Dihadiri Ribuan Peserta Milenial, Wabup Sikka Apresiasi Gelaran ‘Millenial Road Safety Festival’

0

Maumere, Ekorantt.com – Ribuan orang berbaju putih dan berkostum kesatuan tampak memadati jalan raya di depan Kantor Bupati Sikka, Sabtu (2/2).

Mereka terlihat asyik mengikuti seluruh rangkaian Millenial Road Safety Festival (MRSF) mulai dari jalan sehat milenial sampai pengundian door prize.

Tak luput pula Wakil Bupati Sikka, Romanus Woga ambil bagian dalam acara yang bertajuk Milenial Cinta Lalu Lintas ini.

Wabup Romanus mengapresiasi gelaran MRSF ini. Pasalnya festival ini dapat membantu menyadarkan kaum milenial berkendara secara aman.

Menurut Wabup Romanus, pemerintah Kabupaten Sikka mendorong agara festival ini terus dilanjutkan di tahun-tahun mendatang agar ruang gerak dan ruang ekspresi anak muda semakin memadai dan terkontrol.

“Kamu kaum milenial ini adalah generasi penerus bangsa. Ekspresikan diri kalian secara positif dan sehat,” kata Wabup Romanus.

“Jangan sia-siakan waktu yang ada hanya untuk hal-hal yang negatif. Kalau di jalan jangan ugal-ugalan, jadilah pengendara yang taat aturan,” tambahnya.

Kapolres Sikka, AKBP. Rickson P.M. Situmorang menegaskan, kaum milenial diharapkan bisa melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif, menguras energi, mengasah fokus, dan memompa adrenalin misalnya MRSF ini.

Dengan begitu, keinginan untuk melakukan kegiatan yang kurang positif seperti ugal-ugalan di jalan raya semakin diminimalisir.

Kapolres Rickson mengajak semua kaum milenial di Kabupaten Sikka bisa menjadi pelopor keselamatan lalu lintas. Tujuannya, angka kecelakaan lau lintas semakin kecil dan nyawa yang melayang sia-sia tidak terjadi lagi.

“Kami harapkan orang tua bisa mengontrol anak-anaknya. Biasakan anak untuk berkendara secara safety. Safety orangnya, safety juga motornya,” papar Mantan Kasubdit Narkoba Polda Maluku ini.

Senada dengan Kapolres Rickson, Kasat Lantas Polres Sikka, Iptu. Leyfrids Mada menegaskan, acara MRSF ini dibuat untuk mengedukasi kaum milenial berkendara secara benar mengingat angka kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini didominasi oleh kelompok milenial.

Ia berharap, lewat kegiatan ini, kaum milenial di Kabupaten Sikka menjadi Pelopor keselamatan lalu lintas demi mewujudkan generasi Indonesia gemilang.

“Kami harapkan anak-anak muda tidak lagi ugal-ugalan di jalan raya, jangan juga pakai knalpot racing. Kalau kedapatan kami langsung ambil tindakan yang tegas. Toko-toko yang menyediakan knalpot racing sudah kami himbau untuk tidak menjualnya lagi,” tegas Kasat Leyfrids.

Pantauan Ekora NTT, acara MRSF ini diisi dengan berbagai acara seperti, senam kolosal milenial, jalan sehat milenial, lomba goyang Tobelo, Deklarasi Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan atraksi free style motor.

Maria Nona, salah satu pelajar di Kota Maumere yang mengikuti acara MRSF ini mengaku senang karena MRSF bisa memberi lebih banyak pengetahuan tentang cara berkendara secara aman.

Dengan pengetahuan baru yang didapatnya itu bisa digunakan untuk mengedukasi teman-teman lainnya di sekolah.

“Semoga tahun depan bisa ada kegiatan lagi seperti ini. Kegiatannya seru,” imbuh Nona.

Yohanes Yos De Peskim, Komitmen di Garis Kerakyatan

0

Maumere, Ekorantt.com – Satu lagi anak muda Nian Tana yang saat ini menjadi calon legislatif dari Dapil 3 kabupaten Sikka. Yohanes Yos de Peskim, demikian nama lengkapnya.

Ia adalah kader Partai HANURA yang layak diperhitungkan dalam pemilihan legislatif pada April 2019 mendatang.

Tentang karir perjuangannya Nong Os demikian nama manis pemberian orang tuanya adalah sosok aktivis yang sudah sejak dari mahasiswa selalu berada bersama kaum pinggiran dan warga yang tergusur.

Pada kalangan sesama aktivis ia lebih akrab dengan panggilan Are. Are dalam bahasa Sikka berarti beras atau nasi.

Sebagai pembeda spirit dari sapaan Are yang disandangnya hendak mewartakan kepada sesamanya bahwa nama yang disandangnya memberi arti memberikan kekuatan kehidupan juga pengharapan.

Lahir di Habi pada 10 April 1989 dari ayah Yozh Andreas Woda dan ibu Sisilia Sina. Ayah dan ibunya adalah pensiunan ASN.

