Harta Karun Toko Agung Maumere Di-akumulasi dari Keringat Antonius

0

Seorang sopir tua bernama Antonius Yoseph Jogo menggugat Baba Amung.

Baba Amung adalah pemilik Toko Agung yang beralamat di Jalan Don Thomas Nomor 1, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.

Antonius menggugat Baba Amung lantaran tidak membayarnya uang pesangon kerja [Uang Penggantian Hak (UPH), Red] paska dirinya mengundurkan diri pada Januari 2019 lalu.

Antonius sendiri sudah bekerja sebagai sopir di Toko Agung selama 13 tahun 5 bulan.

Ia bekerja di sana mulai dari tahun 2005 hingga Mei 2019.

Antonius bersama Kuasa Hukum-nya Laurentius Weling, S.H. sudah melaporkan kasus ini ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Mereka juga sudah menyurati Presiden Jokowi di Jakarta dengan tembusan surat kepada Gubernur NTT di Kupang, Kadis Nakertrans Provinsi NTT di Kupang, Bupati Sikka di Maumere, dan Kadis Nakertrans Kabupaten Sikka di Maumere.

Namun, hingga detik ini, laporan dan surat itu tidak ditanggapi.

Bagaimana kasus ini dinilai?

Sekurang-kurangnya terdapat dua perspektif melihat kasus ini.

Pertama, dari perspektif politik dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut perspektif ini, di samping berhak mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak (Upah Minimum Provinsi/UMP, Red), Antonius berhak mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sukarela, antara lain dengan cara mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai sopir di Toko Agung milik Baba Amung.

Babu Amung ber-kewajiban memenuhi hak Antonius.

Sementara itu, Negara, dalam hal ini Dinas Nakertrans, Bupati, Gubernur, Menteri, dan Presiden bertugas menciptakan kondisi-kondisi sosial politik sedemikian rupa sehingga hak asasi Antonius dipenuhi (be fulfilled), dilindungi (be protected), dan dihargai (be respected).

Selanjutnya, politik dan HAM di atas kemudian diterjemahkan atau dikonkretisasi ke dalam hukum positif di Indonesia.

Menurut Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU 13/2003, (1) pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).

(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat, pertama, mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri, kedua, tidak terikat dalam ikatan dinas dan ketiga, tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Ada pun Pasal 156 Ayat (4) berbunyi: “Uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pertama, cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, kedua, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja, ketiga, penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) bagi yang memenuhi syarat, dan keempat, hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sementara itu, Pasal 156 Ayat (1) berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.”

Berdasarkan aturan hukum di atas, kita bertanya, apakah Antonius sudah memenuhi tiga (3) syarat pengunduran diri untuk bisa mendapatkan UPH dan/atau uang pisah? Apakah Toko Agung membuat perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama?

Jika pertanyaan-pertanyaan di atas di-afirmasi, maka Antonius BERHAK mendapatkan UPH dan uang pisah.

Sebaliknya, jika pertanyaan-pertanyaan di atas di-negasi, maka kita masuk ke dalam perspektif kedua untuk menilai kasus ini.

Jika perspektif pertama berasal dari tradisi liberalisme, maka perspektif kedua menimba inspirasi dari tradisi sosialisme.

Kaum sosialistis sangat menekankan perbedaan atau diferensiasi kelas sosial di tengah masyarakat.

Misalnya, dalam masyarakat Industri di Inggris semasa Marx (sekitar akhir abad ke-XVIII), terdapat pertentangan kelas antara kapitalis dan proletar.

Kapitalis adalah pemilik alat-alat produksi, sedangkan proletar tidak punya alat produksi.

Kaum proletar harus menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis untuk mendapatkan upah.

Profit kapitalis diperoleh dengan cara menghisap nilai lebih dari tenaga kerja proletar.

Dalam kasus Antonius, sang pemilik alat produksi atau kapitalis adalah Baba Amung, sedangkan si proletar adalah Antonius.

Untuk bisa bertahan hidup, Antonius jual tenaga kerjanya dengan menjadi sopir di Toko Agung.

Antonius lantas mendapat upah atas jasa tenaga kerjanya itu.

Akan tetapi, Toko Agung didirikan untuk mendulang laba atau profit.

Profit Toko Agung diperoleh dari selisih antara pendapatan kotor dan biaya produksi.

Upah Antonius termasuk ke dalam item biaya produksi.

Semakin upah Antonius ditekan serendah mungkin, semakin besar pendapatan kotor dan laba bersih Toko Agung.

Dengan perkataan lain, Toko Agung meraup profit dengan menghisap nilai lebih dari tenaga Antonius.

Nilai lebih dihitung dari selisih antara jumlah tenaga kerja yang dikeluarkan Antonius dan upah yang diterimanya.

Sepanjang 2005 – 2018, dia di-upah Rp840 Ribu per/bulan. Tidak sampai setengah dari UMP NTT 2019 sebesar Rp1.795.000,00.

Dia bekerja mengangkut muatan dari gedung ke toko, gedung ke pelabuhan, dan kontainer kosong ke pelabuhan setiap hari.

Nilai lebih di atas, yakni selisih antara upah sesungguhnya yang mesti diterima Antonius berdasarkan jumlah jam kerja dalam sehari (8 jam sehari) dan upah riil yang diterimanya, kemudian di-akumulasi, di-konsentrasi, dan di-sentralisasi menjadi harta karun Toko Agung.

Akumulasi kekayaan Toko Agung terjadi melalui praktik perampasan (accumulation by dispossession) nilai lebih Antonius.

Dengan corak relasi produksi seperti ini, maka wajar jika Toko Agung menjadi semakin kaya dan Antonius menjadi semakin miskin.

Menurut perspektif sosialistis, keadilan digapai manakala setiap orang sanggup memenuhi kebutuhannya.

