Maumere, Ekorantt.com – Koordinator Program Pengurangan Resiko Bencana Perkumpulan Tunadaksa Kristiani ( Persani) NTT, Desiderdea Kanni pada Lokakarya Kerangka Kebijakan Pembentukan Layanan Disabilitas di Hotel Sylvia Maumere 2-3 Oktober 2019 mengatakan saat gempa 5 detik awal lakukan 3 B yakni Berlutut, Berlindung, Bertahan sambil Berpegangan.
Desi mengingatkan pada saat gempa jangan cepat panik untuk berlari keluar rumah. Karena jika berada dalam rumah banyak penghalang seperti lemari, televisi, meja kursi, kulkas dan perabot rumah lainnya jika tidak berhati-hati bisa gawat.
Saat gempa lanjut Desi, cabutlah cok yang ada di rumah dan jangan lupa matikan kompor.
“Saat terjadi jangan panik dan barang yang ada di depan mata seperti periuk jadikan sebagai pelindung kepala. Segera menggunakan alas kaki untuk menghindari pecahan kaca, beling dan paku,” kata Desi mengingatkan.
Menyinggung tentang 3 B bagi penyandang disabilitas , Desi yang sudah sepuluh tahun bergabung dengan Persani ini menjelaskan jika difabel tanpa dampingan berada sendiri di rumah atau sedang di tempat tidur bisa menggunakan bantal atau kasur untuk menutup bagian muka tubuh yang paling sensitif.
“Perlu diingat gunakan bantal mengurangi benturan dan tekanan ke tubuh tidak terlalu keras. Sementara dengan dampingan ( kursi roda) tambah Desi mengunci rodanya dan gunakan untuk berlindung. Jika ada pendamping berlindung di bawah meja.
Bagi teman-teman difabel, terang Desi 3 B itu penting ketika berada sendiri di rumah karena yang dilakukan sederhana dan singkat.
“Oleh karenanya pada saat melakukan 3 B berusaha bertahan sambil menunggu intensitas gempa menurun, memanggil kerabat untuk mengevakuasi. Jika ada pendamping selain membantu difabel dia juga harus menyelamatkan dirinya,” jelas Desi.
Sebelum gempa apa yang harus disiapkan? Desi menambahkan penataan kamar tidur steril dari lemari-lemari. Juga isi tas siaga dengan mengisi barang seperti makanan, peralatan P3K, senter, air minum, pakaian dua atau tiga lembar, buku catatan nomor-nomor kontak, pelengkap mandi. Jangan lupa uang, masker dan peluit.
” Jika berada di tempat yang jauh dan ada bunyi peluit maka ada kehidupan di sana sehingga bisa di evakuasi,” kata Desi seraya mengatakan tas siaga itu hendaknya digantung di pintu keluar.
Koordinator Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat Caritas Keuskupan Maumere, Maria Helena sebagai penginisiasi lokakarya ini kepada Ekora NTT mengatakan lokakarya ini diikuti 40 peserta berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sikka, Dinas Sosial Kabupaten Sikka ( TAGANA), PMI Sikka, Forum Peduli Penanggulangan Bencana, Badan SAR Sikka, Forum Bela Rasa Difabel Nian Sikka, Program DRR PSE Caritas, Desa Tangguh Bencana, Relawan SIBAT, Caritas Maumere dan Caritas Germany.
Pertimbangan lain dan manfaat dari lokakarya ini kata Ellen adalah prinsip non diskriminasi dalam penanggulangan bencana. Ada difabel yang tidak dapat mengevakuasi diri sendiri pada saat bencana.
“Tidak semua difabel dapat mengakses informasi tentang bencana. Selain itu belum ada pelatihan evakuasi dan mitigasi bencana bagi difabel dan sering terabaikan dalam kedaruratan bencana. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah melibatkan difabel dalam kerja-kerja penanggulangan bencana,” ujar Ellen.
Yuven