Kini ayahnya dipercayakan menjadi kepala desa Watumerak. Sedangkan ibunya tetap diminta untuk membantu mengajar bagi siswa kelas I di SDN Watulagar.

Perpaduan sosok ayah dan ibu yang sederhana, tegas, kritis, berprinsipil dan lembut rupanya mengalir dalam diri Are.

Masa-masa kecil di Habi, membentuk karakternya yang sederhana. Lulus SD, Ia memulai masa perantauan, tinggal jauh dari rumah.

Enam tahun dihabiskan di lembah Wolo Sasa, di Seminari St. Yohanes Brechmans Mataloko.

Pendidikan Menengah Pertama dan Menengah Atas ditempuhnya di lembaga pendidikan calon imam milik  Keuskupan Agung Ende tersebut.

Disanalah minat pada buku dan diskusi terbentuk.  Akan tetapi, niat menjadi imam gagal lantaran lamaran masuk SVD ditolak dengan alasan kesehatan.

Oleh karenanya, Ia memilih melanjutkan pendidikannya pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Undana Kupang.

Aktivis Kerakyatan

Kupang membentuknya menjadi aktivis yang tegas memihak mereka yang lemah dan termarjinalkan.

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menjadi rumah baginya untuk bersatu dan berjuang bersama rakyat.

Tak terhitung ratusan aksi protes, diskusi dengan rakyat, perdebatan-perdebatan dengan elit dijalaninya.

Ia menjadi salah satu motor gerakan di kampus Undana Kupang. Mulai dari membangun kelompok diskusi dan kelompok sastra, konsolidasi aksi protes sampai dengan melakukan aksi.

Beberapa yang bisa diingat yakni konsolidasi penolakan pembayaran Uang KKK Undana Tahun 2009, menyelenggarakan aksi teatrikal pertama dalam kampus pada 2010 setelah tak pernah ada aksi di kampus selama kurang lebih 10 tahun.

Salah satu yang fenomenal dan membuatnya terancam dikeluarkan adalah tatkala Ia menyerobot masuk dan menyatakan penolakan dalam rapat forum rektor bersama perwakilan Bank Dunia terkait UU BHP.

Nong Os akhirnya menyelesaikan kuliah dan diwisuda sebagai Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris pada September 2014 lalu.  Usai tamat kuliah, Ia pulang ke Maumere.

Di Maumere, ia langsung terlibat aksi penolakan penggusuran warga belakang bekas Kampus ABA St. Maria. Saat semua orang mendukung penggusuran, Ia dan beberapa temannya tegas menyatakan menolak penggusuran dan pasang badan menghadapi pasukan Pol PP, TNI dan Polri serta alat-alat berat.

Alasannya hanya satu, negara berkewajiban menyediakan hunian yang layak bagi rakyat. Pada akhirnya, warga tetap tergusur namun belakangan Kementerian PUPR sedang membangun Rumah Susun MBR di lokasi setempat.

Di saat yang bersamaan Pemda Sikka kala itu juga merencanakan penggusuran terhadap masyarakat yang mendiami tanah bekas HGU di Patiahu-Nangahale. Anak muda ini kemudian diajak bergabung ke LBH Nusra dan mulai terlibat di Nangahale.

Ia mendampingi utusan masyarakat adat untuk berdialog dengan Kementerian ATR/BPN dan Komnas HAM di Jakarta. Demikian juga dalam beberapa kesempatan perundingan dengan Keuskupan dan Pemda Sikka.

Rendah Hati

Dengan segudang pengalaman berjuang dan pengetahuan yang dimilikinya, Nong Os tetaplah anak muda yang sederhana, rendah hati/tidak suka pamer kehebatan, dan tetap tulus berjuang untuk rakyat.

Kini dirinya tengah memantapkan diri berjuang untuk tetap pada aras perjuangan bersama rakyat. Kali ini tidak sebagai aktivis di lapangan tetapi bersiap menuju gedung Kula Babong.

Ingat 17 April 2019 warga pemilih di Dapil 3 Sikka jangan lupa coblos nomor 4 pada nama Yohanes Yos de Peskim dari Partai HANURA. (Adv)

Terminal di Maumere Memprihatinkan

0

Maumere, Ekorantt.com – Kondisi Terminal Lokaria dan Terminal Madawat sangat memprihatinkan. Fasilitas penunjang di sana sangat tidak layak.

Kursi-kursi dan rambu-rambu petunjuk sudah dimakan usia. Tak jarang kuris-kursi yang terbuat dari beton semen itu dialihfungsikan menjadi tempat tidur-tiduran masyarakat bahkan sebagai tempat penampung sampah.

Pantauan Ekora NTT, Senin (14/1), kondisi ini nyaris luput dari perhatian otoritas pengelola terminal, yakni Dinas Perhubungan Kabupaten Sikka.

Menurut pengakuan beberapa masyarakat yang ditemui Ekora NTT belum lama ini, baik terminal Lokaria maupun Terminal Madawat sudah tidak difungsikan sebagaimana layaknya sebuah terminal.

Seringkali lokasi terminal dijadikan sebagai arena perjudian oleh sekelompok orang.