Prinsip mereka yang terkenal dari Karl Marx adalah “from each according to his ability, to each according to his needs” atau “dari setiap orang menurut kemampuannya, kepada setiap orang menurut kebutuhannya” (K. Bertens, 2000, p. 99).

Apakah Antonius sudah diperlakukan adil “sesuai kemampuan dan kebutuhannya”?

Sopir Gugat Baba Toko Agung Maumere

0

Maumere, Ekorantt.com – Seorang sopir tua bernama Antonius Yoseph Jogo menggugat Baba Amung.

Baba Amung adalah pemilik Toko Agung yang beralamat di Jalan Don Thomas Nomor 1, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.

Antonius menggugat Baba Amung lantaran tidak membayarnya uang pesangon kerja [Uang Penggantian Hak (UPH), Red] paska dirinya mengundurkan diri pada Januari 2019 lalu.

Antonius sendiri bekerja sebagai sopir di Toko Agung selama 13 tahun 5 bulan.

Ia bekerja di sana mulai dari tahun 2005 hingga Mei 2019.

Dalam “Surat Kuasa” yang diterima Redaksi EKORA NTT, pria tua kelahiran Lela, 8 April 1958 ini sudah menunjuk Laurensius S. Welling, S.H. menjadi kuasa hukumnya.

Dalam surat kuasa tersebut, Antonius selaku PEMBERI KUASA memberi kuasa kepada Laurensius S. Weling selaku PENERIMA KUASA untuk mendampingi, membeli, mengurus, dan mengambil tindakan hukum seperti membuat surat-surat, menghadap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan penjabat sipil yang terkait dengan masalah, melakukan mediasi, serta menghadap di muka pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian berkaitan dengan masalah uang pesangon kerja yang tidak dibayar oleh Baba Amung.

Dalam sebuah surat tentang “Permohonan Penyelesaian Uang Pesangon” yang dibuat di Maumere, 2 Agustus 2019, Antonius juga sudah menyurati Presiden Jokowi.

Dalam surat tersebut, Antonius memohon Presiden Jokowi untuk “segera mengambil sikap dalam kasus ini karena ketidakseriusan dalam proses sampai ke Dinas Naketrans Kabupaten Sikka Propinsi Nusa Tenggara Timur.”

Antonius juga meminta Presiden Jokowi untuk “menyampaikan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Dinas Nakertrans Propinsi NTT dan Kabupaten Sikka agar saya bisa mendapatkan Uang Pesangon dari Baba Amung Pemilik Toko Agung.”

Tembusan surat itu disampaikan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta, Gubernur NTT di Kupang, Kadis Nakertrans Provinsi NTT di Kupang, Bupati Sikka di Maumere, Kadis Nakertrans Kabupaten Sikka di Maumere, Penasihat Hukum/Advokat, dan para wartawan.

Sehari sebelumnya, yakni pada tanggal 1 Agustus 2019, Laurensius S. Welling selaku Kuasa Hukum Antonius juga menyurati Presiden Jokowi.

Dalam surat itu, Laurensius juga memohon Presiden Jokowi untuk memberitahukan kasus ini kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Gubernur NTT, Dinas Nakertrans Provinsi NTT, Bupati Sikka, dan Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka agar menyelesaikan kasus ini.

Kepada Presiden Jokowi, advokat yang beralamat di Jalan Moan Subuh, RT 02 Dusun Nara I, Desa Lepolima, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka ini menyampaikan delapan (8) poin sebagai berikut.

Pertama, Antonius Yoseph Jogo adalah seorang sopir pada Toko Agung milik Baba Amung yang sudah bekerja selama 13 tahun 5 bulan.

Kedua, karena sudah tua, Antonius pun meminta berhenti atau istirahat bekerja sebagai sopir pada Toko Agung milik Baba Amung.

Ketiga, Baba Amung tidak mau membayar uang pesangon kepada Antonius. Ia malah menyuruh Antonius melapor saja kasus itu ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Keempat, Antonius sudah melaporkan kasus ini ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka. Namun, sampai sekarang, dinas tidak memberi jawaban yang pasti.

Kelima, diduga, Antonius dan semua pekerja lain di Toko Agung milik Baba Amung tidak pernah menandatangani kontrak kerja dan/atau membuat perjanjian kerja dengan Baba Amung.

Keenam, Baba Amung tidak pernah memberikan kuitansi pembayaran honor atau gaji kepada para pekerja pada saat pemberian uang honor atau gaji.

Ketujuh, para pekerja yang bekerja di Toko Agung diberikan gaji per/minggu.

Kedelapan, Antonius meminta uang pesangon agar bisa menikmati hari tuanya bersama keluarga.

Kronologi

Antonius sendiri menjelaskan kronologi kasusnya tersebut di atas sebagai berikut.

Pada tanggal 9 Januari 2019, dirinya meminta berhenti bekerja dan mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai sopir di Toko Agung Baba Amung.

Dia sudah bekerja selama 13 tahun 5 bulan di Toko Agung.

Sesudah memutuskan berhenti bekerja, dia pun berpamitan dengan Baba Akin atau Rudi di Toko Agung.

Baba Akin  atau Rudi adalah putra Baba Amung.

Alasan dia minta berhenti bekerja karena umur sudah tua. Dia juga mau istirahat.

Dia kemudian minta uang pesangon.

Namun, Baba Amung melalui putranya Baba Akin atau Rudi tidak memenuhi permintaannya tersebut.

Baba Amung malah memintanya melaporkan kasus itu ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Pada Bulan April 2019, Antonius mengadukan kasusnya ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Terjadi percakapan berikut ini.

Antonius: “Bagaimana dengan saya kerja sekian tahun saya tidak dapat apa-apa?”

Dinas Nakertrans: “Pamit dengan siapa?”

Antonius: “Dengan anaknya Baba Amung.”

Dinas Nakertrans: “Bapak ke Toko pamit dengan Baba Amung.”

Kemudian, pada tanggal 26 Juni 2019, Antonius menemui Baba Amung.

