Trio Rapper Cilik Asal Soe, dari Viral di Youtube hingga Getarkan Istana Negara

0

Jakarta , Ekorantt.com – RDP Hip Hop Generation, trio rapper cilik asal Soe-Nusa Tenggara Timor viral di Youtube beberapa waktu lalu. Ketiganya adalah Aldo, Charlos, dan Reven. Video lagu mereka viral. Penikmat musik Hip Hop dibuat terperangah oleh aksi ciamik yang mereka tampilkan.

Luar biasanya, aksi tiga rapper cilik ini mendapat apresiasi dari Igor Saykoji, rapper kenamaan Indonesia. Mereka beruntung karena bisa berkolaborasi dengan musisi Saykoji dalam suatu program televisi nasional.

Tidak berhenti di situ, Presiden Joko Widodo menguping kabar tentang kehebatan tiga bocah hebat ini. Bertepatan dengan kemeriahan dirgahayu Republik Indonesia yang ke-74, Presiden Jokowi mengundang mereka untuk tampil dalam acara Talenta Muda Bhineka Tunggal Ika, 23 Agusutus 2019 lalu.  

Ketiganya tampil bersama semua anak bertalenta dari Sabang sampai Merauke. RDP membawakan lagu “Malam Indah” bersama musisi Sara Fajira. Penampilan mereka mengundang decak kagum penonton.

Irama musik, penguasaan lirik dan aksi panggung ketigannya dinikmati oleh seisi gedung. Mereka bernanyi dengan lepas. Sesekali penonton diajaknya memainkan tangan sambil bernyanyi ala rapper.

Genre hip hop mencatat beberapa nama musisi Indonesia yang identik dengannya seperti Iwa K, Saykoji, Young lex, JFlow dan masih banyak lagi. Tiga musisi cilik dari negeri dingin Soe ini memberikan semangat kebaruan dalam industri musik Indonesia terutama hip hop.

Lagu-lagu hip hop dengan makna dan pesan kebaikan ternyata dapat dinyanyikan dengan begitu sempurna oleh anak-anak SD ini.

Rupanya musik hip hop ini mereka pelajari sejak usia 5 tahun. Single pertama mereka berjudul “Kids Bodo Ah” pertama kali muncul di Youtube pada pertengahan juli tahun lalu.

“Jangan suka melawan orang tua, sudah tak jaman lu harus dimanja manja, tapi lu pi sekolah malas malas” begitu lirik reff debut pertama mereka.

Liriknya sederhana, mudah dibawakan, dan erat dengan kehidupan anak-anak diusia mereka. Tentu saja memberi warna baru dalam musik Indonesia yang saat ini sedang krisis lagu anak-anak.

Banyak pula netizen yang mengatakan skill RDP hip hop Generation ini mengalahkan Young lex.

Termasuk Igor yang mengakui skill hip hop anak anak Soe ini, “ngerep bukan hal yang gampang di umur mereka. Pertama kali gue ngerep bagusan mereka daripada gue, ucap Igor saat diwawancarai Hitam Putih.

Lewat bakat emasnya, mereka siap membanggakan Indonesia dan bumi Nusa Tenggara Timur tentunya.

“Kami siap membanggakan Indonesia lewat hip hop,” ucap ketiganya saat membuka penampilan mereka di hadapan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, serta ratusan tamu undangan dalam acara Talenta Muda Bhineka Tunggal Ika.

Aty Kartikawati

TN Kelimutu Raih Gold Winner dalam Planet Tourism Award 2019

0

Ende,  Ekorantt.com – Taman Nasional Kelimutu yang merupakan destinasi pariwisata alam di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Tahun ini, Taman Nasional Danau Triwarna Kelimutu dinobatkan sebagai pemenang Gold Winner pada Planet Tourism Indonesia Awards 2019 dalam kategori NATURE.