Bukan hanya itu saja, di dalam lokasi terminal, jarang terlihat kendaraan-kendaraan yang menunggu calon penumpang karena semua kendaraan di parkir di luar terminal, tepatnya di badan jalan negara Ende-Maumere dan badan jalan Maumere-Larantuka.

Mirisnya lagi, para petugas dari Dinas Perhubungan tidak sedikit pun menggubris hal itu. Terkesan mereka membiarkan pemandangan itu sebagai hal yang biasa saja.

Padahal, keberadaan kendaraan yang diparkir di jalanan sangat mengganggu lalu lintas.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan dari dinas terkait. Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Kabupaten Sikka, Sirilus Wilhelmus terkesan cuek bahkan enggan untuk bertemu dengan wartawan yang mau mengonfirmasi hal ini.

Pesan Whatsapp yang dikirimkan Ekora NTT, Selasa (15/1) hanya dibaca oleh “sang” Kadis tanpa ada balasan.

Salah seorang sopir jurusan Larantuka-Maumere yang namanya tidak mau dikorankan mengatakan, kondisi ini sudah berlangsung lama.

Menurutnya, hal ini dipicu oleh ketidasktegasan para petugas yang membiarkan mobil-mobil dan para penumpang “berserakan” di luar terminal.

“Kami mau parkir di dalam terminal, tetapi kebanyakan penumpang lebih senang tunggu di luar terminal. Jadi, kami ikut penumpang saja,” ungkapnya.

Mungkin mereka lihat fasilitas di dalam terminal tidak baik. Itu Pak lihat saja. Sampah bertebaran di mana-mana. Bagaimana orang mau nyaman?” tambahnya.

Selain dua terminal itu, masih ada dua terminal bayangan yang ada di dalam Kota Maumere, yakni di area pertokoan Maumere tepatnya di di depan Monumen Tsunami maumere dan di Jalan Gajah Mada tepatnya di depan kantor Indovision.

Terminal bayangan ini seolah menjadi pemandangan yang biasa saja. Tidak ada upaya dari dinas terkait untuk menangani hal ini.

Buntutnya, jalur pertokoan selalu macet dipadati Angkutan Kota Dan Pedesaan (AKDP) tujuan Maumere-Boru-Larantuka. Sama halnya terminal bayangan bagi mobil travel tujuan Maumere-Ende di Jalan Gajah Mada.

Seringkali calon penumpang dibuat sengsara karena belum sempat turun dari motor atau mobil barang bawaan sudah ditarik-tarik oleh sopir atau kondekturnya.

“Kami mau parkir di mana lagi kalau bukan di sini. Kalau parkir di tempat travel yang ada di belakang Gelora Samador, kami mau duduk di mana? Di sana, tidak ada tempat duduk atau bernaung dari sinar matahari. Ya, mau tidak mau harus parkir di sini saja,” ungkap salah seorang sopir travel.

Pernah ada petugas yang datang jaga di sini dan suruh kami jangan parkir di sini. Saat mereka ada, kami menghindar. Tapi, kalau mereka sudah tidak ada, ya, kami kembali lagi,” tambahnya.

Anggota DPRD Kabupaten Sikka, Faustinus Vasco

Buat Perbup

Anggota DPRD Sikka, Faustinus Vasco yang dimintai keterangannya, Selasa (15/1) mengungkapkan, kesemrawutan pengelolaan terminal di Kabupaten Sikka bisa diminimalisasi apabila Bupati Sikka membuat Peraturan Bupati (Perbup).

Perbup ini nantinya mengatur tentang jalur tetap angkutan dalam kota (Angkot) seperti pernah dibuat pada beberapa tahun sebelumnya.

Perbup yang dibuat itu, lanjutnya, mesti memperhatikan kebutuhan dan melihat keseimbangan wilayah dalam kota sehingga bisa melayani masyarakat secara merata.

Vasco menekankan, Dinas Perhubungan Kabupaten Sikka mesti secara cermat memperhatikan semua fasilitas dan tata ruang di dalam dua terminal AKDP sehingga kendaraan-kendaraan yang ada tidak berseliweran di badan jalan negara.

“Kadis Perhubungan serta Dinas Pol PP dan Damkar hendaknya membangun koordinasi guna melakukan patroli dan pengawasan rutin supaya AKDP dan angkot bisa lebih tertib dan mau masuk terminal,” tegas politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini.

Lebih lanjut, Vasco mengharapkan, Dinas Perhubungan harus mampu mengorganisasi segala hal yang berhubungan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi terminal.

Ia mengatakan, Dinas Perhubungan dapat membenahi terminal travel yang terletak di belakang Gelora Samador sehingga retribusi travel dapat ditarik yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah.

“Jangan hanya atur di pasar pagi terbatas saja. Lihat semua terminal kita. Buat kajian sehingga membawa dampak bagi pembangunan daerah,” tegas Vasco.

Semuanya bisa dibuat asalkan tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Maumere,” tambah jebolan Fisip Undana ini.

Perempuan dan Penyandang Disabilitas Belum Diperhatikan Secara Serius

0

Larantuka, Ekorantt – Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon mengakui, kaum perempuan dan penyandang disabilitas belum diperhatikan secara serius.

