Ruteng, Ekorantt.com – Proyek pembangunan geotermal di Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur tidak masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) pada masa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menyusun 77 paket PSN yang menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Dalam dokumen RPJMN 2025-2029 yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025, daftar PSN ini bersifat indikatif dan dapat mengalami perubahan atau penambahan, tergantung pada evaluasi dan penilaian yang mempertimbangkan kesiapan proyek, ketersediaan dana, serta persetujuan dari Presiden.
Sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, daftar indikasi PSN 2025-2029 dalam dokumen RPJMN Perpres 12/2025 yang secara rinci disebutkan berlokasi di NTT hanya pembangunan bendungan Mbay, Kaupaten Nagekeo, dengan pelaksana Kementerian Pekerjaan Umum, serta program hilirisasi kelapa dan rumput laut.
Sementara Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit menyebut proyek geotermal Poco Leok merupakan Proyek Strategis Nasional. Itulah alasannya ia tetap kekeh mempertahankan Surat Keputusannya bernomor HK/417/2022, yang diterbitkan pada 1 Desember 2022, tentang lokasi pengeboran untuk perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di wilayah Poco Leok.
“Tolong pahami juga posisi saya dalam 2-3 tahun yang lalu. Aturannya masih sama, kepala-kepala daerah yang tidak menjalankan proyek strategis nasional itu bisa diberhentikan,” ujar Nabit kepada massa aksi dari Aliansi Pemuda Poco Leok di Kantor Bupati Manggarai pada Senin, 3 Maret 2025 lalu.
“Tapi ini bukan soal diberhentikan atau tidak. Itu bukan soal itu, ya. Soalnya bukan soal itu kemudian. Tetapi itu posisi pemerintah pada saat itu, ya. Tapi paling penting bagi saya adalah pemahaman bahwa kegiatan ini penting untuk penyediaan energi bagi masyarakat Manggarai,” imbuh dia.
Namun, pernyataan Bupati Nabit mendapat tanggapan keras dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah Staf Advokasi, Kampanye, dan Pengorganisasian Rakyat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT, Gres Gracelia.
Menurut Gres, Bupati Nabit dipilih langsung oleh masyarakat Manggarai, bukan oleh pemerintah pusat.
Nabit seharusnya tidak perlu takut diberhentikan oleh pemerintah pusat jika memutuskan untuk mendengarkan aspirasi warganya.
“Ini adalah pernyataan yang sangat keliru bagi seorang kepala daerah yang seharusnya melindungi warganya,” tegas Gres.
“Siapa yang sebenarnya diuntungkan dari proyek ini? Apakah Bupati Manggarai tidak memiliki posisi tawar di hadapan pemerintah pusat?” tambahnya.

Senada, Praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum, menganggap alasan yang diberikan Nabit mencerminkan karakter yang lebih mengutamakan jabatan daripada membela kepentingan rakyatnya.
“Ini alasan ini kan menunjukkan bahwa dia memang orang yang hanya ingin untuk menjabat itu. Dia akan mengejar proyek-proyek, mengejar proyek-proyek untuk jabatannya itu, dia takut dipecat. Bukan untuk melayani masyarakat,” tegasnya kepada wartawan pada Jumat, 7 Maret 2025.
Menurut Edi, alasan tersebut juga memperlihatkan bahwa Bupati Nabit tidak memahami prosedur atau aturan terkait pemecatan kepala daerah.
Edi menjelaskan, pemecatan seorang kepala daerah bisa dilakukan melalui DPRD jika terbukti melanggar Undang-undang Dasar atau peraturan yang berlaku, atau melanggar sumpah jabatan.
Dia menambahkan, pencabutan rekomendasi terkait proyek geotermal Poco Leok sebenarnya tidak melanggar Undang-undang apapun.
“Undang-undang apa yang dilanggar sama dia? Hery Nabit dipilih langsung oleh masyarakat. Oleh karena itu tidak perlu takut sebenarnya. Presiden juga tidak akan mungkin langsung memecat dia kalau dia mencabut atau menunda itu dengan alasan atas desakan masyarakat,” ungkapnya.
Menentang Keras
Koordinator aksi Aliansi Pemuda Poco Leok, Kristianus Jaret menyatakan, mayoritas warga Poco Leok yang bekerja sebagai petani menentang keras proyek geotermal yang direncanakan di daerah mereka.
Kristianus, yang akrab disapa Tino, dengan tegas menyatakan, “Jangan bawa barang haram ke Poco Leok” sebagai bentuk penolakan terhadap proyek tersebut.
Tino menambahkan, penolakan terhadap proyek geotermal tidak hanya terjadi di Poco Leok, tetapi juga di berbagai daerah lainnya, bahkan hingga ke luar negeri.
Ia menilai proyek tersebut lebih untuk kepentingan bisnis daripada untuk kebutuhan listrik masyarakat.
Tino juga mengkritik Bupati Nabit yang dinilai tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, menyebutkan bahwa proyek ini hanya menjadikan ruang hidup mereka sebagai ladang bisnis untuk PLN, yang menurutnya adalah sebuah “dosa ekologis.”
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh proyek geotermal terhadap ruang hidup dan hasil pertanian masyarakat Poco Leok.
Tino menegaskan, keputusan penetapan lokasi proyek oleh PT PLN dan Pemkab Manggarai dianggap dilakukan secara sepihak, tanpa melibatkan partisipasi publik, khususnya masyarakat adat Gendang Poco Leok.
Tino menambahkan, meskipun masyarakat Poco Leok telah berulang kali menyampaikan protes kepada PT PLN dan Kementerian ESDM di Jakarta, suara mereka tidak mendapat tanggapan yang memadai.
Bahkan, pada Agustus 2023, masyarakat adat melakukan aksi protes langsung kepada Bupati Manggarai, namun hanya dapat bertemu dengan wakil bupati.
Selama proses sosialisasi dan pelaksanaan proyek, Tino mengaku kaum perempuan dan masyarakat adat di Poco Leok sering menjadi korban kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh aparat gabungan yang terdiri dari Pol-PP, Kepolisian, TNI, dan Pemerintah Daerah Manggarai.
Sejak Februari 2023, tercatat sudah ada 28 kali pengadangan terhadap pejabat yang berkunjung ke Poco Leok, yang mengakibatkan beberapa warga terluka.

Sarat Korupsi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan dugaan adanya praktik korupsi di balik rencana pelaksanaan proyek geotermal di Poco Leok. Hal ini mendorong Walhi untuk melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung untuk penyelidikan lebih lanjut.
Walhi mencium adanya indikasi penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintahan yang terlibat dalam proyek tersebut.
“Geotermal Poco Leok di Kabupaten Manggarai diduga kuat sarat dengan tindakan korupsi oknum pemerintahan,” ujar Staf Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga, dalam keterangan pers pada Sabtu, 8 Maret 2025.
PT PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai terkesan memaksa pelaksanaan proyek geotermal di Poco Leok. Padahal, itu berpotensi menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerusakan hutan, lahan pertanian warga, serta dampak buruk terhadap ekosistem sekitar.