2 Tahun Mangkrak, Pembangunan RS Pratama Wewaria Dipastikan Rampung Akhir November 2019

0

Ende, Ekorantt.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende kembali menganggarkan dana 2,5 miliar rupiah untuk melanjutkan pembangunan Rumah Sakit Pratama Wewaria tahun 2019.  

Sebelumnya, dana 15 miliar rupiah dialokasikan untuk pembangunan rumah sakit ini pada tahun 2017. Tapi dua tahun proyek ini mangkrak.

Kepala dinas Kesehatan Kabupaten Ende, dr. Munafatma yang dikonfirmasi wartawan di gedung DPRD Ende pada Selasa, (8/10/2019) menjelaskan, pemerintah telah menganggarkan 2,5 miliar untuk menyelesaikan item pekerjaan yang belum dikerjakan akibat adendum dana pada perencanaan awal.

Menurutnya, saat ini pekerjaan sedang dilakukan dan dipastikan akhir November 2019 semua pekerjaan fisik dapat terealisasi.

“Kami akui ada deviasi namun kita sudah koordinasikan dengan pihak kontraktor untuk mempercepat proses pekerjaan,” tuturnya.

PPK Proyek Pembangunan Rumah Sakit Pratama Wewaria, Andre Dato

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan  Rumah Sakit Pratama Wewaria, Andre Dato menjelaskan, tambahan dana 2,5 miliar rupiah pada tahun 2019 ini digunakan untuk menyelesaikan seluruh item fisik yang belum dikerjakan.

Item fisik yang belum dikerjakan, kata Dato, antara lain pemasangan granit/lantai, pemasangan kusen pintu dan jendela, pekerjaan pengecatan dan finishing.

Sedangkan pekerjaan tembok penahan tanah dianggarkan melalui Dinas PU Kabupaten Ende.

Progress sekarang sudah 33 %. Namun semua material sudah ada di lokasi sehingga kita pastikan pada bulan November 2019 pekerjaan ini bisa tuntas,” kata Dato.

“Soal dana 15 miliar yang tidak kelar pekerjaan karena ada over volume galian tanah yang semula 7.801 meter kubik namun realisasinya sampai 35.000 meter kubik sehingga kita lakukan adendum,” tambahnya.

Menurut  Dato, pekan lalu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende dan PPK sudah memerintahkan pihak kontraktor pelaksana untuk menambah jumlah tenaga kerja dan menambah jam kerja agar realisasi proses sesuai dengan kontrak kerja.

Direktur CV Mampesi, Nofirsal Banoet yang dikonfirmasi media menyatakan, siap menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak kerja.

Menurutnya, pengerjaan proyek ini dijadwalkan selama 120 hari kerja.

“Kita masih punya waktu 45 hari kerja. Kami optimis ini bisa selesai tepat waktu karena semua material sudah onside,” janji Banoet.

Literasi Ekologi Lewat Lomba Melukis Berhadiah Anakan Pohon

Ngada, Ekorantt.com – Mengakhiri kegiatan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) pada bulan September 2019 paroki Kurubhoko menggelar lomba melukis bagi anak Sekolah Dasar. Kegiatan lomba yang berlangsung pada Senin (07/10/2019) di Kurubhoko itu mengangkat tema BKSN 2019: ‘Mewartakan Kabar Sukacita di Tengah Krisis Ekologi.’

Sekitar 40 siswa dari dua sekolah yakni SDI Kurubhoko dan SDK Tanawolo terlihat bersemangat mengikuti kegiatan ini. Peserta lomba melukis yang adalah siswa kelas I, II dan III itu didampingi guru kelas masing-masing.

Sebelum melukis, anak-anak diajak menonton video animasi tentang manusia pertama dan taman Eden. Fasilitator kegiatan menonton menjelaskan, taman Eden merupakan suatu gambaran kehidupan yang harmonis antara manusia dengan alam dan pencipta-Nya. Namun, manusia akhirnya jatuh dalam dosa, dan keluar dari taman yang indah, dan damai karena ketidaksetiaan.

Usai nonton, kegiatan dilanjutkan dengan tanya jawab bersama anak-anak tentang video animasi sebagaimana digambarkan dalam Kitab Kejadian itu. Baru setelah tanya jawab, anak-anak diarahkan untuk menyiapkan diri mengikuti kegiatan lomba melukis.

Lomba meriahkan BKSN tahun 2019 itu diselenggarakan atas kerjasama Paroki Kurubhoko dengan Yayasan Puge Figo dan Rumah Literasi Cermat (RLC). Selain lomba lukis, di paroki ini juga digelar lomba Baca Kitab Suci, Lomba Mazmur dan Kuis Kitab Suci yang melibatkan siswa SD dan SMP.

Pastor Paroki Kurubhoko, RP. Tobias Harman, di sela-sela pengumuman pemenang lomba, Minggu (06/10/2019) mengatakan, kegiatan ini menanggapi tema BKSN tahun 2019 dengan tema ‘Mewartakan Kabar Gembira di Tengah Krisis Ekologi.’ Melalui kegiatan ini diharapkan anak semakin mengakrabi Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari dan mencintai lingkungan tempat tinggalnya.

Pater Tobias berharap, tema BKSN tahun ini juga semakin menumbuhkan kesadaran ekologis bagi anak-anak dan mendorong mereka mencintai dan merawat lingkungan. 

“Karena merusak alam berarti merusak ciptaan Tuhan sendiri dan itu dosa,” kata Pater Tobias.

Hadiah Anakan Pohon

Sementara Ketua Yayasan Puge Figo (YPF), Emanuel Djomba mengatakan, kegiatan lomba melukis ini sangat positif dalam memberi edukasi kepada anak-anak tentang pelestarian lingkungan. Dengan demikian, dalam diri anak akan tumbuh kesadaran ekologis dan mereka mulai terbiasa menjaga lingkungan agar lestari, terus menanam dan tidak merusak.

Selain itu, kata Emanuel, proses melukis sangat baik bagi perkembangan anak usia dini, baik perkembangan motorik, perkembangan imajinasi maupun perkembangan kognisi. Karena itu, sebagai yayasan yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan, pemberdayaan dan edukasi ekologi, kegiatan lomba semacam ini akan memberi manfaat positif bagi anak.

“Jika ingin lingkungan kita lebih baik di masa depan, maka mulai saat ini kita melibatkan anak, remaja dan orang muda dalam giat-giat pelestarian dan edukasi ekologi. Merawat lingkungan sama dengan merawat masa depan generasi kita,” kata Emanuel.

Para pemenang lomba, kata dia, diberikan hadiah seperti alat tulis, Kitab Suci dan anak pohon. Hadiah anakan pohon juga diberikan kepada setiap anak dan akan dilakukan penanaman  pada saat memasuki musim hujan tahun 2019 di lingkungan sekolah. Menyongsong musim hujan, Emanuel berharap para guru ikut mengedukasi siswa dengan menyiapkan tempat tanam.

Hadiah anakan pohon adalah terobosan pendidikan ekologi bagi anak-anak sehingga menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya menanam pohon bagi kehidupan. Program ini didukung oleh Yayasan Puge Figo. Bahkan kata Ketua YPF, pihaknya sedang menjajaki tiga sekolah di wilayah paroki ini menjadi sekolah contoh berbasis ekologi. 