Hal ini disampaikannya seperti yang dibacakan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Flotim, Abdur Razak Jakra saat acara Talk Show dan Pameran Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial dalam Adaptasi Perubahan Iklim, Rabu (30/1) di Hotel Gelekat Nara.

Menurutnya, hal ini dikarenakan beberapa faktor yakni, pertama, dari sisi penyandang disabilitas.

“Mereka masih menyembunyikan diri atau disembunyikan oleh keluarga dan lingkungan sehingga tingkat partisipasi mereka sangat minim,” jelasnya.

Kedua, adanya kesenjangan pemahaman, komunikasi dan kecurigaan dari penyandang disabilitas atau keluarganya terhadap mereka yang bukan penyandang disabilitas.

Ketiga, belum kuatnya kebijakan program untuk memastikan adanya mainstreaming gender dan inklusi sosial dalam internal lembaga pelaksana ataupun kerangka program itu sendiri.

Dan keempat, upaya inklusi sosial terkait perjuangan, pengakuan hak difabel, persepsi tentang keberadaan difabel sebagai aset, dan perluasan akses kaum terpinggirkan masih sebatas retorika.

Karena itu, Pemerintah Kabupaten Flores Timur berupaya untuk memastikan partisipasi kaum perempuan, penyandang disabilitas, dan inklusi sosial mulai dari tahapan perencanaan sampai pada pemanfaatannya.

Bupati Anton menjelaskan, kegiatan yang diinisiatifi oleh Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Flotim ini menarik karena membantu upaya penguatan komunitas terhadap pengurangan resiko bencana dan dampak perubahan iklim.

Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah membangun ketangguhan para pihak terkait di Kabupaten Flores Timur guna beradaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya kekeringan.

Sementara itu, Ketua YPPS Kabupaten Flores Timur, Melki Koli Baran menyampaikan, kegiatan ini dibagi dalam tiga bagian.

Pertama seminar yang menghadirkan pembicara kunci, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Flores Timur, Ny. Lusia B.Gege Hadjon dengan topik “Gender dan Disabilitas dalam perspektif Flores Timur”.

Bagian kedua berupa Talk Show dan bagian ketiga diisi dengan Pameran.

Menurutnya, Talk Show dan Pameran dimaksudkan untuk membangun pemahaman bersama tentang gender, disabilitas dan inklusi sosial.

Di dalamnya akan ada sharing pembelajaran dan praktik oleh perempuan pejuang pangan serta mempromosikan berbagai hasil olahan pangan yang adaptif perubahan iklim demi memperkuat kejayaan pangan lokal Flores Timur.

“Harapan kami dalam kegiatan ini, ada kesepahaman peserta terkait gender, disabilitas dan inklusi sosial sehingga dapat diakomodir dalam pengarusutamaannya,” imbuh Melki.

“Peserta mendapatkan pembelajaran terkait ketangguhan perempuan pejuang pangan dalam menghadapi tantangan iklim dan diharapkan termotivasi dalam mendukung dan memperkuat kejayaan pangan lokal,” tambah Melki.

Hadir pada kesempatan tersebut, Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah terkait, anggota Forkopimda Kabupaten Flores Timur, para camat, lurah dan kepala desa se-Kabupaten Flores Timur serta segenap perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Boss Angkringan Tampil Beda dengan Menu Baru

Maumere, Ekorantt.com – Setelah sukses dengan menu khas ayam geprek, ayam bakar madu, dan sate taichan, Boss Angkringan kembali berinovasi dengan menu baru.

Penampilan menu baru yang diusung Boss Angkringan sedikit berbeda dengan sebelumnya. Kali ini Boss Angkringan menambahkan daftar menunya dengan nasi cumi pete,  nasi pecel, dan sate taichan.

“Saya menambahkan menu cumi pete dan nasi pecel karena ingin menunya lebih variatif dan supaya orang juga  tidak bosan,” ungkap Devi, pemilik Boss Angkringan kepada Ekora NTT, Kamis (31/1/2019).

Devi mengaku senang dan bersemangat dalam mengembangkan usaha kuliner ini. Dirinya akan terus berinovasi dari waktu ke waktu.

Apalagi  yang lakukan tak sedikitpun mengurangi minat penikmat kuliner untuk menikmati menu yang disajikan Boss Angkringan.

Orang berbondong-bondong datang dari berbagai kalangan, baik yang muda maupun yang tua. Nilai plusnya juga adalah letaknya di pinggiran kota maumere memberikan ketenangan dan kenyamanan

Menurut Devi, dengan tambahan menu baru bukan berarti menu-menu lama diabaikan. Karena bagaimanapun menu-menu yang sudah ada justru menjadi daya tarik bagi pelanggan selama ini.

Boss angkringan juga menyediakan kuliner lokal, seperti ubi goreng, tahu goreng, tempe goreng, sate usus, dan hati ayam, yang bisa dijangkau harganya.

Devi pun mengajak masyarakat khususnya pecinta kuliner untuk tetap mencintai kuliner-kuliner lokal.

