Jakarta, Ekorantt.com – Wacana pengesahan Rancangan Undang Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh DPR mendapat penolakan keras dari berbagai macam pihak. Alasannya, pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP itu dinilai mengandung sejumlah masalah dan bakal timbulkan kontroversi. Pasal itu antara lain berbicara tentang penghinaan Presiden, aborsi, persetubuhan di luar nikah, pencabulan sesama jenis, kecerobohan memelihara hewan, kumpul kebo, kaum gelandangan, delik pers, dan yang paling anyar dibicarakan, yakni ihwal tindak pidana korupsi.
Pada Kamis (19/9/2019), ribuan
mahasiswa dari berbagai kampus datang berdemo di depan Gedung DPR/MPR untuk
menolak pengesahan RUU KUHP juga revisi UU KPK. Dalil-dalil yang disampaikan
oleh para mahasiswa itu mengatasnamakan kecideraan terhadap demokrasi,
pengekangan kebebasan berekspresi dan berpendapat juga kebijakan yang tidak pro
penegakkan korupsi di Indonesia.
Di dunia maya, petisi ataupun imbauan untuk menentang RUU KUHP ini gencar dilakukan. Ada semacam awasan yang dilayangkan bahwa Indonesia akan kembali ke rezim Orde Baru yang mana negara menjadi otoriter dan pengatur tunggal kehidupan warganya. Tagar-tagar pun seruan untuk “Jangan Kembali ke Orba” pun menjadi topik tren yang didiskusikan. Bahkan, salah satu koran nasional, Tempo, memacak judul headline “Menolak Kembali ke Orde Baru” dalam menyikapi persoalan tersebut.
Ekora NTT sempat meminta
pendapat generasi muda untuk berikan pendapat tentang masalah ini. Metildawati,
salah seorang aktivis lulusan Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini, katakan
bahwa RUU KUHP itu tidak jelas arahnya dan hanya memakai logika kepentingan
penguasa dan segelintir orang tertentu. Berkaitan dengan pasal-pasal soal
seksualitas misalnya, terlihat bahwa negara sangat mencampurbauri urusan privat
warganya yang sebenarnya tak punya tendensi apa-apa bagi kepentingan publik.
“Negara bukan lembaga moral atau agama. Jadi, sebaiknya hal-hal semacam itu tidak usahlah diatur terlalu jauh. Ini bukan soal perlu tidak perlu, tapi bisa nggak mereka melihat isu-isu bangsa yang lebih luas. Zina diurus, korupsi dibiarkan, ini ‘kan lucu juga,” kata dia.
Ada juga Rahmat Muhmin,
mahasiswa Universitas Gadjah Mada, yang berpendapat bahwa RUU KUHP jangan
sampai timbulkan banyak pasal karet yang sudah tentu dapat digunakan
semena-mena oleh mereka yang memegang kuasa. Hukum dibuat oleh penguasa dan
penguasalah yang punya wewenang untuk memampatkan produk-produk itu ke
warganya. “Kita sebagai masyarakat ya hanya bisa siap menerima saja. Makanya,
penolakan dari berbagai pihak itu tentu sangat wajar,” beber dia.
Informasi lain yang
diperoleh Ekora NTT, dalam aksi demo di Jakarta itu, perwakilan mahasiswa
sempat bertemu dengan Sekjen DPR dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai
berikut.
1. Aspirasi dari masyarakat Indonesia yang direpresentasikan mahasiswa akan disampaikan kepada pimpinan Dewan DPR RI dan seluruh anggota.
2. Sekjen DPR RI akan mengundang dan melibatkan seluruh mahasiswa yang hadir dalam pertemuan 19 September 2019, dosen atau akademisi serta masyarakat sipil untuk hadir dan berbicara di setiap perancangan UU lainnya yang belum disahkan.
3. Sekjen DPR menjanjikan akan menyampaikan keinginan mahasiswa untuk membuat pertemuan dalam hal penolakan revisi UU KPK dengan DPR penolakan revisi UU KPK dan RKUHP dengan DPR serta kepastian tanggal pertemuan sebelum tanggal 24 September 2019.
4. Sekjen DPR akan menyampaikan pesan mahasiswa kepada anggota Dewan untuk tidak mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba dan RKUHP dalam kurun waktu empat hari ke depan (pascapertemuan, red-).
Yogyakarta, Ekorantt.com – Penyelenggaraan iven Yogyakarta International Art Festival 2019 menghadirkan para seniman dari 19 negara di berbagai belahan penjuru dunia. Mereka datang untuk tak hanya sekadar membikin karya seni, seperti seni lukis dan seni rupa, tetapi juga berbagi pengalaman soal proses kreatif dan melakukan city tour, terutama di kawasan Kota “Gudeg” Yogyakarta. Aktivitas menarik ini berlangsung sejak tanggal 9 hingga 17 September 2019.