Untuk mencapai harapan itu perlu proses mulai dari sekarang dengan menumbuhkan kesadaran terlebih dahulu, sehingga anakan pohon yang nanti anak bawa pulang ke sekolahnya dapat dirawat dengan baik.

Belmin Radho

Marselinus Ajo Bupu Dilantik Jadi Ketua DPRD Nagekeo

Mbay, Ekorantt.com – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Marselinus Ajo Bupu kembali dilantik menjadi ketua DPRD Kabupaten Nagekeo periode 2019-2024.

Sebelumnya marselinus pernah memimpin lembaga DPRD Nagekeo selama 4 tahun yaitu periode 2014-2019. Namun, pada pilkada Nagekeo lalu, Marselinus pernah maju sebagai calon wakil bupati Nagekeo dan berpasangan dengan Paulinus Nuwa Veto.

Selain Marselinus turut dilantik saat itu Yosefus Dhenga dari partai Nasdem dan Kristianus Du’a Wea asal partai Golkar. Keduanya dilantik sebagai wakil ketua.

Marselinus Ajo Bupu diambil sumpah oleh ketua pengadilan Nageri Bajawa Herbert Harefa melalui rapat paripurna  istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nagekeo dalam rangka pengucapan janji pimpinan DPRD Kabupaten Nagekeo.

Pelantikan sumpah tersebut berlangsung di ruang paripurna DPRD Kabupaten Nagekeo, Senin (07/10/2019).

Rapat paripurna tersebut dipimpin langsung oleh ketua DPRD sementara  Nagekeo Petrus Du’a dan Yosefus Dhenga dan disaksikan langsung oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda), Kapolres Ngada AKBP Andhika Bayu Adhitama, SIK, MH, Dandim 1625/Ngada Letkol Inf I Made Putra Suartawan dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bajawa Andy Nugraha Triwantoro.

Usai pelantikan, dilangsungkan penyerahan palu sidang oleh ketua DPRD Sementara kepada ketua DPRD Nagekeo definitif yang disaksikan langsung oleh 25 anggota DPRD terpilih, Forkompinda dan tamu undangan.

Dalam sambutannya Ketua DPRD Nagekeo Marselinus Ajo Bupu mengatakan regulasi mengamanatkan bahwa DPRD mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Ketiga fungsi tersebut harus dilaksanakan sebab DPRD merupakan manifestasi dari rakyat.

Sesuai Pasal 164 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD Kabupaten Nagekeo harus memiliki tiga orang Pimpinan DPRD, yang terdiri dari satu orang ketua dan dua orang wakil ketua.

Marselinus juga menegaskan bahwa hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD adalah hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa lembaga pemerintahan dan DPRD berkedudukan sejajar dan tidak saling membawahi.

Menurutnya,  seharusnya hubungan sejajar tersebut terwujud dalam setiap pelaksanaan urusan pemerintahan di Kabupaten Nagekeo. Masing-masing pihak mesti memahami bahwa hubungan kemitraan antara eksekutif dan legislatif bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interdependensi) dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem, dengan memperhatikan cakupan manfaat dalam mencapai tujuan pemerintahan daerah.

”Atas nama lembaga DPRD, saya mengajak Pemerintah Kabupaten Nagekeo untuk bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Nagekeo, membangun dan memajukan Kabupaten Nagekeo, dalam koridor komunikasi yang harmonis. Sebab bagaimanapun, eksekutif dan legislatif adalah dualitas inheren yang tidak terpisah,” tegasnya.

Dikatakannya, Undang- undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara jelas menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah dan  DPRD. Sudah selayaknya, Pemerintah Kabupaten Nagekeo bersama DPRD Kabupaten Nagekeo bekerja sama dengan baik, dalam spirit kemitraan sejajar untuk menempatkan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nagekeo pada posisi paling utama.

Belmin Radho

Tradisi Toto Kopi: Dari Baca Nasib Hingga Ramal Jodoh

Borong, Ekorantt.com – Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kabupaten Manggarai secara khusus di kampung Lawir Rengkam, Kecamatan Pocoranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur seperti tak pernah lepas dari kopi. Sebelum memulai aktivitas sehari-hari, minum kopi semacam menjadi ritual pembuka yang tidak bisa tidak dilakukan.

Mungkin praktik minum kopi bukan hanya berlaku bagi orang Manggarai. Pecinta kopi di luar Manggarai pun pasti memiliki kebiasaan serupa. 

Minum dan menikmati kopi seakan menjadi penyemangat bagi setiap pecandu kopi.

Meski minum kopi sudah menjadi kebiasaan umum, ada satu praktik yang sangat unik dalam tradisi minum kopi di kebudayaan Manggarai. Praktik itu kerap disebut dengan istilah toto kopi. Toto kopi biasanya dilakukan setiap selesai menikmati hidangan kopi.

Secara harafiah toto berarti memperlihatkan. Penafsiran dari istilah toto kopi adalah memperlihatkan bentuk gambar ampas kopi yang ditiris di dinding gelas.

Setelah tirisan, ampas kopi di dinding gelas yang sudah kering akan berbentuk seperti gambar. Gambar itu kemudian dibaca dan diterawang oleh seorang penerawang. Hasil terawangan disampaikan di tempat itu juga, sehingga semua yang ada bersama saat minum kopi bisa tahu dan nuansa diskusi pada saat lejong (bertamu) bisa dibangkitkan.

Menurut orang Manggarai, toto kopi mempunyai tujuannya sendiri. Toto kopi diyakini mampu melihat gambaran kehidupan, melihat rejeki, dan bahkan meramal masa depan, seperti jodoh dan lain-lain. Tradisi toto kopi juga bisa menjadi hiburan pelepas penat setelah aktivitas seharian.

Toto kopi adalah hal yang lumrah bagi orang Manggarai. Toto kopi cenderung diminati kaum perempuan, bahkan menjadi rutinitas setiap kali lejong (bertamu). 

Kopi yang disuguhkan untuk toto kopi bukanlah semua jenis kopi. Toto kopi hanya boleh dilakukan dengan kopi lokal, bukan kopi kemasan yang biasa dijual di kios-kios. 

Salah satu pecinta kopi, Yoseph Sudirman Watin, saat diwawancarai Ekorantt.com Minggu (29/09/2019) menjelaskan, toto kopi menjadi semacam ritual bagi orang Manggarai untuk meramal kehidupan di masa yang akan datang.

Menurut Watin, tradisi toto kopi bukan hanya dilakukan orang tua, tetapi tradisi ini bisa juga dilakukan oleh kaum milenial.

Toto kopi bisa memprediksi kehidupan. Hasil prediksi itu bisa jadi kenyataan, bisa juga tidak” ungkap Kepala Dusun Gurung Turi itu.

Hal senada juga disampaikan Theresia Satria Y. Moses. Katanya, toto kopi menjadi bagian dari refreshing-nya orang Manggarai saat situasi jenuh dan membosankan.

Lanjutnya, bagi kaum milenial, toto kopi biasanya jadi ajang prediksi jodoh dan masa depan pendidikan bagi yang bersekolah.

Menurut Theresia, tidak semua orang bisa memprediksi gambar ampas kopi. Hanya orang-orang tertentu saja, yang sudah lama mempraktikan toto kopi yang bisa menerawang gambar ampas di gelas.

“Yang bisa memprediksi gambar ampas kopi itu hanyalah orang yang sudah lama berminat toto kopi” katanya.