Bagi siapa saja yang datang, Boss Angkringan dibuka setiap hari, mulai pukul 07.00 hingga pukul 24.00.  Silahkan datang ke angkringan yang terletak di lorong BK3D, Kelurahan Kota Baru, Kota Maumere.

Danlanal Maumere Canangkan Program ‘Green and Clean’

0

Maumere, Ekorantt.com –  Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Maumere, Kolonel (Marinir) Sumantri mencanangkan program “Green and Clean” yang dimulai dari lingkup Lanal Maumere, Jumat (1/2) pagi.

Kegiatan pencanangan program ini ditandai dengan penanaman perdana bibit tanaman produktif berupa bibit jagung dan bibit paria oleh keluarga besar TNI AL, Jalasenastri Cabang 3 Korcab VII Daerah Jalasenastri Armada (DJA) II.

Pantauan Ekora NTT, Jumat (1/2) di Mako Lanal Maumere, sebelum melakukan acara penanaman perdana, keluarga besar Lanal Maumere melakukan acara senam bersama di depan Kantor Lanal Maumere.

Setelah itu, rombongan menuju ke tempat penanaman di sekitar mess prajurit angkatan laut tepatnya di depan Mess Inerie dan Mess Ile Ape. Di sana ada dua lahan yang disiapkan. Satu lahan untuk tanaman jagung dan satunya untuk paria.

Dengan menggunakan topi petani berwarna biru, Ketua Jalasenastri Cabang 3 Korcab VII  DJA II,  Dwi  Astuti, tampak bersemangat menancapkan kayu ke tanah guna membuat lubang untuk ditanami bibit jagung dan bibit paria yang sudah disiapkan.

Ia ditemani Kolonel Sumantri dan para istri anggota Lanal lainnya memasukan satu demi satu benih jagung dan paria itu.

Danlanal Sumantri di sela-sela acara penanaman mengungkapkan, pencanangan program ‘Green and Clean’ ini sebagai bentuk dukungan TNI Angkatan Laut atas program pembangunan yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sikka terutama di bidang pertanian.

Selain itu, lanjutnya, kegiatan penanaman bibit tanaman produktif merupakan tindak lanjut dari amanat ketua umum Jalasenastri pusat di Jakarta.

Menurutnya, program ini bertujuan untuk menyadarkan keluarga besar Lanal Maumere terlebih masyarakat Kabupaten Sikka dalam memanfaatkan lahan yang selama ini dibiarkan “tidur”.

Kolonel Sumantri mengatakan, biasanya ketika memasuki musim tanam masyarakat hanya fokus pada lahan yang biasa digarap saja sedangkan lahan lainnya seperti halaman rumah atau perkantoran dibiarkan.

“Kita harapkan masyarakat bisa menggunakan lahan yang ada secara maksimal agar produksi pertanian juga meningkat. Dengan demikian, masyarakat akan makin sejahtera,” tandas Danlanal Sumantri.

“Kalau saya lihat di sini masih banyak lahan yang dibiarkan tidur. Makanya dengan program ini, kita dorong masyarakat supaya aktif menghijaukan wilayah kita dan mengupayakan kebersihan lingkungan,” pungkas Danlanal Sumantri.

Besok Polres Sikka Selenggarakan ‘Millenial Road Safety Festival’

0

Maumere, Ekorantt – Kepolisian Resort Sikka akan menggelar acara bertajuk Millenial Road Safety Festival, Sabtu (2/2) di Depan Kantor Bupati Sikka tepatnya di Lapangan Umum Kota Baru Maumere.

Rangkaian acara yang akan diadakan di sana berupa Senam Kolosal Milenial, Jalan Sehat Milenial, Millenial Entrepreneur Expo, Safety Ridding and Driving, Deklarasi Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas, dan atraksi Free Style Motor.

Kasat Lantas Polres Sikka, Iptu Leyfrids Mada yang dihubungi Ekora NTT, Jumat (1/2) mengatakan, acara ini bertujuan untuk mewujudkan generasi milenial yang cinta lalu lintas demi mewujudkan generasi Indonesia yang gemilang.

Menurutnya, acara ini menyasar kelompok umur usia remaja atau kelompok milenial karena menurut data yang dirilis Korlantas Polri, angka kecelakaan lalu lintas didominasi oleh kelompok milenial.

Karena itu, Kasat Leyfrids mengharapkan, semua anak milenial di Kabupaten Sikka bisa menghadiri acara ini sehingga semakin sadar dan paham tentang cara dan syarat berkendara secara aman.

“Kami undang semua anak sekolah di Kota Maumere, komunitas-komunitas muda seperti komunitas motor dan komunitas lainnya untuk ikut ambil bagian dalam acara ini,” imbuh Kasat Leyfrids.

Lebih lanjut, Kasat Leyfrids menegaskan, kegiatan yang dijalankan serentak di tiga Polda yakni Polda Papua Barat, Polda Lampung, dan Polda NTT ini akan mendeklarasikan gerakan say no to knalpot racing.

