Borong, Ekorantt.com – Warga Adat Ngkiong dan Lawi menuntut pembebasan Yohanes Emas, 56 tahun, warga asal Ngkiong, Kecamatan Ngkiong Dora, Kabupaten Manggarai Timur, yang ditangkap Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah II Ruteng, pada Kamis, 20 Maret 2025.
Ia ditangkap karena beraktivitas di tanah yang diklaim sebagai bagian dari tanah ulayat.
Yohanes kala itu sedang istirahat makan siang dengan adik kandungnya Lasarus Rabun dan beberapa warga lainnya. Saat bersamaan tiba-tiba didatangi oleh petugas.
Petugas langsung menanyakan perihal papan kayu milik Yohanes yang berada di situ dan mau digunakan untuk apa.
“Untuk buat rumah,” jawab Lasarus ketika berbicara dengan Ekora NTT, Jumat, 21 Maret 2025 dengan meniru perkataan sang kakaknya ketika menjawab pertanyaan petugas.
Para petugas sempat menduga jika papan kayu tersebut untuk dijual. Namun, Yohanes membantahnya. Dia mengatakan, kayu tersebut dipakai untuk membangun rumah miliknya di Lok Pahar, di atas tanah Lingko Gendang Lando, Lawi, Kecamatan Congkar.
Para petugas tetap bersikeras untuk memuat papan kayu tersebut. Yohanes pun ditahan.
Menurut Lasarus, para petugas datang menggunakan mobil. Namun ia tidak memastikan berapa jumlah kendaraan yang mereka gunakan. Sebab lokasi tersebut sedikit jauh dari jalan raya, sekitar 80 meter.
Kemudian pada Jumat, 21 Maret, Lasarus dan beberapa warga lainnya mendatangi Kantor BBKSDA Wilayah II Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Klaim Pengamanan
Kepala Bidang II BKSDA Ruteng, Daniwari Widiyanto mengatakan, pihaknya hanya melaksanakan tugas dan fungsi terkait pengamanan kawasan hutan lindung di Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng.
“Ada namanya patroli rutin di semua kawasan konservasi. Kami patroli di wilayah kerja kami yang dimandatkan,” ucap Widyanto yang mengklaim memiliki dokumen peta tata batas hutan lindung di wilayah itu.
Dia berkata, ada aktivitas yang menurut pihaknya non-prosedural di kawasan. “Ada pondok, kayu olahan, papan, yang diambil dari kawasan TWA Ruteng. Kami salah kalau tidak melakukan apapun ketika melihat itu kemarin,” tuturnya.
Menanggapi warga yang menyebut kawasan tempat Yohanes beraktivitas sebagai lahan ulayat, Daniwari menganjurkan pembuktian hukum sesuai dengan titik koordinat dan tata batas hutan yang sudah diatur pemerintah.
Alfred Alan, petugas BBKSDA juga ikut berbicara bahwa pihaknya tidak membantah klaim warga soal kawasan itu sebagai lahan ulayat. Persidanganlah yang akan membuktikan, apakah tanah tersebut miliknya atau pemerintah.
Petugas BBKSDA, kata dia, telah menyerahkan Yohanes beserta barang bukti papan dan balok kayu ke Polres Manggarai Timur di Borong pada 20 Maret.
“Daripada saling membantah di sini, lebih baik kita tunggu di persidangan,” ungkapnya.
Daniwari bilang, pihaknya akan melanjutkan proses hukum kasus tersebut di Polres Manggarai Timur, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Kapolres Manggarai Timur AKBP Suryanto mengaku bahwa Yohanes telah dipulangkan ke rumahnya. Untuk sementara dia wajib lapor.
“Setelah naik sidik, tetapkan tersangka baru bisa ditahan, sesuai prosedur,” kata Suryanto ketika dikonfirmasi Ekora NTT, Sabtu, 22 Maret 2025.
Sebab saksi-saksi penangkap dan saksi ahli belum dimintai keterangan sesuai aturan KUHAP pasal 184.
Belajar dari Kasus Mikael Ane
Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Nusa Bunga, Maximilianus Herson Loi berkata “BBKSDA seharusnya belajar dari kasus Mikael Ane” seorang warga adat Ngkiong yang sempat dipenjara terkait tudingan merambah kawasan hutan lindung.
BBKSDA, kata dia, menangkap Mikael dengan kasus yang serupa dengan Yohanes Emas.
“Lalu disidangkan oleh Pengadilan Negeri Ruteng dan Pengadilan Tinggi memvonis Mikael Ane bersalah. Tapi masyarakat adat ajukan kasasi dana Mahkamah Agung menyatakan Mikael tidak bersalah,” terang Herson.
“Saya rasa itu sama dengan ini, kasusnya Yohanes Emas,” tambahnya.
Sejauh pengetahuannya Manggarai Timur memiliki peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat, termasuk pembentukan panitia masyarakat adat yang tugasnya tiga hal; identifikasi, verifikasi, dan validasi masyarakat adat.
“Gendang Ngkiong dan Lawi, sudah menjadi gendang atau kampung yang sudah dilakukan identifikasi oleh panitia,” tegasnya.
Menurut Herson, BBKSDA juga termasuk dalam unsur panitia sesuai putusan Bupati Manggarai Timur Nomor 57 Tahun 2021.
“BBKSDA seharusnya punya tanggung jawab bahwa untuk kerja-kerja identitas dan verifikasi semestinya penangkapan terhadap masyarakat adat itu harus dihentikan dulu sampai ada kejelasan status lahan. Apakah itu nanti betul sebagai wilayah adat atau kawasan hutan lindung?” ungkapnya.
Dia berharap kejadian semacam ini mestinya menggunakan mekanisme lain seperti diserahkan ke gendang, nantinya tua gendang yang akan memberikan teguran atau pembinaan.
“Sepanjang dia memotong kayu itu untuk tujuan yang lain, tapi kalau tujuannya untuk bangun rumah apalagi kalau dia sudah minta izin ke tua gendang saya rasa tidak ada soal,” tegasnya.
Wihelmus Yakum, Tua Gendang Lando-Lawi yang juga ikut ke BBKSDA meminta agar Yohanes dibebas dan dipulangkan ke kampung.
“Mai dami bo kut dade hia kole awo, kaling tae dise bo ga proses hukum (Kami datang untuk bawa dia balik lagi ke kampung, tapi pihak BKKSDA bilang diproses hukum,” katanya.
Lasarus pun berharap agar sang kakaknya segera dibebaskan. “Tuntutan dami asekaen hoo harus bebas hia (Tuntutannya kami sebagai keluarga Yohanes harus bebas),” ujarnya.