Adeputra Moses

Bupati Roby: Tak Boleh Lagi Ada Alasan Sekolah Mengusir Anak Didik

Maumere, Ekorantt.com – Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo menghadiri dan membuka kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah Jenjang TK, SD dan SMP se-Kabupaten Sikka pada Selasa, (8/10/2019). Diklat tersebut akan berlangsung selama sepekan sejak 8-15 Oktober 2019, dengan total jumlah jam diklat 300 jam. Kegiatan berlangsung di Hotel Wailiti Maumere, Flores-NTT.

Peserta diklat berjumlah 58 orang kepala sekolah dari berbagai jenjang antara lain 2 orang jenjang TKK, 46 orang jenjang SD dan 10 orang jenjang SMP. 

Dalam sambutannya, Bupati Roby Idong menegaskan, kepala sekolah harus memiliki ambisi yang tinggi untuk memajukan pendidikan dan meningkatkan kualitas diri sendiri supaya bisa  memanajemen lembaga pendidikan yang dipimpin. 

Selain itu, Bupati Roby juga meminta kepada para calon kepala sekolah untuk mengagendakan adanya kunjungan rumah khusus bagi anak yang perkembangan kecerdasannya kurang atau lambat.  Kepala sekolah harus berwawasan luas sehingga mampu mengarahkan guru dan peserta didik agar makin maju dan berkembang. 

Bupati Roby menjelaskan, pemerintah menargetkan pendidikan dasar di Kabupaten Sikka harus bekembang baik dengan predikat memuaskan dan bila perlu sangat memuaskan.  

Di Sikka, 60% penduduk berpendidikan SD ke bawah. Bupati Roby berkomitmen keadaan ini akan segera diperbaiki. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat harus berlangsung selama masa kepemimpinannya.

“Selama kami memimpin, kita harus masuk 5 besar di NTT. Saya akan kawal pendidikan di Kabupaten Sikka,  baik dari segi pendanaan dan juga manajemen sekolah,” kata Bupati. 

Komitmen yang besar ditujukan Bupati Roby Idong kepada anak usia sekolah. Menurutnya, anak usia sekolah harus bersekolah. Jangan ada yang tidak sekolah. Tidak boleh ada kepala sekolah yang mengusir anak karena tidak mampu membayar uang sekolah.

“Saya tidak mau dengar kepala sekolah usir anak dari sekolah karena uang sekolah. Kalau ada maka saya langsung copot kepala sekolah,” tegasnya.

Untuk hal ini Bupati Roby menegaskan, di sekolah sudah ada dana bos juga dana komite sehingga tdk ada lagi alasan untuk usir anak dari sekolah. Sanksi berat harus diberikan kepada Kepsek yang mengusir anak dari sekolah karena belum membayar uang sekolah. 

Kepada para kepala sekolah Bupati Roby memberi wejangan, kepala sekolah harus seperti tanah. Biar diinjak tetap tegar. Juga harus seperti matahari yang bisa menjadi penerang.  Pemimpin harus seperti api yang memberikan kehangatan dan semangat yang membara.

(Sumber: Humas Setda Kabupaten Sikka)

Menuju Kota Berkarakter Pariwisata, Pemkab Ende Benahi 8 Titik Drainase

Ende, Ekorantt.com – Drainase perkotaan menjadi salah satu faktor penentu kebersihan sebuah kota. Wajah kota yang bersih akan mewedar keindahan para penghuninya.

Karakter kota seperti inilah yang sedang digiatkan oleh Pemerintah Kabupaten Ende dalam membangun citra Kota Ende sebagai kota pariwisata.

Bukan sebuah upaya yang tergesa-gesa. Penataan drainase jadi bagian geliat Pemkab Ende dalam “Membangun Desa, Menata Kota”.

Khusus tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Ende berencana mengatur ulang atau menata kembali 8 titik genangan air terjadi akibat drainase Kota Ende yang buruk.

Delapan titik itu meliputi area Pasar Wolowona, Jalan Gatot Subroto area Mako Brimob Ende, Jalan Gatot Subroto area Barata, Simpang Lima Bandara H. Aroebusman, Jalan Ahmad Yani area Star Mart,  Jalan H. Doko area Terminal BBM Ende, Jalan Undana area Gereja Syalom Ende dan area Jalan Ikan Paus.

Selain memperhatikan delapan titik genangan air, Master Plan ini mendesain drainase area hulu di wilayah Udayana Kelurahan Onekore dan area kampus Uniflor, Kelurahan Paupire.

Salah satu titik desain drainase Kota Ende

Hal ini dijelaskan Staf Ahli Konsultan Perencana PT. Konindo Panorama Konsultan, Siprianus Reda saat memberikan sosialisasi Master Plan Drainase Perkotaan Ende di Aula Cita Rasa, Selasa (8/10/2019)

Menurutnya, dokumen Master Plan Drainase Kota Ende ini akan dihitung dengan mempertimbangkan rasio pertumbuhan penduduk dan perkembangan tata ruang wilayah.

Kepala Dinas PU Kabupaten Ende, Frans Lewang ketika dikonfirmasi Ekora NTT menjelaskan, Kota Ende memiliki luas 14.5 kilometer persegi. Rencana tata ruang drainasenya mencapai 65 km.

Hal ini tentu saja membutuhkan dana besar. Karena itu, menurut Frans, pembangunan akan dilakukan secara bertahap.

Ketua komisi II DPRD Kabupaten Ende, Yulius Cesar Nonga berharap, Master Plan drainase perkotaan yang dibuat harus mempertimbangkan keseluruhan faktor baik existing maupun drainase baru akibat perkembangan penduduk.

“DPRD sangat mendukung perencanaan yang terukur dengan adanya dokumen ini. Sehingga kita minta pemerintah benar-benar mempertimbangkan seluruh hal baik jaringan drainase tersier maupun sekunder,” kata Cesar Nonga.

Yerry Pattinasarany Ungkap Tiga Faktor Penyebab Penggunaan Narkoba di Kalangan Anak Muda

Ruteng, Ekorantt.com – Yerry Pattinasarany menerangkan tiga faktor terjadinya penggunaan narkoba di kalangan orang muda. 

Ketiga faktor yang menyebabkan kaum muda terjerumus dalam narkoba itu antara lain, masalah dengan orang tua, tidak ingin dibilang penakut, dan karena penasaran atau rasa ingin tahu yang tidak diarahkan.

Hal tersebut disampaikan oleh Yerry dalam seminar sehari bertema “Kaum Muda Lintas Agama Peduli Narkoba” yang digelar oleh Komisi Hubungan Antar Kepercayaan Keuskupan Ruteng bersama Kodim 1612 Manggarai dan Gereja Betel Indonesia (GBI) Ruteng Family pada Senin (7/10/2019) di Ruteng.

“Ditemukan begitu banyak anak muda mengkonsumsi narkoba bukan karena ada masalah pribadi yang berat tetapi karena rasa penasaran,” beber Yerry.

Yerry juga menjelaskan, 30 sampai 70 orang anak bangsa meninggal setiap hari akibat narkoba.

“Saya mau katakan, kita bukan lagi darurat melainkan sudah menjadi bencana,” tutur salah satu anggota di Badan Penanggulangan Narkoba Nasional itu.