Ini dimaksudkan agar anak muda bisa menjadi agen untuk memerangi penggunaan knalpot racing. Dikatakanya, acara yang sama akan dilakukan secara serentak di Indonesia pada tanggal 31 Maret 2019 yang berpusat di Jakarta.

“Mari anak muda Kota Maumere kita ikut berpartisipasi dalam acara ini besok Pukul 06.00 WITA. Para peserta bisa menggunakan baju kaos putih atau kaos komunitas,” kata Kasat Leyfrids.

Maumere Kota Sampah?

0

Oleh: Rian Naur*

Wajah kota Maumere setiap musim penghujan “bopeng” akibat sampah di pekarangan rumah, pinggiran kali, selokan, badan jalan, laut, dan kompleks pertokoan. Sebuah pemandangan yang lazim dari tahun ke tahun.

Begitu memasuki kota nyiur melambai ini, kita akan disambut sampah yang terlihat tergenang dan berserakan di mana-mana.

Sampah-sampah yang tergenang dan berserakan itu terjadi akibat luapan air hujan di musim hujan. Belum lagi sampah-sampah yang disimpan lama dan dibiarkan membusuk pada musim kemarau.

Para petugas dan masyarakat yang turun membersihkan pun selalu menemukan kesulitan. Sudah sejak lama, sampah adalah salah satu penyakit akut yang belum secara serius diatasi oleh semua pihak di Maumere.

Layakkah Maumere disebut kota sampah?

Hemat saya, wajah “bopeng” kota Maumere ditengarai tiga fakta. Pertama, di musim penghujan, Maumere pasti sumpek akibat sampah. Bukan perkara baru, kita melihat wajah kota Maumere saat seperti itu.

Setiap tahun di bulan penghujan, akan ditemukan banyak sampah yang “merakyat.” Sampah-sampah itu merupakan hasil luapan air, yang oleh masyarakat dibiarkan menumpuk di drainase, pekarangan rumah, atau di lokasi sampah.

Kedua, Maumere masih terganggu oleh aroma bau sampah. Tidak hanya di saat musim penghujan, ketidakberesan masalah sampah terjadi hampir setiap hari.

Pada musim kemarau, misalnya, di sudut kota, kompleks pertokoaan, pasar, badan jalan, kali mati, dan bahkan di pelataran kantor berbagai jenis sampah berjubel.

Keluhan terbesar masyarakat dari waktu ke waktu adalah masalah sampah dan bau yang dihasilkannya. Ekora NTT sempat memberitakan masalah penumpukan sampah di sekitar area patung Kristus Raja Maumere.

Sampah di sebelah timur Patung Kristus Raja menggunung. Kita dibuat tercengang dengan fakta penumpukan sampah di tempat sakral.

Bupati Sikka, Robi Idong pun geram. Bahkan dirinya mengeluarkan kata marah dan benci jika masih melihat sampah berserakan.

Di manakah hati nurani masyarakat yang melihat sampah bukan sebagai masalah yang mendesak?

Pertanyaan ini, menghantar kita pada persoalan ketiga yang paling mendasar. Sudah enam tahun, saya tinggal kota ini. Saya melihat persoalan yang sama dari tahun ke tahun.

Setiap musim penghujan, sampah meluap dan mendatangkan bau yang tidak sedap dan mengganggu aktivitas.

Menurut saya, persoalan utama ialah kesadaran masyarakat yang lemah, selain ketidakberesan pengaturan pengairan selokan dan normalisasi drainase oleh dinas lingkungan hidup dan dinas pekerjaan umum.

Simbol Kota

Drainase adalah salah satu simbol kota. Di sebuah kota, simbol kemajuan tidak hanya ditunjukkan oleh lampu mewah yang kemerlap seperti di taman kota dan banyaknya tugu yang terpajang, tetapi juga ditandai oleh tata kelola drainase yang baik dan benar.

Sayangnya, normalisasi drainase sejauh ini belum terlihat jelas di Maumere. Salah satu simbol kota itu diabaikan.

Bahkan tidak terurus dan dibiarkan tergerus oleh sikap egoisme masyarakat. Pembiaraan itu kemudian membangkitkan sikap apatis masyarakat. Masyarakat tidak mengerti dan kerap membuang sampah di drainase.

Drainase bukan tempat pembuangan akhir sampah. Juga bukan tempat “jorok” yang pemanfaatannya dilakukan secara tidak manusiawi.

Keberlangsungan sebuah organisme ditentukan dari hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan hidup. Pemanfaatan drainase secara benar akan turut memengaruhi cara pandang masyarakat.

Bagaimana mengubah cara pandangan apatis masyarakat?

Penyadaran kepada masyarakat pertama-tama ditanamkan oleh pihak keluarga, kedua, oleh pemerintah, dan ketiga oleh sekolah.

Tiga lembaga ini perlu bersinergi dan berkolaborasi melakukan sosialisasi dan kegiatan sadar lingkungan.

Lalu, apakah dengan melakukan normalisasi drainase dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perawatan lingkungan akan meluluhlantahkkan sikap egois masyarakat?

Jawabannya, Ya. Sebab, itu jalan satu-satunya.