Penyerahan penghargaan ini dilakukan oleh Ketua Asosiasi Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) kepada Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu, Agussetia Sitepu di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, Kamis (05/09/2019).

Acara ini merupakan kolaborasi antara MarkPlus Center for Tourism and Hospitality dan Asosiasi Industri Pariwisata Indonesia yang melakukan penilaian atas beberapa subyek pelaku wisata pada beberapa kategori.

Kategori  NATURE dimenangkan Taman Nasional Kelimutu mengingat kontribusi Taman Nasional Kelimutu kepada industri pariwisata Indonesia tidak hanya berdampak ekonomi tetapi juga berkomitmen dalam memberdayakan masyarakat setempat.

Selain itu, kehadiran Taman Nasional Kelimutu ikut melestarikan lingkungan yang mengacu pada Sustainable Development Goals.

Taman Nasional Tanjung Puting  mendapatkan Silver Award kategori yang sama dan penghargaan khusus diberikan kepada Prof. Birute Gladikas yang mendapatkan Activities Award atas pengabdiannya selama hampir 50 tahun dalam pelestarian orang utan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.

Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu, Agussetia Sitepu mengaku senang karena penghargaan yang diraih Taman Nasional Kelimutu. Penghargaan ini merupakan kebanggaan masyarakat NTT pada umumnya, dan masyarakat Kabupaten Ende pada khususnya.

“Saya berterima kasih kepada semua masyarakat dan stakeholder yang telah mendukung Taman Nasional Kelimutu baik dalam pengelolaan di lapangan maupun dukungan di dunia maya,” kata Sitepu.

Menurut Sitepu, penghargaan ini adalah buah dari hasil kerja bersama Taman Nasional Kelimutu, masyarakat dan semua stakeholder terkait. Kerja sama ini harus terus dirawat kedepannya.

Sitepu juga meminta kepada masyarakat untuk terus melakukan promosi.  Dan paling penting, lanjut Sitepu, masyarakat diminta menjaga Taman Nasional Kelimutu sehingga tetap lestari dalam rangka mensejahterakan masyarakat sekitar dan mencerahkan pengunjung.

Nasib Pedagang Tenun Ikat di Ende, tak Memiliki Lapak Jual yang Layak

0

Ende, Ekorantt.com – Sejumlah pedagang tenun ikat di Kota Ende mengeluh karena ketiadaan tempat untuk memasarkan produk tenun ikat.

Selama ini, pedagang menjual hasil tenun ikat di lorong-lorong, emperan toko bahkan di atas saluran drainase di sepanjang jalan pasar dan jalan Pelabuhan Ende.

Ironi memang. Warisan seperti tenun ikat harus dijual di tempat yang tidak layak. Karena itu para penjual kain tenun ikat meminta Pemkab Ende untuk menyiapkan pasar khusus tenun ikat.

“Kami jual di sini sudah puluhan tahun. Belum ada penataan sama sekali oleh pemerintah. Kalau musim hujan tiba, kami akan kehilangan penghasilan karena sudah tentu tidak bisa jual,” ungkap salah satu penjual tenun ikat yang tidak mau namanya dikorankan.

Ekora NTT sempat bertandang ke area sepanjang jalan ke Pelabuhan Ende. Di sana sekitar 200-an pedagang menjual tenun ikat khas Ende-Lio setiap harinya.

Keluhan mereka sejauh ini sama yakni belum ada tempat yang representatif untuk menampung jumlah pedagang ini. Memang Pemkab Ende telah menyediakan satu bangunan di depan Toko Anggrek tapi sudah pada pedagang.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende, Subhan Wanda membenarkan hal ini. Selama ini pihaknya telah melakukan monitoring dan sedang memikirkan solusi demi memperbaiki nasib para pedagang tenun ikat.

“Kami sudah pantau. Kita akan bahas bersama dan saya akan sampaikan ke Pak Plt Bupati, apakah mereka nanti digabung ke pasar Mbongawani yang sedang dibangun atau kita pikirkan untuk tempat sendiri agar terfokus,” ungkap Kadis Wanda.

