Meningkatnya Kasus Bunuh Diri di Manggarai, Haryanto: Ini Urusan Negara

Ruteng, Ekorantt.com – Kasus bunuh diri di Manggarai cukup mencemaskan. Berdasarkan data yang dihimpun EKORA NTT,  pada tahun 2018 terdapat 11 kasus bunuh diri. Angka ini meningkat pada tahun 2019 yakni 26 kasus. Pada awal tahun 2020 sudah ada 1 kasus bunuh diri.

Peneliti Senior dan Psikolog pada Yayasan Mariamoe Peduli, Jefrin Haryanto menegaskan, pemicu bunuh diri bermacam-macam, tergantung seberapa kuat ketahanan psikologis seseorang mengahadapi gangguan dan tekanan psikologisnya.

Korban paling banyak dimulai remaja hingga umur dewasa awal. Orang yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri, kata Haryanto, bukan karena mereka ingin mati, tapi karena ingin keluar dari masalah.

Menurut Haryanto, pemerintah harus mengecek kedalam dirinya apakah pembangunan yang sudah dilakukan ini menaikan indeks kebahagian masyarkatnya atau tidak.

“Pemerintah harus menemukan akar soalnya secara rinci. Berhenti untuk diam, dan mendelivery soal ini hanya urusan privat. Ini urusan negara,” ungkap Haryanto kepada Ekora NTT, Selasa 21 Januari 2020.

iklan

Saat ini, jelas Haryanto, publik kita mengalami krisis empati. Semua orang asyik dengan dirinya dan kehilangan kepekaan terhadap apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Di satu sisi, turbulensi sosial sangat tinggi, dan mereka yang ringkih secara psikologis akan tumbang dalam kondisi seperti ini.

Hemat Haryanto, pendidikan kita juga terlalu fokus pada pengembangan kecerdasan intelektual dan melupakan pendidikan emosional atau pendidikan hati. Padahal, kata dia, empati dan care itu adanya di domain emosional.

“Buat saya, semua pihak harus digerakkan secara masif untuk membedah soal ini termasuk membagi peran secara baik dan terukur pada level dan kewenangan masing-masing,” jelas Haryanto.

Berita Media

Tingginya angka bunuh diri bisa juga dipengaruhi pemberitaan di media. Albina Redemta Umen, psikolog dari Yayasan Mariamoe Peduli menilai pemberitaan yang mengulas kronologis kematian seperti ruang belajar bagi orang berpotensi lainnya.

Selain itu, kata bunuh diri ketika diberitakan secara terus menerus, akan  menjadi referensi penyelesaian masalah bagi mereka yang ringkih secara psikologis.

“Sama halnya dengan media sosial  lainnya facebook dan lainnya yang memberitakan kasus serupa secara vulgar. Ini akan menjadi sumbangan referensi untuk orang berpotensi lainnya,” jelas Redemta.

“Harapan saya yang sebenarnya sudah didiskusikan dengan beberapa teman media. Berdasarkan pertimbangan rasional, kami menyepakati untuk drop memberitakan kasus serupa kepada publik, dan mulai mengurangi pemakaian kata bunuh diri pada pemberitaan kita,” tambahnya.

Di sisi lain, ia berharap agar pengguna media sosial untuk berhenti memberitakan hal serupa secara vulgar mengingat dampak yang sudah terjadi selama ini.

Adeputra Moses

TERKINI
BACA JUGA