Menormalisasi drainase harus segera dilakukan di Kota Maumere. Sebab, sudah banyak drainase yang tertutup dan tergerus. Peningkatan kesadaran masyarakat perlu dilakukan dengan pelbagai cara.

Cara yang paling ketat sekalipun, misalnya, membuang sampah sembarangan didenda. Atau diberi sanksi administratif bagi yang melakukan pencemaran lingkungan.

Oleh karena itu, pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tegas. Di tingkat provinsi, denda terhadap pelaku pembuang sampah secara sembarangan sudah diberlakukan oleh Gubernur Viktor Laiskodat.

Ia menindak tegas pelaku pembuangan sampah sembarangan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sikka harus gencar menanamkan pendidikan tentang pengolahan dan pemanfaatan sampah di sekolah, masyarakat, dan instansi.

Pendidikan bisa dilakukan dengan membangun kerja sama antara dinas lingkungan hidup, lembaga bank sampah Maumere, dan pegiat-pegiat lingkungan hidup.

Misalnya, diwajibkan sehari dalam seminggu seluruh sekolah dan aparatur sipil negara (ASN) di Maumere turun ke lokasi sampah. Tujuannya, membersihkan dan mengangkut sampah di lokasi-lokasi “darurat” sampah seperti di Pasar Alok, kompleks pertokoan, dan kali mati.

Sudah saatnya Maumere berbenah. Jangan menunggu saat musim penghujan baru dilakukan penanggulangan.

Caranya adalah perketat regulasi sampah, menormalisasi drainase, dan membuat sosialisasi berkala di sekolah dan lingkungan masyarakat.

Dinas lingkungan hidup dan dinas pekerjaan umum tidak bekerja di kantor, melainkan mesti bertanggung jawab memperhatikan drainase dan sampah-sampah. Kita tentu tidak ingin menyebut Kota Maumere sebagai kota sampah.

*Rian Naur, wartawan Ekora NTT

Mengakarkan Gerakan Literasi, Semua Pihak Harus Berkolaborasi

0

Bajawa, Ekorantt.com – Mengakarkan gerakan literasi di Nusa Tenggara Timur butuh kerja sama dan kolaborasi semua pihak. Pemerintah, masyarakat, dan pegiat literasi harus bersama-sama terlibat di dalamnya.

John Lobo yang terkenal dengan Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB) menjelaskan, gerakan literasi harus menjadi gerakan bersama. Bahwa tugas mencerdaskan adalah kewajiban semua orang.

“Gerakan Literasi (pencerdasan) bukanlah milik perorangan atau individu tertentu. Ini adalah gerakan bersama dan dikembangkan sesuai model yang disukai dengan melibatkan publik sebanyak mungkin,” ungkap Lobo kepada Ekora NTT, 29 Januari 2019 lalu.

Secara pribadi, dirinya tidak akan bosan mengampanyekan Gerakan Katakan dengan Buku. Dalam gerakan ini, ia membantu anak-anak untuk mendapatkan akses bacaan yang bermutu yang diperoleh secara cuma-cuma sesuai dengan usia dan perkembangan anak.

“Kita bicara minat baca rendah. Kalau orang kepingin baca tapi buku tidak ada, itu bagaimana?” tuturnya.

“Makanya saya mengapresiasi teman-teman di berbagai daerah yang telah mengkreasikannya dalam bentuk gerakan-gerakan yang hebat, baik itu pelatihan menulis, drama, puisi dan berbagai aksi literasi lainnya,” tambahnya.

Ia juga mengapresiasi beberapa kabupaten yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai kabupaten literasi.

“Saya terharu, bangga, dukung, mengapresiasinya,” ujar Lobo.

Tapi, Lobo mengingatkan bahwa titel kabupaten literasi mengandung konsekuensi agar literasi di daerah tersebut harus hidup dan menjangkau semua lapisan.

“Tidak hanya milik elitis tertentu namun semua masyarakat menjadi literat, terutama sampai ke desa-desa dan kampung-kampung di berbagai pelosok,” pesan Lobo.

Harapannya, suatu saat pena atau menulis itu bukan hanya milik elitis perkotaan tetapi juga milik orang-orang kampung.

Tanggapan Milenial atas Kebijakan ‘English Day’ di NTT

0

Kupang, Ekorantt.com – Beredar dan tersebarnya informasi soal English Day di NTT mengundang antusiasme dan respons beragam dari sejumlah kalangan masyarakat, terutama generasi milenial.

Ada yang melihatnya sebagai hal yang bagus dan bernas, ada juga yang menganggap itu perkara yang buru-buru.

Meskipun begitu, harus dipahami bahwa kebijakan English Day ini merupakan bagian dari Peraturan Gubernur (Pergub) NTT No 56 tahun 2018 tentang hari berbahasa Inggris.

Bab II pasal 3 dalam aturan ini menyatakan dengan jelas bahwa hari Rabu ditetapkan sebagai hari berbahasa Inggris, dan wajib dilakukan oleh perangkat daerah, lembaga-lembaga dan desa wisata.

