagi saya. Salah satu hal yang menarik ialah aktivitas ataupun interaksi antara penjual dan pembeli.

Di pasar daerah seperti ini, tawar-menawar jadi perkara lumrah. Saya menangkapnya lewat pembicaraan-pembicaraan mereka yang menggunakan dialek Lamaholot ataupun logat Nagi yang kental.

Beberapa contoh, misalnya Gena tebae? (Bagaimana, bagus, tidak?), Enko so beli? (Apakah kamu sudah beli?), Kita doi ne (Saya tak punya uang), tentu memberikan nuansa kultur kebahasaan tersendiri.

Dari membeli jagung titi, saya mendapatkan pesona Larantuka lainnya yang tak kalah uniknya.

Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa, Kades Wolonwalu Akan Diperiksa

0

Maumere, Ekorantt – Puluhan masyarakat Desa Wolonwalu, Kecamatan Bola menyambangi Kantor Bupati guna mengadu ke Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo terkait pengelolaan Dana Desa, Senin (28/1).

Pengaduan masyarakat ini menyoal belum dibayarnya upah kerja pembuatan bak Penampung Air Hujan (PAH) sejak tahun 2018 oleh Kepala Desa Wolonwalu, Innosensia.

Pantauan EKORA NTT di kantor Bupati Sikka, rombongan masyarakat ini duduk berseliweran di pendopo utama Kantor Bupati Sikka.

Sementara itu, 4 orang perwakilan warga, yakni Hermigildus Welong, Iligius Meang, Sempi Bela, Kristianus Simo, dan Laurensius Boter diizinkan masuk untuk menyampaikan keluhan mereka di ruang Bupati Sikka.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Sikka, Robertus Ray yang ditemui para awak media usai pertemuan dengan Bupati Sikka dan perwakilan masyarakat Desa Wolonwalu menerangkan, kedatangan masyarakat ke kantor Bupati Sikka untuk mengadu ke Bupati Robby terkait kepemimpinan Kepala Desa Wolonwalu.

Dikatakannya, masyarakat mengadu karena Kepala Desa dinilai kurang menjaga pernyataan-pernyataan yang dikeluarkannya ketika berkomunikasi dengan masyarakat.

“Mereka mengadu terkait kepemimpinan Kepala Desa. Mungkin dalam hubungan dengan elemen-elemen masyarakat Kepala Desa dinilai tidak menjaga etika sehingga kadang bersuara keras bahkan keluarkan makian kepada masyarakat,” ungkap Robert.

Lebih dari itu, Robert mengungkapkan ada laporan dari masyarakat bahwa Kepala Desa Wolonwalu melakukan penyelewengan dana desa. Untuk hal ini, lanjutnya, pihaknya akan turun ke Desa Wolonwalu untuk melakukan evaluasi.

Jika ditemukan adanya penyelewengan seperti yang dilaporkan masyarakat maka pihaknya akan bersurat ke Inspektorat Kabupaten Sikka untuk melakukan audit.

“Ini kan masih sebatas dugaan. Kalau memang ada indikasi itu kita akan undang inspektorat untuk lakukan pemeriksaan. Kades Wolonwalu bisa diperiksa inspektorat. Tentu seluruh mekanisme akan kita tempuh. Kalau ada temuan ya masih diberi waktu 60 hari untuk kembalikan,” tegas Robert.

Ardianus, warga Desa Wolonwalu yang ditemui EKORA NTT  menuturkan gelagat Kades Innosensia yang menyalahgunakan Dana Desa mulai tercium ketika tidak membayar upah pekerja hingga saat ini.

Selain itu, imbuhnya, dalam satu kesempatan kerja bakti, Kades Innosensia tidak sama sekali mengeluarkan anggaran untuk makan dan minum para pekerja. Padahal, dalam rencana anggaran dicantumkan biaya makan dan minum.

Ardianus berharap, Bupati Sikka dapat menyikapi hal ini secara tegas. Menurutnya, masyarakat sudah tidak puas lagi dengan kepemimpinan Kades Innosensia.

48 ASN Terlambat Hadir Apel, Nyali Bupati Diuji

0

Maumere, Ekorantt.com – Suasana apel bendera lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka Provinsi NTT, Senin 28 Januari 2019 terlihat aneh bila dibandingkan dengan situasi apel bendera perdana bupati Roby Idong usai dilantik September 2018 lalu.

Sepuluh menit sebelum upacara dimulai, para ASN dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah memenuhi lapangan dan bersiap untuk mengikuti apel perdana.

Berbeda dengan apel kali ini, meski bupati dan wakil bupati Sikka telah berada di lapangan bahkan sampai upacara telah dimulai terlihat ada ASN yang baru datang dan cepat-cepat parkir motornya kemudian dengan setengah berlari tergopoh-gopoh menuju pintu masuk yang sudah dijaga Polisi Pamong Praja.