Di hadapan puluhan siswa dan mahasiswa yang hadir, ia menoreh kembali kisah dirinya saat mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Kala itu, Yerry sendiri menggunakan narkoba karena rasa penasaran. Ia mengaku 9 tahun dirinya terus bergumul untuk keluar dari dunia narkotika.

“Dari 100 teman saya yang dulu menggunakan narkoba, sekarang sisa 3 orang. Yang lain telah meninggal dunia” kata Yerry.

Ia berharap, agar generasi muda bangsa hari ini tidak menggunakan narkoba yang rentan menimbulkan rusaknya masa depan generasi muda.

Adeputra Moses

Seminar “Kaum Muda Lintas Agama Peduli Narkoba” Digelar di Ruteng

Ruteng, Ekorantt.com – Komisi Hubungan Antar Kepercayaan Keuskupan Ruteng bersama Kodim 1612 Manggarai dan Gereja Betel Indonesia (GBI) Ruteng Family mengadakan seminar sehari dengan tema “Kaum Muda Lintas Agama Peduli Narkoba”.

Kegiatan tersebut berlangsung di auditorium Ranaka pada Senin (7/10/2019), diikuti oleh kalangan  muda tingkat SMP sampai perguruan tinggi se-kota Ruteng. Yerry Pattisarany dari Yayasan Roni Pattinasarany Foundation hadir sebagai salah satu pemateri dalam kegiatan tersebut.

Sr. Maria Yohana Momas, SSpS dalam sambutannya menyampaikan, spirit kebersamaan dan persaudaraan yang dibangun dalam seminar tersebut bisa menjadi daya bagi para peserta seminar untuk melakukan karya kemanusiaan yang besar.

Menurutnya, karya kemanusiaan itu nyata dalam upaya bersama memberantas narkoba. Sr. Yohana mengingatkan para peserta yang terlibat tentang status Indonesia sebagai salah satu negara darurat  narkoba.

“Ini bukan hal yang sepele. Narkoba berdampak pada hancurnya masa depan bangsa,” katanya.

Sr. Yohana menjelaskan, kesadaran ini yang menyatukan Komisi Hubungan Antar Kepercayaan Keuskupan Ruteng bersama Kodim 1612 Manggarai dan Gereja Betel Indonesia (GBI) Ruteng Family untuk membentuk sebuah tim lintas agama dan lembaga yang dapat bergandengan tangan dalam mendampingi orang muda agar terhindar dari pengaruh narkoba.

Pada kesempatan tersebut, Bupati Manggarai, Dr. Deno Kamelus, S.H.,M.H membenarkan pernyataan Sr. Yohana. Menurut Bupati Deno Kamilus, Presiden Joko Widodo sendiri telah memberikan pernyataan bahwa Indonesia adalah negara darurat narkoba.

Menurutnya, status darurat adalah sesuatu yang mengindikasikan adanya bahaya sekaligus membutuhkan penanganan yang serius.

Ketua DPD PAN Manggarai itu berharap agar generasi bangsa hari ini terus konsisten untuk menjauhkan diri dari narkoba. Menurutnya merawat generasi hari ini berarti merawat masa depan bangsa.

Adeputra Moses

Logos, Ledalogos, dan Ledalodima* (3/Habis)

Saya Meramal

Perdebatan ilmiah antara saya, Toni, dan Elton di Flores merupakan sebuah hal yang perlu dilakukan untuk kemajuan dan perkembangan sebuah institusi pendidikan tinggi dan, karena itu, perdebatan seperti ini, hemat saya, perlu direproduksi di kampus-kampus lain, terutama kampus-kampus di NTT.

Sebab, saya pribadi selalu yakin bahwa manusia tidak pernah menggenggam kebenaran secara total.

Manusia hanya menghampiri kebenaran, apalagi kebenaran itu berkaitan dengan diskursus ilmu filsafat dan sosial, yang mempelajari manusia, yang memiliki kedinamisan yang sangat tinggi dibandingkan benda-benda lain serentak memiliki kemampuan merespons balik secara cepat terhadap subjek yang mempelajarinya.

Pada titik ini, Marxisme menjadi salah satu ilmu, yang cukup berhasil menjelaskan dinamika sejarah perkembangan manusia hingga hari ini.

Namun, meskipun demikian, Marxisme perlu juga dibantu oleh ilmu-ilmu lain dan, karena itu, harus terus membuka diri terhadap perkembangan ilmu-ilmu itu dan terhadap perubahan dunia yang terus saja terjadi hingga detik ini.

Menurut saya, institusi pendidikan seperti kampus dan sekolah adalah tempat paling tampan bagi persinggungan dialektis Marxisme dengan ilmu-ilmu lain.

Persinggungan dialektis ini tentu tidak hanya terjadi di kampus, tetapi juga bisa merambat sampai ke luar kampus, seperti perdebatan dialektik di Flores Pos dan Ekora NTT antara saya, Toni, dan Elton ini.

Marxisme sebagai logos tentu tidak sekedar memiliki peran hanya untuk mengisi ruang diskursus di kampus, sekolah, dan surat kabar.

Di tengah situasi masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat NTT khususnya yang sedang dilibas oleh gelombang neo-liberalisme global, yang menyatakan diri dalam geliat kapitalisme di bidang ekonomi, pendidikan, agraria dan pariwisata, Marxisme —sebagai logos— harus dihadirkan dalam kondisi dan situasi riil ini.

Walaupun sumbangan ilmu-ilmu lain tetap penting menganalisis persoalan hari ini, Marxisme akan memberikan kontribusi penting, sebab Marxismelah yang pertama-tama membangun pembacaan ilmiah terhadap gerak sejarah kapitalisme sejak kelahirannya dan bahkan hingga hari ini.

Injil, seperti yang disinggung Toni, dapat juga memberikan inspirasi ilahi-humanis, tetapi Marxisme memberikan penjelasan ilmiah terhadap proses alienasi dan eksploitasi atas sejumlah besar umat manusia di bumi, terutama juga massa rakyat Indonesia dan NTT.

Tentu, ilmu-ilmu lain —yang adalah juga pancaran logos— juga dapat membantu Marxisme dan Injil dalam memahami realitas hari ini. 

Namun, saling membantu tidak berarti selalu ada kesepakatan di antara mereka.

Sebaliknya, dalam konteks folosofis, yakni sebagai upaya menghampiri kebenaran, saling membantu harus berarti saling melayani serentak saling menantang di antara ilmu-ilmu itu.

Ketegangan dialektik logika materialis Marxis di antara ilmu-ilmu ini harus dijaga, dipelihara, dan bahkan terus direproduksi dalam derap sejarah manusia, termasuk derap sejarah manusia-manusia penghuni di STFK Ledalero.

Dengan persoalan ekonomi dan politik akibat penetrasi kapitalisme dan neo-liberalisme di Indonesia umumnya dan NTT khususnya, Marxisme, sebagai ilmu yang mempelajari gerak sejarah (kapitalisme) secara ilmiah, semakin relevan dan aktual untuk digunakan sebagai kerangka pikir untuk menganalisa dan mencari jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia hari ini.

Di Flores, misalnya, sektor pendidikan semakin dikomodifikasi untuk kepentingan akumulasi kapital.

Sekolah-sekolah yang bermutu —seperti sekolah-sekolah di bawah naungan Gereja Katolik bermutu seperti seminari-seminari menengah— semakin mahal dan menutup kemungkinan golongan miskin untuk mengaksesnya.