Perhatian Serius

Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Ende Dapil 1 dari Partai Gerindra, Orba Kamu Ima meminta Pemkab Ende untuk melakukan analisis yang baik agar Pasar Mbongawani yang sedang dikerjakan bisa mengakomodir para pedagang tenun ikat di wilayah Pasar Ende.

“Produk tenun ikat itu warisan budaya yang mesti diperhatikan serius, mulai dari hulu sampai pada pemasarannya sehingga para pedagang ini mesti di relokasi pada satu tempat yang nyaman,” kata Orba.

Senada dengan itu, Anggota DPRD Ende dari Partai PSI, Emanuel Minggu menegaskan, akses publik seperti pasar itu harus memberi rasa nyaman bagi para pembeli dan penjual.

“Kalau dibiarkan mereka berjualan di emperan itu sangat tidak nyaman dan sangat berisiko. Selain itu berdampak pada tata ruang yang tidak kondusif,” jelas Eman.

Sementara itu Anggota DPRD Ende dari Partai Amanat Nasional, Fadlin Delly meminta pemerintah untuk segera mendata pedagang tenun ikat. Setelahnya, pemerintah harus mulai berpikir tentang lokasi baru agar semua pedagang terpusat.

“Kita akan dukung karena ini yang dijual kan hasil tenun ikat produk khas dan budaya kita. Jadi kita DPRD pasti dukung langkah pemerintah,” tegasnya.

Pasar Wolowaru Semrawut, Pengelolaan Pasar tidak Tegas

0

Ende, Ekorantt.com – Aktivitas jual beli di sejumlah pasar kecamatan di Kabupaten Ende seringkali dikritik, termasuk Pasar Wolowaru. Kritik ini mengarah pada kondisi pasar yang semrawut. Kemomos dan jorok. Ini sudah menjadi permasalahan klasik.

Semrawutnya Pasar Wolowaru berkenaan dengan penataan pasar yang tidak rapi. Belum lagi unsur sanitasi pasar yang jauh dari kata bersih.

 Area parkirnya juga tidak tertata baik sehingga kendaraan diparkir sesuka hati. Yang lebih parah lagi adalah kondisi pasar yang padat atau over kapasitas hingga penggunaan ruas jalan utama untuk aktivitas jual beli.

Pekan lalu Ekora NTT berkesempatan mengunjungi Pasar Wolowaru bersama wakil rakyat dari partai Demokrat, Mahmud Djegha yang berkesempatan meninjau Pasar Wolowaru.

Para pedagang mengeluh dan meminta agar lokasi pasar ditata lebih baik dan teratur termasuk memperbaiki ruas jalan di sekitar lokasi pasar. Ada juga yang berharap penambahan beberapa los untuk para pedagang.

Penjual ikan di Pasar Wolowaru, Adnan Sao mengakui kondisi Pasar Wolowaru masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu, ia meminta Pemkab Ende untuk menatanya lebih baik lagi.

“Pasar ini (Wolowaru) dapat ditata menjadi lebih baik termasuk tempat parkir untuk kendaraan, manajemen yang teratur sesuai jenis jualan. Termasuk tanggung jawab soal kebersihan pasar yang belum diperhatikan secara serius meski ada retribusi pasar,” tutur Adnan.

Senada dengan itu, Ahad Said mengaku prihatin dengan kondisi pasar Wolowaru. Pihaknya juga memandang bahwa manajemen pengelolaan pasar terkesan tidak tegas dan mengabaikan hak-hak para penjual dan pedagang kecil.

“Kami minta infrastruktur dan fasilitas jualan yang layak bagi pedagang kecil. Kami minta ketegasan pemerintah daerah melalui dinas perindustrian dan perdagangan Kabupaten Ende, juga pemerintah wilayah setempat agar mempertegas aturan mengenai pelaku pasar,” tandas Ahad.