Padahal sudah menjadi kewajiban bahwa untuk upacara bendera setiap hari Senin, dimulai tepat pukul 07.15. Artinya 5 atau 10 menit sebelum upacara bendera dimulai ASN telah hadir di tempat upacara.

Ekora NTT yang memantau  upacara bendera pagi itu berhasil menghitung  48 orang ASN dan berbagai OPD terlambat datang mengikuti upacara.

Bahkan diantara mereka yang terlambat itu sudah diberikan kendaraan dinas.

Kebanyakan dari mereka yang terlambat menggunakan kendaraan pribadi. Delapan orang diantaranya menggunakan motor berplat nomor  dinas (plat merah). Ekora NTT dapat merincikan sebagai berikut; 5 buah motor Verza, 1 buah motor Win dan 2 buah motor Supra X.

Dari 48 orang ASN yang terlambat datang itu, 29 laki-laki dan sisanya 19 adalah perempuan.

Sementara dari 19 orang ASN perempuan itu dua diantaranya dapat diketahui seorang dari dinas perhubungan dan seorangnya lagi dari Polisi Pamong Praja  (Pol PP). Keduanya dapat dengan mudah dikenali dari busana yang  dikenakan.

Bahkan seorang ASN berparas kutilang ( kurus, tinggi dan langsing) seolah tidak peduli dengan keterlambatannya. Dengan santainya memarkir motor Verza miliknya kemudian menyalakan rokok dan mengisap tanpa beban.

Petugas Satpol PP yang sedang menjaga di depan pintu masuk pun tidak menegurnya. Padahal di lapangan, bupati tengah memberikan arahan.

Di tempat terpisah, salah seorang pensiunan ASN yang berprofesi guru ketika dimintai komentarnya oleh Ekora NTT mengatakan sesungguhnya berbicara tentang disiplin bagi ASN bukan hal baru.

Pasalnya sudah ada rujukan peraturan yang memayunginya. Mereka tahu itu, tetapi selalu saja membangun alasan yang tidak perlu.

Sebut saja Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 53 tahun 2010 yang mengatur tentang disiplin ASN. Sangat jelas mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi ASN.

Menurut sumber yang minta namanya tidak dipublikasikan soal ketidaktertiban, ASN tinggal menunggu ketegasan bupati.

“Ini persis nyali bupati sedang diuji,  jangan hangat-hangat tahi ayam,” ujarnya.

Nikmatnya Kuah Asam di Warung Balerasa

Balerasa adalah warung makan milik Ibu Retno. Letaknya di jalan Kimang Buleng, kelurahan Kota Uneng, kota Maumere.

Ditemui Ekora NTT (10/9), pemilik warung Balerasa, Ibu Retno menjelaskan, usahanya ini merupakan campuran adonan dari passion dan kebutuhan menafkai hidup keluarganya. 

Dari nama warungnya, tersirat konsep yang diusung Ibu Retno. Menurutnya, Balerasa ibarat bale-bale tempat orang ngumpul dan ngobrol.

Selain menikmati sajian menu makanan, para pengunjung bisa mencecap keramahan pelayanan yang ia tunjukkan.

Di kedainya ini tersaji menu-menu spesial. Ada kuah asam yang dekat dengan lidah orang Maumere. Semula ia mendapatkan masukan untuk menyediakan menu kuah asam.

Ia tertantang dan menjadikannya menu khas di warungnya ini. Alhasil, menu ini paling banyak diminati dan dinikmati pengunjung. Rasanya menggugah selera. 

Selain menu kuah asam, ada juga menu spesial lain yakni soto betawi. Baginya, menu ini menunjukkan identitasnya. Sebagai orang Jakarta, Ibu Retno sudah terbiasa dengan menu yang satu ini.

“Saya dari Jakarta. Jadi, menu betawi adalah identitas saya,” kata Retno singkat.

Tidak hanya itu, ia juga menyediakan sayur rumpu rampe, jagung bose, dan makanan lokal lainnya.

Meskipun belum genap setahun, Balerasa telah menarik perhatian pengunjung. Tidak sepi pengunjung. Jam makan siang, warungnya dipadati pegawai kantoran.

Para pengujung lain juga menikmati sedapnya kuah asam dan sajian-sajian lain yang bikin ketagihan. Kenyataan ini pula yang membuat Ibu Retno kewalahan.

Meskipun dibantu oleh tiga pembatu, ia tetap sulit meladeni antusiasme pengunjung. Ini jadi bahan evaluasinya.     

“Ada banyak makanan yang ingin saya perkenalkan di Maumere. Saya belum puas dengan usaha yang sekarang,” ungkap Ibu Retno.

Tapi untuk mewujudkan setiap mimpinya ini, ia percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan harus mulai dari bawah, dari hal-hal yang kecil. Resepnya adalah menaiki setiap anak tangga dengan optimisme yang utuh.

Dengan prinsip seperti ini, Ibu Retno sangat menikmati usahanya ini ibarat pengunjung warungnya yang melahap teguk demi teguk kuah asam yang ia sajikan.