Sialnya, sekolah-sekolah bermutu ini justru memperoleh bantuan dari pemerintah, seperti bantuan Rp500 juta untuk Seminari Mataloko yang didapat dari pemerintah NTT belum lama ini.

Bagi saya, bantuan uang kepada sekolah-sekolah bermutu, yang didominasi oleh golongan kaya —seperti Seminari Mataloko— hanyalah bagian dari upaya pemerintah untuk melanggengkan ketimpangan ekonomi politik di Flores.

Selain itu, hari ini, tanah-tanah strategis sudah jatuh satu-satu ke tangan kaum berjubah (Gereja Katolik), para pengusaha, dan investor pariwisata, perkebunan, dan tambang.

Tidak jarang, perolehan tanah-tanah strategis, yang disebut sebagai land grabbing, dilakukan secara legal dan ilegal.

Legalitas itu tak jarang diperoleh melalui aliansi dengan pemerintah melalui pemberian ijin HGU seperti yang diperoleh oleh beberapa perusahaan dan institusi Gereja Katolik, yang hari ini sedang bermasalah dengan massa rakyat Flores, seperti yang terjadi di Hokeng baru-baru ini (Ekora NTT, 30/9/2019).

Legalitas itu juga dapat diperoleh melalui jual beli dengan masyarakat Flores.

Hari ini, tanah-tanah strategis di Flores sudah jatuh satu-satu pada kaum berduit.

Kaum berduit ini bisa petani kapitalis, investor, tetapi juga kaum biarawan Katolik.

Di Ruteng, misalnya, tanah-tanah strategis sudah dibeli para biarawan Katolik yang menjamuri Ruteng, yang hari ini dilihat sebagai Vatikan-nya Flores.

Di sekitar bukit Ledalero, tanah-tanah strategis di sekitarnya sudah menjadi milik konggregasi biarawan dan biarawati yang menjamuri Ledalero untuk mendidik calon-calonnya secara murah akibat bahan mentah, tanah, dan tenaga kerja yang bisa dibayar sangat murah dan kadang-kadang tanpa kontrak yang jelas.

Tidak jarang di Flores, para pekerja yang bekerja puluhan tahun kepada kaum agamawan dan biarawan Katolik tidak mendapat pesangon yang adil dan sesuai dengan peraturan pemerintah seperti yang dialami oleh Emanuel Rute di Ruteng, yang mendapatkan pesangon hanya 2,5 juta rupiah walau sudah bekerja selama 31 tahun pada yayasan SVD Ruteng dengan pangkat golongan II A (Realita 17/8/2019).

Tidak hanya itu, di toko-toko di semua kota di Flores yang didominasi oleh orang Flores beretnis etnis Tionghoa, gaji para pekerjanya dibayar sangat murah, jauh di bawah UMR propinsi, tetapi mereka melakukan banyak pekerjaan yang berat dan banyak.

Dengan konteks ekonomi politik hari ini di Indonesia umumnya dan Flores khususnya seperti yang sudah saya jelaskan di muka, saya meramalkan bahwa Marxisme akan semakin mendapat tempat di hati dan pikiran para penghuni dan pembelajar di STFK Ledalero, yang memiliki semangat emansipatif seperti yang dilakukan oleh logos, Yesus Kristus, di dalam Injil, seperti yang ditegaskan Toni.

Jika demikian, maka STFK Ledalero sudah saatnya menjadikan dirinya tempat logos menjelmakan diri dalam dunia, menjadi garam dan terang bagi dunia, menurut gerak logika dialektika materialis Marxis, seperti yang saya jelaskan di muka.

Karena itu, Ledalogos sudah seharusnya juga menjadi Ledalodima.

Ledalodima adalah STFK (Leda)lero yang di dalamnya (lo)gika (di)alektika (ma)terialis (ma)rxis menjadi terang cahaya bagi para penghuninya untuk mendekati, menggapai, dan serentak mewartakan logos pada detik ini, besok, lusa, dan selamanya.

Logos itu, dalam terang logika dialektika materialis Marxis, harus diwartakan sejak di STFK Ledalero, tidak menunggu saat pengutusan itu tiba, seperti yang ditegaskan oleh Hayon dan Toni di muka.

Sebab, seperti hukum dialektika materialis Marxis, setiap penundaan atau pemberhentian gerak dialektika itu akan membuat logos berhenti merevelasikan dirinya dalam partikularitas universum dan, karena itu, dapat membubarkan dan menghapus partikularitas universum yang bernama STFK Ledalero.

Sebab, keberadaan STFK Ledalero sangat bergantung pada logos, baik itu logos dalam bentuk huruf besar maupun kecil seperti yang sudah saya jelaskan secara panjang lebar dalam tulisan ini.

*Artikel ini merupakan tanggapan Penulis terhadap artikel  Toni Mbukut dalam florespos.co.id/berita/detail/sabda-sebagai-sumber-spiritual-dan-pusat-intelektual dan artikel Elton Wada dalam http://florespos.co.id/berita/detail/yang-absen-dalam-filsafat-kemapanan-dan-teologi-kemapanan. Tiga artikel dari tiga Penulis ini merupakan reaksi atas artikel Emilianus Yakob Sese Tolo dalam http://florespos.co.id/berita/detail/upaya-menggapai-kebijaksanaan-bagian-1. Redaksi EKORA NTT memuat lagi polemik itu di sini sebagai wadah edukasi publik.

Logos, Ledalogos, dan Ledalodima* (2/3)

Elton Mengarang

Kesulitan terbesar memahami tulisan Elton adalah ketidakjelasan posisi intelektualnya dalam polemik ini.

Ketidakjelasan ini disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, Elton menulis dan menolak tentang sesuatu yang tidak dia ketahui secara baik.

Kedua, Elton kerap kali tidak memahami konsep-konsep dan terminologi kunci, yang sangat penting dalam perdebatan ini.

Ketiga, Elton tidak cakap dan teliti dalam membaca tulisan lawan debatnya.

Berdasarkan tiga alasan ini, tulisan Elton yang kurang jelas posisi intelektualnya lebih merupakan sebuah karangan asal-asalan.

Karangan seperti ini lebih merupakan hasil dari sebuah khayalan dari pada refleksi kritis yang didasarkan pada pelacakan dan pemahaman literatur dan pengamatan realitas sosial yang tepat dan cermat.

Bagi Elton, logos adalah “pengetahuan yang terus berkembang dan sadar akan kegunaan dalam sejarah.”

Dengan demikian, Elton sejatinya memahami logos berbeda dengan pemahaman Yunani, seperti yang dipahami oleh Toni.

Seperti Heraklitus, Toni melihat logos sebagai sumber dan budi ilahi bagi nilai-nilai etis dan politis dan sekaligus sebagai sebab imanen terhadap segala sesuatu yang berubah secara konstan, yakni benda-benda partikular, termasuk STFK Ledalero itu sendiri, di dalam universum.

Elton, sebaliknya, melihat logos sebagai sesuatu yang berubah-ubah dan terus berevolusi dalam sejarah.

Logos yang dipahami Elton adalah logos dalam huruf kecil, sedangkan logos yang dipahami Toni adalah Logos dalam huruf besar.

Dengan demikian, logos-nya Elton adalah logos yang materialis, sedangkan logos-nya Toni adalah logos yang idealis.

Berdasarkan logika dialektik materialis Marxis, saya sendiri, berbeda dengan Toni dan Elton, memahami logos sebagai kesatuan antara logos materialis dan logos idealis.