Sejauh yang ia amati selama ini, situasi pasar lebih ramai di pinggir jalan umum ketimbang di area pasar.

“Kami minta ketegasan dari para petugas pasar untuk menertibkan para pedagang di pinggir jalan umum. Juga mempertegas aturan bagi para pedagang besar dari luar kabupaten yang sering menentukan harga seenaknya. Jika tidak dipertegas, maka para pedangan kecil akan terus ditindas oleh pedagang besar,” pungkasnya.

Sementara Anggota DPRD Kabupaten Ende, Mahmud Djegha kepada Ekora NTT mengatakan, agenda kunjungan tersebut sebagai bagian dari fungsi pengawasan.

“Hari ini bertepatan dengan hari pasar Wolowaru sehingga saya memutuskan untuk meninjau kondisi pasar dan mendengar langsung keluhan dan harapan masyarakat yang menjadi pelaku usaha,” kata Bento, begitu wakil rakyat yang satu ini biasa disapa.

Bento mengakui, keluhan dan harapan masyarakat mesti dikaji dan ditindaklanjuti. Ia berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan  pemerintah demi mengurai persoalan di Pasar Wolowaru.

“Prinsipnya, kita mendengar dan menyerap langsung keluhan dan harapan masyarakat. Ada keluhan soal penataan infrastruktur jalan dan fasilitas pasar, keluhan soal manajemen, kebersihan, juga pelayanan kesehatan melalui BPJS dan Kartu Indonesia Sehat (KIS),” terangnya.

Bento berkomitmen untuk terus menyerap aspirasi masyarakat dan akan berkoordinasi dengan pemerintah maupun pemimpin wilayah untuk bersama-sama mencari solusi terkait keluhan, persoalan dan harapan masyarakat.

“Pengawasan seperti ini akan terus dilakukan terutama di beberapa titik yang menjadi akses pelayanan publik, baik di pasar-pasar, rumah sakit atau Puskesmas, juga tempat umum lainnya yang harus menjadi fokus perhatian. Prinsipnya, ini adalah data primer dari kondisi riil yang kita temukan di lapangan,” ujar Bento.

Revitalisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk Cita-Cita Kemerdekaan Indonesia

0

Jakarta, Ekorantt.com – Presiden Joko Widodo telah terpilih secara demokratis untuk melanjutkan kepemimpinannya pada periode 2019-2024. Pada periode kedua pemerintahannya, pembangunan sumberdaya manusia (pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, perumahan, lapangan kerja, sains dan teknologi) akan menjadi salah satu prioritas kinerja Presiden dan kabinetnya sebagaimana dinyatakan dalam pidatonya tanggal 14 Juli 2019.

Dalam konteks ini, pemberdayaan dan penguatan perempuan menjadi krusial mengingat masih banyaknya masalah perempuan Indonesia seperti tingginya angka perkawinan anak perempuan, tingginya Angka Kematian Ibu  (AKI) stunting, penggusuran ruang hidup perempuan karena industri ekstraksi, nasib petani dan buruh migran perempuan serta diskriminasi terhadap perempuan terutama dalam konteks menguatnya politisasi identitas.

Memastikan ruang hidup perempuan dalam hal akses, menerima manfaat yang setara, membuka ruang partisipasi, dan  pelibatan perempuan untuk mengontrol jalannya pembangunan adalah modalitas kuat untuk mencapai  sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan toleran di masa depan.

Merespons hal tersebut, Gerakan Perempuan Peduli KPPPA yang terdiri dari beberapa organisasi perempuan dan Komnas Perempuan bertemu pada tanggal 30 Juli 2019 untuk mendiskusikan kelangsungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di pemerintahan baru.

Hal ini mengingat Kementerian Pemberdayaan Perempuan lahir dari perjuangan gerakan perempuan Indonesia untuk kemerdekaan serta melalui Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women).

Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah hal yang perlu disampaikan kepada pemerintah RI tentang penguatan kembali mandat Konvensi CEDAW diantaranya fungsi dan keutamaan KPPPA yaitu memperhatikan secara serius persoalan-persoalan perempuan di Indonesia yang masih mengalami diskriminasi di berbagai sektor kehidupan.

Berangkat dari kesejarahan, mandat, dan tantangan perempuan Indonesia yang harus ditangani secara serius, kehadiran KPPPA secara kelembagaan yang menjalankan mandat pengarusutamaan gender yang kuat,  handal, dan mampu melakukan kerja sinergi dengan berbagai sektor, menjadi prioritas agar pemenuhan Hak Asasi Perempuan segera terwujud dan menjawab berbagai tantangan yang dihadapi  perempuan Indonesia.

Oleh karena itu kami individu dan lembaga-lembaga yang tergabung dalam Gerakan  Perempuan Peduli KPPPA mengajukan konsep dan kriteria guna mendukung proses pemilihan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam memilih calon Menteri KPPPA dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki kecintaan kepada Bangsa Indonesia dan pemajuan bangsa, terutama pemajuan perempuan Indonesia;
  2. Memiliki pengalaman dan kerja yang panjang dalam hal penegakkan hak-hak perempuan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia;
  3. Memiliki keahlian dibidang kesetaraan gender  sebagai mandat perjuangan Indonesia dalam Konvensi CEDAW dan UU Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;
  4. Memiliki komitmen demokrasi dan mandat reformasi di Indonesia;
  5. Memiliki komitmen menjalankan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel;
  6. Memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam kerja-kerja birokratis dan koordinasi antarsektor;
  7. Responsif terhadap pendekatan-pendekatan solutif, kreatif, dan inovatif.

Hingga Agustus 2019, Realisasi Penyerapan APBD TTU Baru 37,5 Persen

0

Kefamenanu, EKORA NTT – Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terus berkomitmen untuk meningkatkan realisasi penyerapan anggaran pembelanjaan tahun 2019, baik untuk belanja langsung maupun belanja tidak langsung.  Hingga 31 Agustus 2019, realisasi pembelanjaan APBD TTU baru mencapai 37,5 persen.

Saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (09/092019), Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Bonefasius mengatakan, salah satu langkah awal yang ditempuh untuk kembali memacu realisasi penyerapan APBD tahun 2019 adalah pelaksanaan rapat koordinasi bersama semua pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

“Jadi ini memang komitmen kita. Dan kita selalu melaksanakan rapat koordinasi evaluasi dengan semua OPD,” Ujarnya.

Rapat koordinasi dan evaluasi tersebut, menurutnya, bukan saja dimaksudkan untuk melihat kembali aktivitas pembelanjaan, tetapi juga berlaku untuk evaluasi penerimaan pendapatan.

“Rapat koordinasi untuk mengevaluasi pendapatan juga harus dilakukan. Semua kegiatan pembelanjaan dapat berjalan jika pendapatan bertambah. Baik pendapatan maupun pembelanjaan, dua-duanya perlu kita evaluasi”, imbuhnya.

Bonefasius menjelaskan, kegiatan rapat koordinasi dan evaluasi bersama tersebut dilakukan supaya semua pimpinan OPD dapat mengetahui persis posisi realisasi penyerapan masing-masing. 

Dari penetapan anggaran belanja sebesar Rp. 1.232.950.733.207.01, realisasi anggaran sampai dengan 31 Agustus 2019 yang lalu bernilai Rp. 462.149.724.454 atau  37,5% dari total anggaran yang ditetapkan.

Santos

Satgas Pamtas RI-RDTL 741/GN Sektor Barat Resmi Purna Tugas

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif Mekanis 741/GN Mayor Inf. Hendra Saputra mengalungkan selendang kepada Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif 132/BS Mayor Inf. Wisyudha Utama di Makosatgas, pada Sabtu (07/09/2019). 