Namun, Baba Amung berkata kepadanya, “Kau kerja di pelayaran baru kau datang minta uang di saya.”

Baba Amung kemudian menyuruh Antonius untuk melaporkan kasus itu ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.

Pada 15 Agustus 2019 sekitar pukul 17.00 WITA, EKORA NTT mencoba menemui Baba Amung di Toko Agung di di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.

Namun, kami tidak bisa bertemu langsung Baba Amung.

Kami hanya bisa menemui Baba Akin  atau Rudi, putra kandung Baba Amung.

Baba Akin menerima kami di ruang kerjanya di Toko Agung.

Saat itu, dia sedang duduk dan mencatat sesuatu di meja kerjanya.

Tampak beberapa karyawati Toko Agung sibuk melayani pembeli.

Kami menceritakan kronologi kasus Antonius.

Baba Akin mengatakan, ayahnya, Baba Amung, sedang berada di Surabaya.

Dia berjanji akan menyampaikan kasus Antonius ke ayahnya itu.

“Ini orang kan lagi ke Surabaya. Nanti saya sampaikan saja,” kata dia.

Dia tidak menjawab lebih lanjut lagi pertanyaan-pertanyaan yang coba kami kemukakan.

Dia juga tidak memberi nomor kontaknya kepada kami.   

“Nanti saya sampaikan saja,” pungkasnya mengakhiri wawancara singkat sore itu.

Berikut Redaksi lampirkan upah dan beban kerja Antonius selama.

Berikut Redaksi lampirkan upah dan beban kerja Antonius selama bekerja sebagai sopir di Toko Agung Baba Amung periode 2005 – 2019.

Uang Penggantian Hak

Hasil telusuran EKORA NTT menunjukkan, kasus pengunduran diri karyawan yang dilakukan secara sukarela diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU 13/2003 sebagai berikut.

  1. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).
  2. Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  3. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat: (a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; (b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan (c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
  4. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Ada pun Pasal 156 Ayat (4) berbunyi: “Uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
  3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) bagi yang memenuhi syarat;
  4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sementara itu, Pasal 156 Ayat (1) berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima.”

Dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pengunduran diri masuk ke dalam kategori Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sukarela.

Teolog Stephen Bevans: STFK Ledalero Mesti Ikuti Jejak Paus Fransiskus

Ledalero, Ekorantt.com – Teolog Katolik Pater Profesor Stephen Bevans, SVD mengajak Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero mengikuti haluan arah profetis dan apostolik yang telah ditorehkan oleh Paus Fransiskus.

Ajakan teolog kondang ini disampaikan dalam simposium internasional di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero, Maumere, Flores, NTT, Rabu (4/9/2019).

Dalam simposium memperingati 50 tahun atau emas STFK Ledalero itu, Bevans membawakan makalah berjudul “Pope Francis and Inculturation” atau “Paus Fransiskus dan Inkulturasi.”

Berikut Redaksi jabarkan garis besar pemikiran Bevans.

Dalam bagian pengantar, Bevans membuat perbandingan antara Paus Fransiskus dan Paus Benediktus XVI.

Bevans antara lain menggambarkan Benediktus sebagai paus yang “khawatir terhadap inkulturasi”, sedangkan Fransiskus sebagai paus yang “sebaliknya merangkul inkulturasi sebagai cara berteologi dan cara menyajikan ajaran Gereja dalam dunia dewasa ini.”

Di bagian ini, Bevans menjelaskan fokus uraiannya, yaitu menelisik cara Paus Fransiskus merangkul inkulturasi sebagai cara berteologi dan cara menyajikan ajaran Gereja.

Ada pun metodologi yang dia tempuh adalah mengkaji secara terperinci tiga (3) dokumen utama Paus Fransiskus, yaitu Evangelii Gaudium (Suka Cita Injil), Laudato Si (Bersukacita-lah), dan Amoris Laetitia (Sukacita Kasih), mengomentari secara singkat motu proprio Magnum Principum dan perjalanan singkat Paus Fransiskus ke Myanmar pada 2017, serta meninjau imbauan apostolik Christus Vivit yang ditulis Paus Fransiskus setelah Sinode Kaum Muda tahun 2018. 

Makalah Bevans, yang pdf-nya bisa diunduh di sini, dibagi ke dalam lima (5) bagian utama.

Bagian pertama, “Evangelii Gaudium: Inkulturasi dan Evangelisasi” berbicara tentang hubungan antara inkulturasi dan evangelisasi.

Pada bagian pertama dokumen ini, Fransiskus ajak Gereja Katolik taruh perhatian pada globalisasi ketidakpedulian, sistem keuangan yang memberhalakan uang, ketidaksetaraan yang membuahkan kekerasan, relativisme, fundamentalisme, fanatisme, dan persoalan urbanisasi.

Pada bagian kedua, Fransiskus antara lain mengkritik kecenderungan beberapa pemimpin Gereja Katolik yang beri “perhatian yang berlebihan akan liturgi, doktrin dan akan gengsi Gereja, tetapi tanpa kepedulian apa pun agar Injil memiliki dampak nyata pada umat Allah dan kebutuhan konkret masa kini” (EG 95).

Bevans membahasakannya sebagai “kurangnya ikhtiar untuk mencoba melakukan evangelisasi sebagai inkulturasi.”

Selanjutnya pada Bab III Evangelii Gaudium, Fransiskus menegaskan bahwa evangelisasi yang sesungguhnya hanya dapat terjadi sebagai atau melalui inkulturasi. Atau dalam bahasa Bevans, evangelisasi berarti “senantiasa berteologi dengan menghargai kehadiran Allah dalam budaya, bahkan ketika kehadiran itu disimpang/terdistorsi.”

Fransiskus juga mendiskusikan kriteria sebuah homili yang baik. Menurut dia, homili yang baik “berasal dari kontemplasi atas firman dan kontemplasi tentang umat.”

