Kupang, Ekorantt.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) akan memberlakukan pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu atau opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) serta kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per 5 Januari 2025.
Plt. Kepala Badan Aset Daerah Provinsi NTT, Dominikus Payong kepada wartawan di Kupang pada Selasa, 10 Desember 2024, menjelaskan dasar penetapan tarif dan opsen pajak kendaraan bermotor adalah UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Kemudian diturunkan dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selanjutnya dijabarkan oleh Pemprov NTT melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024, pemerintah telah menetapkan tarif PKB sebesar 2 persen. Sedangkan untuk tarif Bea Balik Kendaraan Bermotor Pertama (BBMKB 1) menjadi 12 persen. Perda ini juga mengatur tentang denda keterlambatan yakni sebesar satu persen.
Payong juga menjelaskan tentang opsen tambahan pungutan atas kendaraan bermotor yang ditetapkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pemberlakuan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 66 persen.
“Jadi ada peningkatan biaya pembayaran pajak kendaraan bermotor per 5 Januari 2025 karena ada amanat undang-undang dan Perda,” ujar Payong di Kupang pada Selasa, 10 Desember 2024.
Ia mengaku telah melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota terkait tidak lagi melakukan pembagian hasil.
Karena itu, Payong meminta pemerintah kabupaten/kota lebih proaktif dengan Samsat kabupaten/kota dalam melakukan pemungutan pajak kendaraan bermotor.
Penyuluh perpajakan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, Jupiter mengatakan, tarif pajak baru yang telah ditetapkan tidak diberlakukan pada semua lini.
“Jadi ada fasilitas barang atau jasa yang tidak terkena PPN seperti pendidikan, kesehatan, jasa keuangan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tarif yang tidak kena PPN dan dibebaskan adalah barang kebutuhan pokok.
“Jadi pada dasarnya penyesuaian tarif ini tidak akan berpengaruh pada masyarakat menengah ke bawah. Jadi tidak perlu takut,” tutupnya.