Pengalungan tersebut menandai serah terima tugas dari Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif Mekanis 741/GN Mayor Inf. Hendra Saputra kepada Komandan Satgas Pamtas RI-RDTL yang baru Yonif 132/BS, Mayor Inf. Wishyudha Utama.

Pada kesempatan itu juga, 400 orang prajurit Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif 132/BS secara resmi diterima oleh Mayor Inf. Hendra Saputra, yang memimpin seluruh acara serah terima tugas tersebut.

Acara serah terima 400 anggota Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif 132/GN itu berlangsung di Makosatgas, Pamtas RI-RDTL di Desa Eban, Kecamatan Miomafo Barat pada Sabtu (7/9/2019).

Pada kesempatan itu juga, Inf. Hendra Saputra melakukan presentasi terkait situasi terkini kepada Komandan Mayor Inf. Wisyudha Utama.

Selain presentasi, juga dilakukan pemusnahan barang-barang ilegal hasil operasi penggagalan yang dilakukan oleh anggota Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat Yonif Mekanis 741/GN. Barang-barang ilegal tersebut antara lain bahan bakar minyak.

Usai upacara serah terima tugas tersebut, acara dilanjutkan dengan sesi foto bersama para anggota Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat yang baru di depan Makosatgas.

Sandro

UNIKA St. Paulus Ruteng Selenggarakan KDMI Tingkat Prodi PGSD

Ruteng, Ekorantt.com – Universitas Katolik Indonesia St. Paulus-Ruteng, program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) menyelenggarakan Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI) 2019. 

Kompetisi ini dilaksanakan selama dua hari, dari hari  Senin-Selasa (9-10/9/2019). Kegiatan hari pertama berlangsung di gedung Eduardus 04 dan di ruangan Eduardus 07 pada hari kedua. Seluruh rangkaian kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Mikael Nardi, M.Pd. selaku Kaprodi PGSD. 

Dalam sambutannya, Nardi menjelaskan bahwa lomba ini bertujuan untuk menghasilkan tenaga pendidik, peneliti, serta praktisi yang unggul, profesional dan kompeten. 

“Kegiatan ini bertujuan untuk melatih pribadi kita menjadi pribadi yang memiliki daya saing yang tinggi dan mampu berkompetisi”, ungkap Pendamping KDMI itu kepada segenap mahasiswa peserta lomba dan semua yang hadir di tempat penyelenggaraan acara. 

Para peserta kegiatan ini nantinya juga disiapkan untuk mengikuti perlombaan di jenjang yang lebih tinggi.

“Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan mahasiswa yang unggul sehingga bisa dipersiapkan mengikuti debat tingkat  fakultas, tingkat universitas, dan menentukan siapa yang bisa terpilih untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa dan Pelajar (PIMPEL) yang akan dilaksanakan di Yogyakarta”, ujar Nardi. 

Mantan ketua Senat (2006-2007) itu menjelaskan bahwa penyelenggaraan Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia tersebut juga dilaksanakan dalam rangka merayakan HUT ke-60 PGSD.

Ketika ditemui terpisah oleh EKORA NTT, Marselinus Robe, M.Pd selaku Ketua Panitia sekaligus juri kegiatan ini menyatakan bahwa KDMI menuntut mahasiswa untuk mengembangkan wawasan yang luas, kemampuan berbahasa Indonesia yang baik, dan kemampuan berargumentasi yang tajam, terutama ketika harus mematahkan argumentasi oposisi dengan dalil-dalil yang kuat.

“Lomba ini adalah ajang untuk mengasah kemampuan intelektual mahasiswa”, ujar Robe.

KDMI kali ini diikuti oleh 48 peserta dari 16 tim. Setiap tim terdiri dari 3 anggota. Peserta lomba berasal dari berbagai tingkat yakni tingkat 1 sebanyak 6 tim, tingkat 2 sebanyak 4 tim dan tingkat 3 sebanyak 6 tim.  