Selanjutnya, pada bagian kedua, “Laudato Si: Menggunakan Metode Inkulturasi”, Bevans membicarakan Laudato Si Paus Fransiskus, yang ia sebut sebuah “mahakarya inkulturasi.”

Menurut Bevans, Fransiskus memahami penghancuran “rumah kita bersama” sebagai salah satu krisis paling penting dewasa ini. Krisis ekologis membawa Gereja beserta seluruh tradisinya untuk melakukan dialog dengannya.

Menurut Bevans, ensiklik Laudaro Si Paus Fransiskus menggunakan metode “Melihat – Menilai – Bertindak.”

Dengan melihat, Fransiskus mendiagnosis berbagai akar atau sebab-sebab krisis ekologis.

Dengan menilai, berdasarkan fakta-fakta yang sudah dilihat, Fransiskus bikin refleksi alkitabiah-teologis tentang “Kabar Baik Penciptaan.” Menurut Bevans, sasaran Fransiskus adalah “merumuskan sebuah “ekologi yang integral” yang berupaya menyeimbangkan kepedulian manusia untuk suatu kehidupan yang baik dan bahagia bersama dengan kebutuhan untuk kelestarian lingkungan.”

Dengan bertindak, Fransiskus merumuskan “Beberapa Pedoman untuk Orientasi dan Aksi”dan cara-cara memajukan pendidikan ekologi.  

Bagian ketiga “Amoris Laetitia: Inkulturasi Mengisyaratkan Sikap Berani Ambil Risikoberbicara tentang langkah berani Fransiskus melakukan teologi kontekstual dalam kaitannya dengan fokus pelayanan kepausannya pada kerahiman Allah.

Atas dasar kerahiman Allah, Fransiskus berusaha menemukan cara-cara baru menyangkut partisipasi sakramental penuh dalam Gereja Katolik bagi para perempuan dan lelaki yang hidup bersama tanpa menikah atau yang telah menikah dan bercerai lagi tanpa anulasi atau pembatalan resmi atas perkawinan gerejawi mereka.

Bevans menggambarkan keberanian Fransiskus ini sebagai “menciptakan sensasi.”

Sebab, di satu sisi, terdapat begitu banyak perempuan dan lelaki dalam Gereja Katolik yang bersukacita dengan sikap progresif paus tersebut.

Namun, di sisi lain, sikap berani ambil risiko paus bernama asli Mario Borgoglio itu memanen kritik pedas dari kalangan Katolik konservatif.  

Mengutip Evangelii Gaudium, Bevans berpendapat, metode inkulturasi dari Paus Fransiskus butuh nyali atau keberanian ambil risiko.

Bagian keempat Magnum Principium dan Perjalanan ke Myanmar: Peka terhadap Konteks Lokal” berbicara tentang kepekaan Fransiskus terhadap konteks misi di Gereja-Gereja lokal.

Dalam sebuah dekret berjudul Magnum Principium, Fransiskus mengubah rumusan sebelumnya yang mengatakan bahwa “Vatikan (melalui kongregasi untuk Ibadat Ilahi) mesti menyetujui setiap penyesuaian dan terjemahan Liturgi Romawi dari teks Latin normatif” menjadi “Vatikan mengakui dan mengesahkan penyesuaian dan terjemahan yang telah disetujui oleh Konferensi Uskup setempat.”

Bevans menegaskan, dengan kata lain, Gereja lokal-lah yang punya kata akhir dalam hal variasi dan terjemahan menyangkut Liturgi.

Fransiskus amat menekankan otonomi Gereja-Gereja lokal.

Menurut Bevans, kepekaan Fransikus terhadap konteks lokal juga ditunjukkan dalam kunjungannya ke Myanmar. Ia menggunakan frasa “kehadiran Allah dewasa ini juga disebut Rohingya” begitu ia tiba di Bangladesh usai kunjungan ke Myanmar.

Akhirnya, bagian kelima “Inkulturasi dan Christus Vivit” mendiskusikan sikap Fransikus terhadap kaum milenial atau orang-orang muda.

Bevans tunjukkan tiga contoh.

Pertama, Fransiskus menulis Seruan Apostolik Pasca-Sinode ini dalam gaya obrolan dan bersahabat. Misalnya, “jangan hidup seperti orang dibius.”

Kedua, Fransiskus ceritakan contoh orang-orang muda yang digelari kudus seperti Carlo Acutis dan Maria Gabriella Perin.

Ketiga, Fransiskus pakai metafora dari dunia komputer yang bisa bikin ngakak orang muda. Misalnya, memori Allah digambarkannya sebagai hard disk yang merekam dan menyimpan semua data kita. Tetap terhubung dengan Tuhan diibaratkanya sebagai “terus-lah online”. Atau ungkapan lainnya, “Hidup bukan keselamatan di awan dan menunggu untuk diunduh, sebuah aplikasi baru yang hendak dipasang.”

Akhirnya, pada bagian penutup, Bevans tegaskan sekali lagi keyakinan teologisnya bahwa “sebenarnya tidak ada yang namanya teologi; yang ada hanyalah teologi kontekstual. Dengan kata lain, kita hanya dapat berteologi dengan berkomitmen pada inkulturasi.”

Simposium hari pertama 50 tahun STFK Ledalero ini juga menghadirkan Teolog Asia Pater Dr. John Mansford Prior, SVD sebagai penanggap dan Dosen STFK Ledalero Drs. Alfonsus Mana, Lic. sebagai moderator.

Besok, Kamis, (5/9/2019), simposium internasional di seminari terbesar di dunia ini akan menghadirkan lagi para pembicara seperti Dosen Universitas Katolik Atma Jaya Yeremias Jena, Direktur Vivat Internasional Indonesia Paul Rahmat, Ketua “Indonesian Consortium for Religious Studies/ICRS” Romo Martinus Joko Lelono, Dosen STFK Ledalero Dr. Puplius Meinrad Buru, Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado Dr Josef Richard Raco, Dosen STFK Ledalero Dr. Otto Gusti N. Madung, Dosen Universitas Gajah Mada Khanis Suvianita, Dosen STFK Ledalero Emilianus Y.S. Tolo, Jefri S.C., dan Petrus Tan.