Tidak ada bunyi aturan mentereng dan mengikat yang mewajibkan pemakaian bahasa Inggris di kalangan masyarakat umum.

Maria Goreti Ana Kaka, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Kupang, kepada Ekora NTT, Rabu (30/1/2019) secara gamblang mengatakan English Day ini terkesan sangatlah buru-buru sekali.

Bagi dia, sebaiknya pemerintah memerhatikan dahulu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebelum bicara regulasi soal bahasa Inggris.

“Masih banyak siswa di sekolah pedalaman yang belum bisa berbahasa Indonesia. Masih banyak juga warga NTT yang belum menguasai bahasa Indonesia,” tandasnya.

Kita seolah senang dengan bahasa internasional lalu lupa pada  kearifan lokal dan bahasa nasional sendiri,” tambahnya.

Sepakat dengan Ana Kaka, Yohanes Dus, pemuda Napunglangir, Maumere, berpendapat bahwa Gubernur ataupun stakeholder-nya harus melihat juga bagaimana tergerusnya bahasa-bahasa lokal di NTT. Itulah yang harus dipikirkan saat ini.

“Bisa menjadi masalah tersendiri ketika orang lupa dengan bahasa daerahnya. Bahasa Inggris penting, tapi (Gubernur-red) harus perhatikan juga dengan fenomena punahnya bahasa-bahasa lokal kita sekarang,” tutur dia.

Sementara itu, pandangan lainnya datang dari Hans Singgu yang setuju dengan langkah Gubernur NTT dalam mencanangkan hari Rabu sebagai English Day.

Musababnya, itu secara tidak langsung mengikutsertakan masyarakat dalam mendukung sektor Pariwisata sebagai program unggulan Pemprov NTT.

“Sudah beberapa jam sejak dimulainya kebijakan ini, saya rasa tidak ada kesulitan yang berarti dan English Day sudah berjalan,” tuturnya

“Saya dan beberapa teman sudah praktekkan, bahkan di sosmed juga kami terapkan. Tidak ada yang salah dengan English Day,” tambah Hans yang berasal dari Bajawa ini.

Milenial lainnya, Nona Lin, pekerja kantoran di Maumere, juga mempraktikkan hal yang Hans lakukan.

Kepada Ekora NTT, dia mengakui bahwa grup-grup WhatsApp-nya pun penuh dengan semangat berbahasa Inggris, meskipun ada yang masih jatuh bangun, termasuk dirinya.

“Ini sangat bagus, sehingga orang-orang seperti saya yang malu berbahasa Inggris akhirnya punya alasan untuk paksa diri bicara dalam bahasa Inggris. Walaupun belum omong ‘in English’ seutuhnya, tapi setidaknya ada sesuatu yang beda,” kisah dia.

Ekora NTT kemudian meminta tanggapan akademisi terkait hal ini. Dosen Bahasa Inggris dari STFK Ledalero Maumere, Erlyn Lasar memberikan apresiasi atas keberanian Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang menetapkan regulasi ini.

Bagi Erlyn, ini merupakan langkah konkret yang diambil pemerintah dalam berkontribusi terhadap penyelanggaraan pendidikan itu sendiri.

“Selama ini, guru selalu mengeluh tentang rendahnya minat baca, minat bicara dan minat belajar bahasa asing, terutama bahasa Inggris,” tandasnya.

Padahal, kata Erlyn, dari hari ke hari, tuntutan persaingan semakin tinggi seiring sejalan dengan tuntutan kompetensi bahasa Inggris sebagai bahasa asing internasional.

Ini juga menjadi momentum baik agar orang tidak malu untuk memakai bahasa Inggris.

Sebab, selama ini, berdasarkan amatannya, ketika ada orang yang berbicara bahasa Inggris, selalu saja ada kaum yang siap memberikan bully atau olok-olokkan.

Namun, pengajar muda ini juga menekankan, yang perlu dibangun saat ini ialah sistem kontrol dalam pengeksekusiannya, terutama pada level elemen praktisi pendidikan.

Dia pun menyodorkan beragam cara sederhana yang bisa dilakukan, seperti memanfaatkan ruang media sosial atau berinteraksi langsung dengan siapa saja.

“Intinya, sistem kontrol tadi mesti logis dan terarah sebab menjadi bagian dari tanggung jawab akademis juga,” imbuhnya.

Adapun Rini Kartini, dosen Komunikasi dari Universitas Nusa Nipa Maumere mempertanyakan kebijakan Gubernur tersebut terkait ada tidaknya pola kajian tentang hubungan regulasi bahasa Inggris dan pariwisata.

Dia mengapresiasi maksud dari Pergub tersebut, tetapi dia juga katakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi itu bukanlah paksaan.

“Harus ada kesadaran dari masyarakat sendiri. Kalaupun dibuatkan regulasi, sudah ada studi belum soal ini. Setahu saya, di Thailand atau mungkin juga Bali, orang-orang tidak dipaksakan untuk berbahasa Inggris,” pungkas Rini.

“Kesadaran berbahasa Inggris itu muncul dengan sendirinya sesuai dengan kebutuhan,” tutupnya.