Karena itu, logos serentak dalam dirinya tetap dan berubah, idealis dan realis, seperti yang ditegaskan dalam kotbah Kleden dalam upacara peringatan pesta emas STFK Ledalero pada tanggal 8 September 2019, di depan Kapela Agung Seminari Tinggi Ledalero (Flores Pos, 14/19/2019).

Sebagai orang beriman dan ilmiah sekaligus, saya yakin bahwa tentu penggerak utama perubahan itu, logos, adalah yang idealis serentak realis.

Namun, yang serentak idealis dan realis ini tetap sekaligus berubah dan tidak menutup dan mengisolasi dirinya sendiri karena, seperti dalam teologi terlibatnya Paul Budi Kleden,  logos ini selalu bergerak secara dialektis antara gerakan anabatis dan katabatis, seperti yang sudah saya singgung di muka.

Dalam bukunya Diolog Antaragama dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Whitehead, Kleden (2002: 172) menegaskan, logos, Allah, adalah “satuan aktual yang berada dalam proses bipolar,” yakni logos “memiliki hakikat awali dan akhiri,” yang menjadikan-Nya “satuan aktual.”

Lanjut Kleden (2002: 172-173), logos ini “menjadi dirinya sebagai proses intergrasi kedua hakikat-Nya.

Di dalam proses integrasi ini, dia menerima apa yang diserap oleh hakikat akhiri-Nya sebagai perwujudan dari apa yang sudah dirancangkan secara konseptual di dalam hakikat awali-Nya.”

Dengan demikian, logos selalu berada dalam dialektika abadi antara diri-Nya dengan dunia ciptaan-Nya, yang bukan sepenuhnya diri-Nya.

Kita —karena itu— tidak dapat memahami logos tanpa melihat bubungannya dengan dunia.

Sebab, “[d]unia adalah tempat, di mana apa yang dikonsepkan  di dalam hakikat awali Allah diwujudkan”  (Kleden 2002: 173).

Dengan demikian, seperti dalam bahasa platonik, pengetahuan tentang logos, Sang Sabda, hanya dapat diproduksi bila opini — pengalaman akan dunia yang terus berubah-ubah ini— dilebur di dalam logos.

Jadi, seperti logika dialektika materialis yang menegaskan A sama dengan A dan non-A, maka logos, dalam pengertian dialektika materialis Marxis, adalah serentak diri-Nya sendiri dan bukan sepenuhnya diri-Nya sendiri.

Dengan demikian, dalam logika dialektika materialis Marxis, Marxisme sebagai bagian dari logos, menjadikan dirinya sebagai ilmu, bukan dogma.

Elton mempertentangkan antara ilmu dan pengetahuan, yang —menurut saya — kurang bermanfaat dalam perdebatan ini. Apalagi, kesulitan lainnya adalah bagaimana harus meletakan ilmu dan pengetahuan dalam konteks logos.

Dalam konteks logos, menurut saya, ilmu dan pengetahuan tidak berbeda. Keduanya satu dan sama.

Dalam alam filsafat Yunani, Plato membedakan pengetahuan dan opini, yakni opini yang berobjekan pengalaman indrawi yang berubah-ubah (doxa) dan  pengetahuan berobjekan logos, forma yang bersifat tetap (episteme).

Tetapi, bagi Plato, pengalaman indrawi, seperti fungsi katalis dalam reaksi kimia, tetap diperlukan untuk mencapai pengetahuan (Beoang, 1997).

Secara dialektika materialis Marxis, benda yang hadir dalam pengalaman indrawi ini disebut electron.

Di dalam elektron ini terdapat kodrat (logos) yang dinamakan listrik (Malaka, 2015).

Karena itu, benda, dalam hal ini, adalah sarana untuk mencapai kodrat atau logos (Malaka, 2013).

Menurut Malaka (2015: 40), “benda mesti dahulu kita saksikan, barulah di belakangnya bisa kita saksikan kodratnya.”

Berbeda dari Plato, karena didasarkan pada benda, dialektika materialis Marxis, Marxisme sebagai logos, yakni ilmu pengetahuan Marxisme, bukanlah sesuatu yang tetap seperti logos dalam pengertian Yunani.

Sebagai ilmu, Marxisme tunduk terhadap the law of evolution dan filsafat falsifikasi Karl Raimund Popper, yakni ia tetap selalu menjadi hipotesis yang kapan saja bisa difalsifikasi agar sesuai dengan perubahan dan perkembangan dunia.

The law of evolution adalah yang telah menginspirasi Kant dalam menjelaskan tentang keberadaan berbagai planet di alam raya ini, yang tidak lahir dari kekosongan, tetapi hadir dalam waktu tertentu dan terus berkembang (Malaka 2015: 40-41), yang kemudian menginspirasi Hegel dalam menulis Philosophy of History yang gagal.

Akan tetapi, kegagalannya telah menginspirasi Marx di kemudian hari untuk menemukan solusi yang lebih masuk akal melalui metode materialisme historis yang digerakan oleh logika dialektika materialis Marxis (Novack, 1975: 65).

The law of evolution pula yang menginspirasi Darwin yang mengurai tentang timbul dan tenggelamnya hewan dan tumbuhan.

Kedigdayaan the law of evolution ini mendorong Malaka (2015: 41) berkesimpulan bahwa “…walaupun sesuatu sistem dari sesuatu sistem dari suatu ilmu itu bisa mati, hukum evolusi, the law of evolution akan tetap tinggal.”

Namun, dalam filsafat falsifikasi Popper, semua ilmu hanyalah sebuah hipotesis, yang menunggu aksi falsifikasi pada waktu dan titik tertentu.

Bila the law of evoultion difalsifikasi dan runtuh, maka hilang pula ilmu biologi, ilmu tentang hewan dan tumbuhan; Sebuah teori yang pernah mengubah wajah dunia yang telah menginspirasi baik secara langsung maupun tidak langsung banyak ilmuwan seperti yang sudah disebutkan tadi, yakni Darwin, Kant, Hegel, dan kemudian Marx.

Bila the law of evolution tidak membuat hukum yang menjerat kehancuran dirinya sendiri, logika dialektika materialis Marxis melakukan itu untuk menjerat kehancuran dirinya sendiri.

Tentang hal ini, George Novack (1975: 71) menegaskan bahwa “para pendukung metode dialektika mengakui bahwa semua formula harus provisional, terbatas, tidak pasti, sebab semua bentuk dari realitas adalah sementara (transient) dan terbatas. Hukum dialektika ini juga harus berlaku untuk ilmu dialektika dan untuk memformulasikan hukum-hukum dan konsep-konsepnya. Karena metode dialektika berhadapan dengan realitas yang terus berubah, kompleks dan kontradiktoris, formulanya memiliki kelemahan keterbatasan intrinsik. Dalam interaksinya dengan realitas objektif dan dalam proses perkembangannya sendiri berkaitan dengan aktivitas itu, pemikiran dialektis menciptakan, memelihara dan kemudian mendepak setiap formula dalam setiap tahap dari pertumbuhannya.  Logika dialektika itu sendiri bertumbuh dan berubah, seringkali dalam derap yang kontradiktif, bergantung pada kondisi spesifik material dan intelektual yang mendorong perkembangannya. Logika dialektika sudah melewati dua tahap krusial dalam perkembangannya dalam bentuk idealis versi Hegel dan dalam bentuk materialis Marxisme.”