Akhirnya, lusa, Jumat (6/9/2019), Superior General SVD Dr. Paul Budi Kleden dan Rektor “Syarif Hidayatulah State Islamic Jakarta” Prof. Azyumardi Azra akan tampil sebagai pembicara.

Ayo, para pembaca Ekorantt.com, pergilah ke Bukit Ledalero!

Makalah Bevans bisa diunduh di sini.

Makalah lengkap Bevans bisa Saudara unduh di sini.

Bupati Agas Andreas Lantik Dua Pejabat Eselon II Matim

0

Borong, Ekorantt.com – Bupati Agas Andreas, SH, M.Hum kembali melantik dua Pejabat eselon II tingkat Kabupaten Manggarai Timur( Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT). Pelantikan dan pengambilan sumpah janji jabatan bagi dua Pejabat Eselon II Matim itu berlangsung di ruang rapat lantai dua kantor Bupati Matim pada Selasa, (3/09/2019).

Kedua pejabat pimpinan tinggi pratama yang dilantik Bupati Agas Andreas adalah Ir. Donatus Datur dari jabatan lama sebagai Kepala Dinas Pangan Kabupaten Manggarai Timur menjadi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai Timur, dan  Drs. Fransiakus Petrus Sinta dari jabatan lama sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja menjadi Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Manggarai Timur.

Bupati Manggarai Timur Agas Andreas, SH,M.Hum dalam sambutannya menjelaskan, pelantikan dan pengambilan sumpah hari ini merupakan salah satu tahapan dari keseluruhan tahapan proses Uji Kesesuaian dan Pemetaan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang telah dilakukan sejak bulan Juli 2019 yang lalu.

Para pejabat pimpinan tinggi pratama yang dilantik hari ini telah melewati tahapan uji kompetensi yang menilai kesesuaian antara kualifikasi dan kompetensi para pejabat yang bersangkutan dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas jabatan.

Bupati Agas secara khusus menyoroti tugas jabatan kepala dinas Perdangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Ia menegaskan kepada dinas tersebut harus betul-betul memegang amanah. Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah adalah dinas yang bergerak di bidang ekonomi dan sangat penting serta berpengaruh bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Bupati Agas menegaskan, target  pertumbuhan ekonomi Manggarai Timur harus betul-betul baik supaya ekonomi Matim di tahun 2023 bisa mencapai 90 persen.

“Salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi Manggarai Timur adalah ekspor. Kemarin kami membahas masyarakat ekonomi NTT di setiap daerah. Di setiap desa harus dibentuk BUMDes-nya. Yang menjadi andalan kita orang Manggarai Timur adalah kopi. Untuk itu, kita harus jaga dan merawat kopi kita agar bisa diekspor ke luar daerah”, ungkap Agas.

Kata Bupati Agas, selain meningkatkan ekspor kopi, perekonomian Matim juga bisa digenjot melalui usaha peternakan. Peternakan di Matim menjadi salah satu indikator utama pertumbuhan ekonomi. Ia juga berharap Kabupaten Manggarai Timur bisa menjadi kabupaten koperasi. 

Kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang baru dilantik, Bupati Agas mewanti-wanti kinerjanya berkaitan dengan upaya penanganan sampah plastik.

 “Tugas anda adalah bebaskan Kota Borong dari masalah sampah baik itu sampah plastik maupun sampah-sampah yang lain yang ada di Borong. Harus ada sosilisasi dan pengadaan tempat sampah umum. Tempat sampah harus disadari betul fungsinya sebagai wadah pembuangan sampah bagi masyarakat kota Borong”, ujar Bupati Agas.

Bupati Agas juga berharap agar program penghijauan segera dilakukan di wilayah Borong. Hal ini perlu dibuat demi menjaga keasrian dan kesejukan kota. Ia ingin agar kota Borong dan Matim secara umum terkenal karena kekhasannya sebagai kota hijau.

Mulia Donan

Wolobobo, Sebuah Negeri di atas Awan

Bajawa, Ekorantt.com – Bukit wisata Wolobobo akhir-akhir ini begitu populer di sosial media. Sejak mulai ramai dipublikasikan pada pertengahan tahun 2017 lalu, bukit yang terletak di Desa Turekisa, Kecamatan Golewa Barat, Kabupaten Ngada, Flores-Nusa Tenggara Timur ini kian merangsang rasa penasaran para traveler dan fotografer, baik lokal maupun mancanegara. Para wisatawan belakangan mulai ramai, silih berganti datang mengunjungi tempat ini.

Panorama dari atas Bukit Wolobobo begitu memanjakan mata. Gunung Inerie yang dibiasi kabut dan awan, menjulang tinggi ke angkasa, memberikan kesan mewah sekaligus sederhana. 

Sejauh mata memandang, terlihat hamparan pepohonan hijau berselimut kabut yang kadang tebal, kadang tipis. Kabut-kabut tipis dan tebal itu memayungi ngarai-ngarai dan lembah, membentuk serupa sebuah danau putih yang luas dan dalam. Orang seakan-akan dirangsang untuk terjun dan berenang, menerobos kabut-kabut tersebut.

Keasrian Wolobobo sungguh memiliki pesona dan daya pikat yang luar bisa kuat. Ia seolah sebuah negeri di atas awan. Begitu damai dan tenang.

Di bukit ini, telah disediakan sejumlah lopo dan saung sebagai tempat rehat bagi pengunjung.

Beberapa pengunjung menjadikannya sebagai tempat menyantap bekal bersama keluarga. Yang lain menjadikannya tempat ngobrol dan diskusi. Anak-anak muda, entah yang berpasangan maupun yang jomblo ber-wefie ria di sekitarnya. Dari bukit ini pemandangan kota Bajawa dan Gunung Inerie bisa dijadikan background yang bagus untuk memperindah foto-foto pribadi dan memenuhi feed instagram. 