Debat hari pertama berlangsung seru dan penuh dengan  nuansa akademik. Adu argumen terjadi silih berganti. Baik para peserta maupun penonton terlihat sangat antusias.

“Momentum ini merupakan wahana yang dapat menambah wawasan dan melatih kami untuk menjadi pribadi yang berdaya saing dan siap berkompetisi di dunia yang lebih luas.” ungkap Margareta Suryanti Luju salah satu peserta lomba, kepada EKORA NTT. 

Yanti juga berharap agar event ini diadakan setiap tahun akademik. Menurutnya, event ini bisa digunakan sebagai ajang untuk menyeleksi para peserta yang akan disertakan dalam perlombaan di tingkat-tingkat yang lebih tinggi.

Kontributor: Selvianus Hadun

Tanggapan Kadis Capil Matim tentang Polemik Pengubahan Nama Dua Kecamatan di Matim

0

Borong, Ekorantt.com – Polemik rencana pengubahan nama dua kecamatan di Matim, yaitu dari Kecamatan Poco Ranaka Timur menjadi Kecamatan Lamba Leda Timur dan Kecamatan Poco Ranaka menjadi Kecamatan Lamba Leda Selatan menuai banyak komentar dari berbagai instansi. Salah satunya adalah Kepala Dinas Catatan Sipil (Capil) Kabupaten Manggarai Timur, Robertus Bonafantura.

Kata Robertus, masyarakat di kedua kecamatan tersebut tidak perlu terlalu risau dengan masalah administrasi terkait pengubahan nama dua kecamatan di Matim tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada masalah pelayanan publik, baik menyangkut administrasi induk, pendidikan, sosial, dan hal lainnya. 

Mantan Camat Poco Ranaka itu juga menjelaskan, dengan disetujuinya rencana pengubahan nama dua kecamatan di Matim tersebut oleh pemerintah Pusat atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), perbaikan data kependudukan yang menjadi kebutuhan masyarakat pun akan segera dilakukan.

“Tak perlu kita berpikir tentang masalah sejak awal, tetapi mari kita dukung inisiatif baik dari masyarakat Lamba Leda. Sejarah telah mencatat bahwa kita dilahirkan dan dibesarkan dalam wilayah Kedaluan Lamba Leda”, tutupnya.

Adeputra Moses

Salahudin, ODGJ Pengelola Rumah Sampah di Pulau Koja Doi

Maumere, Ekorantt.com – Pagi-pagi, 30 Agustus 2019. Setelahmenikmati matahari terbit dari Bukit Batu Purba di Pulau Kojadoi, kami menyusuri gang yang membelah perkampungan di pulau mungil tersebut.

Air masih surut. Matahari beranjak naik. Anak-anak sekolah bergegas ke sekolah di Pulau Besar yang berada di bagian utara. Untuk sampai ke sana, mereka harus melewati jembatan batu sepanjang 680 meter.

Menurut Ancol, pemuda yang memandu kami selama di Koja Doi, ada dua sekolah di Pulau Besar yakni Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Siswa/i dari Kojadoi setiap hari harus melewati jembatan yang mulai dibangun sejak tahun 1979 ini.

“Ada juga orang tua yang antar anak-anaknya dengan perahu kecil. Biasanya anak-anak kelas satu SD,” kata Ancol sembari menunjuk perahu yang lewat di bagian selatan jembatan. “Itu orang tua antar anaknya”.

Ancol kemudian mangarahkan kami ke rumah sampah di tengah kampung. Rumah sampah itu, kata Ancol, dikelola oleh seorang yang mengalami gangguan jiwa.

Awalnya kami takut. Mulut boleh berkata iya ketika diajak Ancol, tapi hati sangat cemas. Takutnya kalau terjadi apa-apa.

Ya sudah, kami memberanikan diri karena penasaran. Bagaimana mungkin seorang yang menderita gangguan jiwa bisa mengelola rumah sampah.