Karena itu, semua teori, termasuk teori logika dialektika materialis Marxis,  terus berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan perkembangan dunia yang menjadi objek kajiannya.

Dengan demikian, Elton sejatinya telah melakukan pembohongan dan pembodohan publik dengan mengatakan bahwa saya sedang mendirikan filsafat kemapanan.

Padahal, jika Elton dapat membaca dengan jeli, dia menemukan pernyataan-pernyataan saya dalam tulisan saya yang dikritisinya seperti: “logika dialektika Marxis menekankan pada realitas yang terus berubah, dan logika dialektika materialis Marxis itu sendiri pun akan terus berubah sesuai dengan objek yang dikajinya. Karena itu, logika dialektika materialis Marxis tidak memiliki formula yang tetap, baku, dan tak berubah seperti logika formal. Keinginan untuk menetapkan hukum baku dan tetap bagi logika dialektika materialis Marxis adalah tindakan yang bertentangan dengan logika dialektika materialis Marxis itu sendiri.”

Adalah mustahil untuk ilmu, yakni Marxisme, yang sejak awal sudah memproklamasikan perlawanan atas diri sendiri digolongkan dengan semena-mena sebagai bagian dari filsafat kemapanan, seperti yang secara brutal dituduhkan oleh Elton.

Logika dialektika materialis Marxis adalah hasil dari sebuah proses evolusi pemikiran panjang, yang melewati waktu yang lama sekitar 200o tahun dari Plato hingga Hegel dan tiba pada Marx.

Dalam proses yang panjang itu, apa yang masih dipikirkan Elton di kepalanya secara setengah-setengah dan belum tuntas sudah diselesaikan oleh para filsuf ini dalam rentang sejarah yang panjang itu.

Adalah sebuah kekeliruan besar Elton yang membangun sebuah tuduhan tanpa terlebih dahulu memeriksa evolusi pemikiran dalam sejarah filsafat.

Akibatnya, tuduhan Elton seperti seorang yang datang terlambat di tengah sebuah forum diskusi para filsuf, dengan tidak tahu diri langsung angkat berbicara tanpa tahu apa-apa tentang persoalan yang sudah dilewatkan beberapa waktu lalu dalam diskusi itu.

Tuduhan semacam ini tidak akan menghasilkan pengetahuan (logos), tetapi kegaduhan ketidaktauan (amathia) di forum diskusi, yang pantas untuk ditertawakan.

Tuduhan-tuduhan palsu lain yang remeh temeh juga banyak dikarang Elton dalam tulisannya, yang juga mengarah pada amathia dalam bahasa Yunani atau ignorantia dalam bahasa Latin, yang semuanya menjauhkan diri dari logos.

Elton menulis bahwa saya sedang menentang pemikiran sendiri yang berdasarkan logika dialektika materialis Marxis karena saya menegaskan bahwa STFK “hanya dapat berkembang dan berubah hanya dengan menerima Marxisme sebagai sebuah ilmu.”

Tuduhan ini menurut saya disebabkan atas keterbatasan logos dalam diri Elton untuk memahami perbedaan ilmu dan dogma.

Jika saya mengatakan STFK Ledalero seharusnya menerima Marxisme sebagai dogma, maka tuduhan Elton terhadap saya benar. Dogma cenderung bersifat tetap, tak berubah, dan tidak jarang memaksa walau sudah tidak lagi cocok dengan realitas dunia yang terus berubah.

Namun, yang saya tegaskan adalah menerima Marxisme sebagai ilmu.

Sebagai ilmu, Marxisme dapat dikritik, diperbaiki, dan bahkan bisa dilenyapkan jika tak sesuai lagi dengan realitas dunia yang terus berubah ini.

Sejatinya, contoh lain mengenai persoalan dogma dan ilmu dapat dijelaskan secara lebih sederhana berangkat dari tulisan Elton sendiri.

Berdasarkan penilaian para mahasiswa di STFK Ledalero, Elton adalah seorang yang pandai menulis.

Sebagai dogma, pernyataan ini tidak dapat digugat, yang harus diterima apa pun alasannya.

Namun, saya tidak menjadikan penilaian terhadap kepandaian menulis Elton sebagai dogma, melainkan sebagai ilmu.

Karena itu, saya mencoba dengan tekun untuk memeriksa tulisan tanggapannya untuk artikel saya di Flores Pos (14/9/2019) dan menemukan sebuah kalimat tanya yang ditulis Elton sebagai berikut: “Dengan menyebut STFK perlu “berhati-hati,” bukankah itu juga menyiapkan kemungkinan untuk “memberi hati” bila yang namanya “kemungkinan” juga merupakan suatu kepastian?”

Terhadap kalimat ini, saya membaca berulang-ulang, tetapi juga tetap tidak memahami isinya.

Elton rupanya terlalu sibuk dengan gaya penulisan sastra dengan kata-kata bersayap dan lupa jika kalimat ini tanpa arti yang jelas.

Saya sendiri berpikir, seorang dewa Hermes dari mitologi Yunani pun tak dapat memahami dan menafsir kalimat Elton itu.

Dengan demikian, saya berkesimpulan Elton tidak pandai menulis.

Namun, kesimpulan ini pasti menimbulkan reaksi dari para pendukung Elton yang sangat dogmatis dengan pengetahuannya tentang Elton, yang terus mencari-cari pembenaran terhadap pernyataan Elton yang tanpa isi itu dengan menggunakan filsafat hermeneutik yang diajarkan Dr. Leo Kleden SVD, misalnya.

Sederhananya, perbedaan antara ilmu dan dogma adalah seperti saya berusaha meruntuhkan upaya medogmatiskan kepintaran Elton dalam hal menulis di STFK Ledalero.

Begitu pula dengan Marxisme, dogmatisme terhadapnya mestinya juga dilawan, sebab dialektika materialis Marxis yang menjadi bagian dari Marxisme itu sendiri tidak mengizinkan pendogmatisan itu yang bertentangan dengan hukum dialektika yang menggerakkan seluruh bangunan Marxisme itu.

Dengan demikian, mempertentangkan antara ilmu dan pengetahuan yang dibangun oleh Elton tidak berguna dalam perdebatan ini.

Apalagi, Elton sendiri tidak mengklarifikasikan, apa itu ilmu dan apa itu pengetahuan dan bagaimana mengoperasionalisasikannya dalam tulisannya, yang bagi saya menimbulkan kebingungan yang gaduh.

Apalagi, Elton sendiri sudah sejak awal tidak memahami perbedaan antara ilmu dan dogma, sebuah kekurangan yang sangat besar bagi seorang yang ingin membangun sebuah filsafat yang membebaskan melalui sebuah medan penelitian sosial.

Sebagai seorang yang berambisi membangun filsafat yang membebaskan melalui sebuah medan penelitian sosial, Elton patut bertanggung jawab atas pembacaan yang salah terhadap sebuah literatur dan kemalasan menguliti literatur sebelum berpendapat tentang logos yang dipahaminya.

Sebagai seorang mahasiswa sarjana filsafat di tingkat akhir, Elton masih belum dapat membedakan antara kata seharusnya (should) dan harus (must).

Seharusnya adalah saran, yang tidak memaksa, sedangkan, harus adalah sebuah pemaksaan, yang mesti dilakukan.