Pengunjung tak perlu khawatir pada akses jalan menuju bukit Wolobobo. Dari kota Bajawa, dibutuhkan kurang lebih 15 menit perjalanan menuju tempat ini. Kondisi jalan menuju Wolobobo pada umumnya baik. Meski di beberapa bagian, masih terdapat jalan yang rusak dan berlubang.

Sebelum sampai ke puncak, pengunjung akan melintasi jalan-jalan yang menanjak dan berkelok. Di kanan dan kiri jalan, berbagai pemandangan dahsyat, entah alam, entah kehidupan masyarakat sekitar dengan karakater budaya yang khas  dapat dijumpai dengan mudahnya.

Dedimus Sendi, salah satu pengunjung berpendapat bahwa keindahan Wolobobo sangat cocok untuk refreshing, baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Ia berharap agar keasrian tempat ini tidak dirusak oleh sampah-sampah para wisatawan.

Melalui Ekorantt.com, ia menitip pesan kepada  setiap pengunjung untuk tetap menjaga kebersihan, sehingga keindah bukit Wolobobo tetap terawat, asri, dan lestari.

“Saya merasa begitu bahagia berkunjung ke tempat yang indah seperti ini”, ujarnya.

Lebih lanjut, Sendi juga berharap agar Pemerintah Daerah Ngada melalui dinas-dinas terkait bisa memperhatikan akses jalan menuju Wolobobo. Di beberapa bagian, masih terdapat banyak lubang dan kerusakan.

“Jalan ke tempat ini masih rusak. Semoga pemerintah bisa lebih memperhatikannya”, pungkas pria kelahiran Manggarai Timur itu.

Adeputra Moses

Jaring 267 Kendaraan, Polantas Sikka Tilang Pengendara di Bawah Umur

0

Maumere, Ekorantt.com – Sejak 29 Agustus 2019 hingga 2 September 2019, Polantas Polres Sikka sudah menjaring 167 kendaraan dalam Operasi Patuh Turangga 2019.

80 persen kendaraan yan terjaring adalah kendaraan roda dua.

20 persen sisanya merupakan kendaraan roda empat.

Operasi Patuh Turangga merupakan operasi cipta kondisi menjelang akhir tahun yang dilakukan secara serentak oleh Kepolisian Republik Indonesia.

Operasi patuh di Kabupaten Sikka dimulai sejak tanggal 29 Agustus hingga 11 September 2019.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Satuan (Kasat) Lalu Lintas Polres Sikka, AKP. Ruliyanto J.P. Pahroen, S.IK saat ditemui EKORA NTT di ruang kerjanya, Senin (2/8).

Menurut Ruli, titik operasi berubah-ubah.

Polisi memprioritaskan tempat-tempat yang rawan kecelakaan dan banyak pelanggaran.

Selain itu, polisi juga akan melakukan sweeping di daerah-daerah perbatasan antarkabupaten.

Sebab, ada indikasi banyak kendaraan bodong dari luar. 

Ruli memaparkan, ada sembilan (9) sasaran prioritas operasi patuh yaitu, pengemudi anak di bawah umur, melawan arus, tidak menggunakan helm SNI, melebihi kecepatan maksimal, menggunakan hand phone saat berkendaraan, menggunakan lampu rotator dan sirene untuk kendaraan pribadi, menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan teknis dan layak jalan, berkendaraan di bawah pengaruh alkohol, dan kelengkapan surat-surat berkendaraan.

Menurut Ruli, selain razia kendaraan, Satlantas Polres Sikka juga melakukan sosialisasi dan edukasi bagi para pelajar agar tertib berlalu lintas.

Menurut Ruli, di Kabupaten Sikka, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas masih tinggi.

Korban terbanyak adalah penduduk usia produktif.

Dalam pelaksanaan Operasi Patuh Turangga 2019, Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Kepolisian Resort (Polres) Sikka menemukan pelanggar lalu lintas di bawah umur.

Ada pun jenis pelanggaran yang dilakukan antara lain adalah kelengkapan surat-surat seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan SIM.

Polisi menjaring enam orang pelajar SMP.

Mereka membonceng satu motor tiga orang atau yang akrab disebut gonceng tiga orang (GTO).

Para pengemudi di bawah umur ini ditilang untuk menimbulkan efek jera.

Selain itu, penilangan juga dilakukan untuk memberikan edukasi bagi para pengendara kendaraan bermotor di bawah umur lainnya.

AKP Ruli mengatakan, para pengendara di bawah umur itu harus membawa serta kedua orang tuanya saat mengambil atau mengurus surat tilang.

Dengan demikian, polisi bisa menyampaikan teguran langsung kepada orang tua.

“Mungkin sebagai bentuk kasih sayang anak, maka orang tua membekali anak dengan kendaraan. Namun, kasih sayang itu justru mengorbankan masa depan anak,” tandas AKP Ruli.

Menurut AKP Ruli, pihaknya akan mendatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan pihak sekolah.

MoU tersebut bermaksud agar sekolah dan orangtua melarang anaknya mengemudikan sepeda motor sebelum mereka memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Ruli menghimbau warga Kabupaten Sikka tertib berkendaraan. 

Masyarakat Kabupaten Sikka juga diharapkan menjadi pelopor dan pionir dalam kedisiplinan berlalu lintas. (yop)

Tanggapan Jaringan Anti Korupsi Yogyakarta Terhadap Seleksi Calon Pimpinan KPK

0

Yogyakarta, Ekorantt.com – Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK telah menetapkan sepuluh nama peserta yang lolos yang kemudian memasuki tahap seleksi uji publik dan wawancara. Namun, Jaringan Anti-Korupsi (JAK) Yogyakarta mencatat beberapa permasalahan dari proses seleksi calon pimpinan KPK tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh EKORA NTT, terdapat 4 poin penting yang dikemukakan oleh JAK Yogyakarta berkenaan dengan itu.