Kami berhenti tepat di depan sebuah rumah panggung. Rumah tersebut berbeda dengan rumah-rumah yang lain. Pintu depannya dilumuri sampah-sampah yang bergelantungan. Bahkan, sampah-sampah tertata di pagar depan hingga jemuran di bagian selatan rumah.

Tak lama, pemilik rumah muncul di balik pintu. Ia mengenakan topi, baju kaus berkerak dan celana pendek seperti orang kebanyakan. Tak ada tanda-tanda bahwa ia seorang dengan gangguan jiwa.

Ia melempar senyum walau beberapa gigi depannya sudah rontok. Ia kemudian menuruni anak tangga untuk menjumpai kami di jalan.

“Salahudin, Salahudin, Salahudin saja,” begitu ia memperkenalkan diri singkat.

Salahudin mengajak kami masuk ke rumahnya. Dengan sedikit takut, kami mengiyakannya.

Begitu membuka pintu, semua ruangan terisi dengan sampah. Penuh dan sesak. Ada yang bergelantungan di langit-langit rumah. Ada yang menumpuk di lantai. Ada juga yang berserakan begitu saja.

Hanya tersisa lorong untuk bisa berjalan. Tapi ukurannya sangat sempit. Ada sebuah tempat tidur di pojok yang dibaluti kelambu kusam. Mungkin di situlah tempat tidurnya.

Tiga kucing, satu berwarna hitam dan duanya lagi berwarna belang, bermain asyik di atas tempat tidur. Nampak ketiganya bersih dan asyik dipandang.

Luar biasanya, bau busuk khas sampah tak sedikit pun tercium di dalam rumah tersebut. Hanya udaranya sedikit pengap, mungkin karena sirkulasi udara yang tidak lancar.

Setelah melihat isi ruangan, kami kembali keluar dan berbincang dengan Salahudin tentang rumah sampahnya ini.

Kami berlagak dengan pertanyaan sistematik yang sudah dirancang rapi. Tapi sia-sia. Kami bertanya lain, Salahudin menjawabnya lain.Tidak nyambung.

Bahkan, warga sekampungnya tidak paham dengan apa yang dibicarakannya. Kalau Salahudin menggunakan Bahasa Buton, mereka mengerti. Yang rumitnya adalah saat ia mencampuradukkan Bahasa Buton dengan bahasa-bahasa lain yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya.

Saat mengakhiri pembicaraan, ia selalu tertawa terkekeh dengan mengacungkan jari jempolnya.

Kendati demikian, beberapa hal yang kami tanyakan, ia jelaskan dengan baik meskipun ringkas.

Ia mulai mengumpulkan sampah sejak tiga tahun lalu. Sampah jenis apa saja, ia pungut entah di laut atau di lingkungan sekitarnya.

Setelah dipungut, sampah dicuci hingga bersih dan tidak mengeluarkan bau tak sedap.

Menurut penuturan sejumlah warga, Salahudin memungut sampah setiap hari. Tiada hari tanpa pungut sampah.

“Ia biasanya cuci sampah di laut. Tidak puas di laut, dia cuci lagi pakai air keran. Kadang-kadang air keran habis gara-gara dia punya sampah,” kata Salihun, salah satu pemuda Koja Doi.

Lucunya juga, warga kadang-kadang marah karena ulah Salahudin yang tidak hanya memungut sampah tetapi juga mengangkut jemuran tetangganya untuk dikumpulkan di rumah sampah.

“Pikirnya itu juga sampah. Dia angkat semua. Tapi itu awal-awal, sekarang sudah tidak lagi. Bagus sekali yang dia lakukan, lingkungan jadi bersih,” kata Salihun.

Mungkin karena sudah ngobrol terlalu lama, Salahudin pamit dan kembali ke dalam rumahnya dijemput oleh tiga kucing kecilnya di depan pintu rumah.