Elton menulis “sudah seharusnya yang dimaksudkan Emil adalah sebuah keharusan, maka itu berarti juga sebuah pemaksaan.”

Apalagi, pernyataan ini dibangun dari hipotesa yang dibangun Toni, yang sama sekali tidak saya tulis dalam tulisan saya.

Elton harusnya membaca tulisan saya, sebagai sumber pertama, bukannya membangun argumentasi dan tuduhan dari sumber kedua.

Apalagi, yang dirujuk itu adalah hanyalah sebuah hipotesa yang semena-mena.

Selain itu, Elton juga menuding bahwa saya memaksa pengajaran Marxisme di STFK Ledalero untuk melawan undang-undang pembredelan buku Marxis di Indonesia hari ini.

Tuduhan seperti ini hanya dilakukan oleh seseorang yang tidak membaca dan menekuni literatur dengan serius dan teliti.

Saya tidak pernah mengatakan hal itu, sebab, dalam tulisan saya terdahulu (Flores Pos, 14/9/2919), saya menegaskan bahwa “[k]arena logika dialektika materialis Marxis bersumber pada Marxisme, maka sudah seharusnya STFK Ledalero meneruskan dan membiarkan para dosen dan mahasiswa mempelajari Marxisme sebagai ilmu dengan bebas dan bertanggung jawab ditengah gelombang pembredelan buku-buku berbau Marxis di Indonesia hari ini.”

Dalam kalimat ini, pembredelan buku hanyalah keterangan kondisi hari ini di Indonesia sebagai mana ditunjuk dengan “di tengah yang menunjukkkan keterangan suasana bukan kata “karena” yang menunjukkan alasan, seperti yang dipahami Elton dalam seluruh tulisannya.

Alasan saya menyarankan pengajaran Marxisme di STFK Ledalero adalah karena logika dialektika materialis Marxis yang sudah mendominasi pesta emas STFK Ledalero bersumber pada Marxisme.

Lebih jauh, jika Elton memiliki minat yang sungguh-sungguh untuk membawa filsafat terjun dalam medan penelitian sosial, Elton seharusnya mencari tahu dan membaca evolusi pemikiran saya di literatur lain, mengapa STFK Ledalero perlu mempelajari Marxisme di STFK Ledalero, yang diterbitkan di Ekora NTT (19/9/2019) lima hari sebelum tulisan Toni terbit (Flores Pos 24//9/2019), yang kemudian ditanggap Elton dua hari kemudian (Flores Pos 26/9/2019).

Di Ekora NTT (19/9/2019), saya menulis kurang lebih tiga alasan Marxisme perlu dipelajari di STFK Ledalero sebagai berikut.

Pertama, di STFK Ledalero, sebagai sebuah institusi ilmiah yang mengajarkan Filsafat, Teologi dan ilmu agama, Filsafat Marxisme patut dipelajari karena pembahasan tentang tema-tema ini selalu bersinggungan dengan Marxisme entah secara positif maupun negatif.

Kedua,  di STFK Ledalero, sosiologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang penting, yang hari ini sedang diajar dan dipelajari oleh para dosen dan mahasiswa di STFK Ledalero. Sebagaimana, menurut Alfred North Whitehead, semua filsafat Barat hari ini selalu merupakan catatan kaki dari Plato, maka sosiologi hari ini selalu merupakan catatan kaki dua sosiolog besar: Max Weber dan Karl Marx. Atas alasan ini, semua institusi yang mengajarkan sosiologi perlu juga secara serius memperkenalkan Marxisme.

Ketiga, ilmu-ilmu Marxisme dan non-Marxisme perlu diajarkan secara bersama-sama di STFK Ledalero. Dialektika antara ilmu Marxisme dan non-Marxisme, menurut saya, akan menjadikan STFK Ledalero menjadi sebuah institusi yang berwarna akademik, yang membiarkan pertarungan dialektik antara berbagai pandangan berseberangan sebagai suatu yang wajar dan biasa. Namun, menurut saya, baik ilmu Marxisme maupun non-Marxisme dalam dunia kampus, khususnya STFK Ledalero, tidak boleh digeluti dan dipelajari sebagai sebagai sebuah ideologi, melainkan sebagai ilmu.

Selanjutnya, verbalisme Elton dalam mendorong filsafat terjun dalam medan penelitian sosial membuatnya menghadirkan analisa yang sewenang-wenang berdasarkan konteks era disrupsi hari ini.

Menurut Elton, konteks ini membuat banyak orang mulai menyebarkan dan mempelajari Marxisme secara mandiri melalui situs dan media online hari ini.

Pertanyaan, banyak itu berapa orang? Lima puluh orang atau seratus orang? Klaim banyak ini dibandingkan dengan jumlah yang mana? Yang tidak mempelajari Marxisme?

Pengklaiman seperti ini tanpa menghadirkan data tak ubahnya gaya bicara para politisi busuk, yang lebih pandai menebar hoax daripada menghadirkan logos.

Selain itu, Elton, dalam tulisannya, secara implisit mereduksi fungsi guru, sekolah, dan universitas.

Seolah-olah fungsi guru, sekolah, dan universitas dapat direduksi dengan situs-situs dan media-media online hari ini yang menyebarkan Marxisme.

Namun, klaim Elton ini belum bisa dibuktikan oleh dirinya sendiri, yang kelihatan sempoyongan membahas apa itu Marxisme dengan pelbagai tuduhan yang hanya dideduksi dari khayalan daripada pembacaan yang serius terhadap literatur Marxis itu sendiri.

Sebagai seorang yang baru belajar Marxisme, menurut saya, bila seorang, apalagi seorang yang belum menyelesaikan studi sarjana filsafat, seperti Elton, dibiarkan seorang diri membaca Das Kapital-nya Marx, misalnya, tanpa bimbingan seorang guru, yang pernah mempelajarinya secara serius, maka orang itu kemungkinan besar akan tersesat dalam proses pembelajarannya.

Jika mengikuti kesimpulan Elton, di era disrupsi hari ini, seharusnya sekolah dan universitas sudah semakin berkurang dan bahkan hilang dari sejarah karena kecanggihan teknologi mutakhir seperti yang disinggung Elton dapat menggantikan peran-peran guru dan institusi pendidikan.

Namun, kenyataan hari ini terjadi sebaliknya.

Semakin banyak Negara di dunia berlomba-lomba menginvestasikan modalnya dengan mendirikan sekolah dan universitas berkelas di dunia dan merekrut guru-guru dan dosen-dosen terbaik dari seluruh dunia.

Dengan naiknya jumlah kelas menengah Indonesia, siswa dan mahasiswa Indonesia menjadi target dari beberapa Negara di dunia untuk merekrut mereka demi mengakumulasi modal.

Hari ini, jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri sekitar 20.225 orang, menjadikannya negara ke 22 dunia yang paling banyak mengirim mahasiswanya ke luar negeri (Kompas 8/4/2019).

Dengan demikian, kesimpulan yang dideduksi hanya dari sebuah khayalan filosofis seorang Elton ternyata berjarak terlalu jauh dari realitas dunia hari ini.

Karena itu, filsafat yang harus melibatkan diri dalam medan penelitian sosial yang digagas oleh Elton harus pertama-tama menghantam dan memenggal logos dan/atau hoax Elton sendiri yang mengarang kesimpulan tanpa sebuah penelitian dan pengamatan sosial terlebih dahulu. (bersambung…)