Pertama, pansel lagi-lagi tidak mempertimbangkan syarat laporan harta kekayaan calon pimpinan KPK dalam proses seleksi. Ketentuan Pasal 29 angka 11 UU KPK menyebutkan bahwa laporan harta kekayaan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi calon pimpinan KPK.

Sementara pansel capim KPK justru masih bersikukuh bahwa laporan harta kekayaan calon pimpinan KPK tidak dipersyaratkan dalam seleksi. Langkah pansel yang berencana akan mengganti calon pimpinan KPK jika tidak melaporkan harta kekayaan saat nanti terpilih sangat tidak tepat.

Selain tidak ada mekanisme penggantian calon dalam seleksi pimpinan KPK, tugas pansel selesai saat menyetorkan sepuluh nama hasil seleksi kepada Presiden. Hal ini menunjukan kekeliuran pansel sehingga berpotensi cacat formil, karena tidak sesuai UU KPK.

Kedua, rekam jejak calon pimpinan KPK tidak menjadi pertimbangan penting bagi Pansel. Menurut hasil penelusuran rekam jejak yang disampaikan oleh KPK, masih ada beberapa catatan dari 20 calon pimpinan KPK yang lolos.

Antara lain calon yang tidak taat dalam pelaporan LHKPN, diduga pernah terlibat pelanggaran etik, pernah menghalangi kerja KPK, dan bahkan ada yang diduga pernah menerima gratifikasi. Masukan KPK di atas harusnya menjadi pertimbangan Pansel dalam seleksi.

Akan tetapi Pansel tidak mempertimbangkannya, sehingga masih ada calon dengan banyak catatan yang tetap lolos. KPK perlu terbuka kepada publik mengenai rekam jejak capim KPK. Pansel jika masih punya keraguan terhadap catatan rekam capim dapat mendatangi KPK untuk klarifikasi.

Ketiga, pansel calon pimpinan KPK perlu transparan serta lebih mempertimbangkan masukan publik dalam melakukan proses seleksi. Prinsip transparansi menjadi ketentuan sesuai Pasal 31 UU KPK. Pansel harus menjelaskan kepada masyarakat mengenai kriteria dalam seleksi calon pimpinan KPK. Setelah itu Pansel harus membuka hasil penilaian seleksi.

Keempat, Presiden perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja pansel, sebab banyak kritik dan masukan publik tidak dihiraukan. Presiden harus membuktikan komitmen memperkuat KPK dengan tidak memilih nama-nama capim yang terindikasi bermasalah. Bagaimana pun, hasil kerja pansel menjadi cermin sikap Presiden. Tanpa ketegasan dan kepemimpinan Presiden, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berhasil.

Bangun Jalan dan Jembatan, Pemda TTU Anggarkan Rp66,910 Miliar

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) tahun anggaran 2019 telah mengucurkan anggaran sebesar Rp66.910.000.000,00 untuk membangun jembatan dan jalan raya.

Dari total dana tersebut, sebesar Rp61. 910.000.000,00 akan digunakan untuk melakukan peningkatan ruas jalan sepanjang 31,75 kilometer.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum TTU Yanuarius Salem di ruang kerjanya, Selasa, (3/9/2019).

“Pekerjaan peningkatan jalan di antaranya SP. 3 Kilo meter 5 Ringroad, Universitas Timor, Supun sampai Bunulu, Oesena sampai Tuntun, Nunbai sampai Naijalu’u, Oeprigi sampai Haekto, dan Kukun sampai Maurisu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Yanuarius Salem menjelaskan, pekerjaan peningkatan jembatan menelan biaya Rp5 Miliar.

Dana itu akan digunakan untuk melakukan penggantian jembatan Oenali sepanjang 12 meter, penggantian jembatan Kaenbaun sepanjang 12 meter, pembangunan jembatan Nitoes, pembangunan jembatan Matabesi, dan pembangunan jembatan Boenmes.

“Untuk penggantian dan pembangunan jembatan, total penanganannya 36 meter dengan biaya Rp5 Miliar. Jadi, total anggaran yang dikeluarkan dari pengerjaan jembatan dan jalan raya sebesar Rp66.910.000.000,00,” katanya. (Santos)

Cerita Keluarga Korban Dugaan Malpraktik di Rumah Sakit Leona Kefamenanu

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Kasus dugaan malpraktik yang dilakukan manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu bikin kesal keluarga korban.

Keluarga korban akan menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan.

Sebelumnya, diberitakan bahwa manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu diduga lalai menangani pasien atas nama Abraham Mariano Moni.

Abraham sendiri adalah bayi yang baru lahir pada Minggu, 18 Agustus 2019 lalu.

Akibat kelalaian tersebut, putra dari Tonci Piut Albertus Moni itu meninggal dunia pada Minggu, 25 Agustus 2019.

Tonci adalah warga yang berdomisili di Jalan Diponegoro, RT 011, RW 004, Kelurahan Bansone Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU.

Bayi itu meninggal dunia setelah mengalami demam, perut kembung, serta infeksi pada tangan kanan.

Infeksi tersebut diduga akibat luka bekas jarum infus saat mendapat perawatan di Rumah Sakit Leona Kefamenanu.

“Memang ada kelalaian. Seharusnya yang pasang infus itu dokter yang sudah kompeten. Suntikan untuk pasang infus di anak punya tangan itu ada beberapa dan semuanya akhirnya jadi infeksi,” ujar Tonci saat ditemui wartawan di kediamannya, Senin (2/9/2019).

Ia menuturkan, putranya dilahirkan di Rumah Sakit Leona Kefamenanu pada Minggu, 18 Agustus 2019 melalui operasi caesar dengan berat badan 3,1 Kg.

Beberapa waktu pasca kelahiran, Tonci ditelepon pihak Rumah Sakit Leona di lantai 1.

