Bicara HAM di Unika St. Paulus Ruteng, Natalius Pigai Serukan Hukum Mesti Lindungi Hak Warga Negara

Menurutnya, dalam konteks hak asasi manusia, mahasiswa perlu dibentuk menjadi pribadi yang kritis terhadap ketidakadilan serta berani memperjuangkan hak-hak dasar manusia.

Ruteng, Ekorantt.com Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng menghadirkan Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, sebagai pembicara utama dalam kuliah umum bertema “Pembangunan HAM di Indonesia” yang digelar di lapangan sepak bola kampus pada Rabu, 21 Mei 2025.

Kegiatan ini dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng, yang terletak di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Rektor Unika Santu Paulus Ruteng, Pastor Agustinus Manfred Habur dalam sambutannya menekankan bahwa kehadiran Menteri HAM merupakan bagian dari komitmen universitas dalam membentuk generasi muda yang berdaya guna, berdaya saing, serta memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

“Bagi kami, transformasi bukan hanya sebatas perubahan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga perubahan nilai, karakter, dan tanggung jawab sosial,” ujar Pastor Manfred.

Ia menjelaskan, pendidikan di Unika Santu Paulus Ruteng tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter mahasiswa sebagai agen perubahan.

Menurutnya, dalam konteks hak asasi manusia, mahasiswa perlu dibentuk menjadi pribadi yang kritis terhadap ketidakadilan serta berani memperjuangkan hak-hak dasar manusia.

“Dalam konteks HAM, sikap transformatif berarti mendidik generasi muda untuk menjadi teladan dalam melindungi martabat setiap orang tanpa pandang bulu,” tambahnya.

Pastor Manfred menekankan pentingnya nilai kolaborasi dalam menciptakan komunitas akademik yang inklusif dan menghargai keberagaman.

Ia menyebut kolaborasi sebagai langkah awal menghapus diskriminasi dan prasangka dalam lingkungan kampus, serta memperkokoh persatuan di masyarakat.

“Kami percaya bahwa perlindungan HAM tidak dapat tercapai sendirian. Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan mahasiswa sebagai generasi penerus,” tegasnya.

Sebagai institusi yang berlandaskan nilai-nilai Katolik, Unika Santu Paulus Ruteng juga menempatkan karakter sebagai fondasi utama dalam pendidikan.

“Karakter yang kuat akan melahirkan insan yang tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas dan kepedulian terhadap sesama,” jelas Pastor Manfred.

Ia meyakini bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun HAM di Indonesia. Oleh karena itu, Unika Santu Paulus Ruteng terus berupaya menjadi ruang pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan empati sosial.

“Kami ingin setiap lulusan dari Unika menjadi pribadi yang profesional sekaligus bertanggung jawab sebagai warga negara, yang mampu membawa perubahan positif dalam masyarakat,” pungkasnya.

Hukum dan HAM Jadi Fondasi

Dalam pemaparannya, Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai, menggarisbawahi urgensi menjadikan hukum dan HAM sebagai fondasi keadilan dalam kehidupan berbangsa.

Baginya, kehadiran hukum tak cukup hanya sebagai aturan, tetapi harus menjadi sarana untuk melindungi martabat dan hak setiap warga negara.

Pigai menekankan bahwa hukum dan HAM tak boleh dipisahkan dari tujuan utama: menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Ia juga menguraikan bahwa pemahaman kita terhadap hak asasi manusia telah berkembang seiring waktu.

Generasi pertama HAM, katanya, menitikberatkan pada hak-hak sipil dan politik. Lalu datang generasi kedua yang memperluas cakupan ke hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kini, generasi ketiga memperjuangkan hak atas lingkungan yang sehat dan praktik bisnis yang beretika.

Lebih jauh, Pigai menyoroti pentingnya membangun pemahaman HAM yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa—demokrasi, keadilan, dan cinta kasih, tak hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada alam dan Sang Pencipta.

Sebagai penutup, ia mengaitkan pandangannya dengan filosofi lokal Tri Hita Karana, warisan budaya masyarakat Manggarai, yang menekankan harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan sebagai landasan kehidupan yang bermakna.

“Kita harus go global dengan mindset yang memprioritaskan HAM dan keadilan,” ujarnya.

Pigai juga mengkritik maraknya praktik korupsi dan ketidakadilan di tubuh birokrasi Indonesia.

Ia menegaskan, integritas dan moralitas adalah syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin memegang jabatan publik.

“Negara ini membutuhkan orang-orang yang kompeten, tidak hanya dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam moral dan mental,” tambahnya.

Kuliah umum ini menjadi bagian penting dari rangkaian perayaan Dies Natalis ke-66 Unika St. Paulus Ruteng yang tahun ini berfokus pada penguatan nilai-nilai HAM di lingkungan pendidikan tinggi.

Pigai berharap, melalui pendidikan, generasi muda kampus dapat menjadi agen perubahan yang mampu memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia di tanah air.

spot_img
spot_img
TERKINI
BACA JUGA