Saat bertemu dengan dokter, ia diberitahu bahwa bayinya menderita kekurangan albumin sehingga harus diinfus.

“Setelah rawat tiga hari dan diperiksa albumin sudah normal, makanya kami langsung keluar hari Rabu itu. Tapi, ternyata kami keluar itu anak bawa penyakit memang. Kami pikir saja bekas infus itu akan hilang satu atau dua hari, tapi malah lebih parah lagi,” kata dia kesal.

Pasca keluar dari Rumah Sakit Leona, Tonci mengaku bayinya tidak bisa tidur.

Pada Kamis, 22 Agustus 2019, kondisi putranya mulai memburuk.

Bayinya mulai mengalami demam tinggi, perut kembung, serta infeksi pada bekas suntikan infus.

Melihat kondisi putranya tersebut, pada Jumat, 23 Agustus 2019, Tonci dan istrinya kembali membawanya ke Rumah Sakit Leona untuk dirawat.

“Bawa sampai Leona itu, kami tidak dapat pelayanan. Dong (pihak RS Leona) alasan ada rapat di atas. Saya punya anak posisi sekarat tidak ada yang turun untuk ambil tindakan medis, tidak ada sama sekali. Anak punya tangan yang infeksi itu saat itu sudah mulai bernanah dan membatu. Infeksi juga sudah mulai menyebar,” ujarnya.

Tonci menuturkan, lantaran tidak mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Leona, dirinya sempat membawa bayinya ke RSUD Kefamenanu pada Jumat, 23 Agustus 2019 malam.

Namun, karena dokter spesialis anak tidak berada di tempat, bayinya baru dibawa kembali ke RSUD Kefamenanu pada Sabtu, 24 Agustus 2019.

Setelah beberapa waktu mendapatkan pelayanan, bayi Tonci akhirnya menghembuskan napas terakhir pada Minggu, 25 Agustus 2019 dini hari.

“Anak kecil begitu pikul 3 penyakit. Infeksi di tangan, perut kembung, kemudian dia punya panas 38 derajat. Panas 38 derajat waktu itu kami masih tes di Leona dulu. Tapi, setelah ditangani, juga tidak turun-turun. Mungkin Tuhan bilang, dari pada lu (kamu) menderita, nah, biar saya ambil pulang sudah,” tuturnya dengan nada sendu.

Tonci menegaskan, terkait persoalan ini, dirinya sudah membuat laporan di Polres TTU.

Ia berkomitmen akan terus menempuh jalur hukum agar putranya yang meninggal dunia bisa mendapatkan keadilan.

“Saya rasa tidak puas. Saya tidak akan mengalah dengan ini kasus. Kalau tidak ada proses hukum, berarti saya akan pakai saya punya cara sendiri,” tegasnya.

Kapolres TTU AKBP Rishian Krisna Budhiaswanto saat dikonfirmasi membenarkan adanya laporan polisi terkait kasus tersebut.

Kapolres Rishian mengaku, saat ini laporan itu sudah ditangani dan sedang dalam proses penyelidikan bagian Reskrim Polres TTU.

“Sudah ada laporan terkait hal tersebut, dan sudah dalam penyelidikan Satreskrim Polres TTU,” ujarnya. (Santos)

Kasus Dugaan Malpraktik di Rumah Sakit Leona Kefamenanu, Ini Tanggapan Manajemen

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Kematian Abraham Mariano Moni, bayi yang meninggal dunia setelah memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit Leona Kefamenanu, masih menyisakan tanda tanya.

Manajemen Rumah Sakit Leona Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), memilih bungkam.

Mereka enggan menjelaskan kepada media tentang penyebab kematian almarhum.

Pihak manajemen Rumah Sakit Leona berpendapat, segala rekam medis tentang penanganan almarhum akan diserahkan ke pihak kepolisian jika mereka dipanggil polisi.

Hal ini disampaikan Direktur Rumah Sakit Leona Rizki Anugrah Dewati kepada media di ruang kerjanya, Senin (2/9/2019).

Dewati mengatakan, pihaknya baru mengetahui informasi tentang dugaan malpraktik melalui media massa.

Namun, terhadap informasi tersebut, pihaknya enggan menanggapi.

Mereka tidak mau membangun opini melalui media.

Manajemen Rumah Sakit Leona akan bersikap kooperatif memenuhi panggilan polisi.

Menurut Dewati, pihaknya enggan menyampaikan informasi tentang rekam medis yang ditangani pihaknya terhadap korban melalui media.

Segala macam rekam medis baru akan dijelaskan kepada kepolisian jika kasus tersebut dibawa ke ranah hukum.

“Benar pasien itu dirawat di sini. Tapi, untuk rekam medisnya kami tidak bisa jelaskan karena itu bersifat rahasia. Kami baru akan menjelaskan kepada polisi jika dipanggil. Manajemen akan bersikap kooperatif menghadapi ini semua,” ujarnya.

Ia menambahkan, sejauh ini, pihaknya belum mendapat panggilan atas laporan polisi yang dilayangkan keluarga korban terhadap pihaknya.

Kasat Reskrim Polres TTU AKP. Tatang Prajitno Panjaitan ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan, berdasarkan laporan polisi yang diterima pihaknya dari keluarga korban pada tanggal 28 Agustus 2019) lalu, penyidik Polres TTU telah melayangkan surat panggilan kepada terlapor dalam hal ini manajemen Rumah Sakit Leona.

Menurut Tatang, proses hukum kasus dugaan malpraktik oleh pihak manajemen Rumah Sakit Leona ditargetkan diselesaikan secepatnya.

Jasad bayi akan dilakukan outopsi untuk kepentingan penyidikan.

“Hari ini, surat panggilan sudah dikirimkan ke manajemen Rumah Sakit Leona dan secepatnya kita panggil untuk diambil keterangan. Sementara laporan polisi kita terima tanggal 28 Agustus 2019 lalu. Perkara ini kita akan proses cepat,” katanya. (Santos)