Salah satu tempat yang mereka
singgahi ialah Kampung Budaya Yogyakarta di kompleks Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada. Tepatnya berlangsung pada hari Kamis (12/9/2019) lalu,
dari pukul 09.00 hinga 16.00 WIB. Dalam pantauan EKORA NTT, para seniman itu
duduk santai membaur bersama para mahasiswa/i di pelataran Soegondo, Kampung
Budaya Yogyakarta, kemudian mulai mengerjakan karya mereka. Ada yang melukis,
ada yang membuat patung dari kayu.
Para civitas akademika, terkhusus
di area FIB UGM, pun terpukau atas kreativitas mereka. Beberapa orang malah
duduk berserius menyaksikan kerja-kerja para seniman itu. Tak pelak mereka pun
tak mau melewatkan kesempatan untuk bertanya banyak hal kepada
pengkarya-pengkarya termaktub. Salah satunya diakui Sivha, mahasiswi arkeologi,
yang merasa tertarik pada sebuah lukisan yang bercorak zaman megalitikum.
Menurut dia, lukisan itu dapat dibaca sebagai simbol kehidupan zaman dulu yang
diberi corak estetik sedemikian rupa sesuai dengan era kesenian kontemporer
sekarang.
“Kita tidak hanya melihat kembali ke masa lalu. Tapi menemukan masa lalu dalam tangkapan visul yang berbeda, katakanlah, yang lebih modern,” kata dia.
Sementara itu, Jean, salah seorang pelukis, mengakui bahwa kegiatan itu juga menjadi bagian dari pertukaran budaya yang mereka lakukan. Yang mana para seniman dari luar negeri datang mempelajari kebudayaan Indonesia, terkhusus Yogyakarta, yang seyogianya bisa menjadi modal-modal kultural mereka dalam membikin karya lanjutan.
“Kami sangat senang berada di sini. Kami datang untuk belajar di sini,” paparnya.
Bajawa, Ekorantt.com – Melepas seseorang memasuki masa purnabakti dari jabatan kepala desa mungkin merupakan kultur baru yang jarang dilakukan.
Dalam banyak praktik, perayaan syukuran cenderung dilakukan setelah seorang warga secara resmi terpilih dan dilantik sebagai kepala desa.
Masyarakat Desa Mainai, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada, memiliki cara sendiri dalam melepas pemimpinnya memasuki masa purnabakti.
Kepala desa yang memasuki masa purnabakti secara resmi diserahkan kembali kepada keluarga dalam sebuah perayaan meriah.
Kebiasaan yang baik ini terpelihara sebagai tanda syukur dan terima kasih masyarakat kepada pemimpinnya yang sudah menjalankan tugas pelayanan selama masa bakti tertentu.
Baru-baru ini, tepatnya pada Selasa (17/9/2019) masyarakat Desa Mainai berkumpul di kantor desa setempat untuk melepas Frumensius Rimu memasuki masa purna tugas sebagai Kepala Desa.
Frumensius yang didampingi istrinya dilepas setelah menjabat sebagai Kepala Desa Mainai selama masa bakti enam tahun, sejak 10 September 2013 – 10 September 2019.
Suasana pelepasan Frumensius, sama meriah dan khidmatnya dengan perayaan pelantikannya sebagai kepala desa enam tahun lalu.
Pelepasan Frumen memasuki masa purnabakti dilakukan dalam nuansa adat setempat.
Mewakili pemerintah dan masyarakat Desa Mainai, Stefanus Kazu secara khusus menyerahkan kembali Kepala Desa Purna Bakti Frumensius Rimu kepada pihak keluarga dan menyatakan terima kasih atas jasa dan pengabdian Frumensius untuk desa Mainai.
Sementara itu, Mikhael Toda yang mewakili keluarga, menerima Frumensius yang enam tahun lalu diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat untuk melayani desa Mainai, setelah memenangkan pemilihan kepala desa tahun 2013 silam.
Serah terima kepala desa purnabakti juga disimbolkan dengan penyerahan seperangkat busana dan perlengkapan adat kepada Frumensius dan sang istri.
Seperangkat busana dan perlengkapan adat adalah sebuah pernyataan yang bermakna Frumensius telah memasuki masa purna tugas dan akan kembali ke dalam masyarakat dan keluarga.
“Kami menyerahkan kembali Pa Frumensius kepada keluarga.Tetaplah menjadi tokoh yang selalu bijaksana memberi motivasi dan teladan dalam masyarakat,” kata Stefanus
Usai penyerahan secara resmi kepada keluarga, masyarakat desa Mainai, tua-muda, kecil-besar, satu-persatu memberi salam kepada Frumensius dan istrinya, sebagai tanda terima kasih atas jasa-jasa mereka selama menjadi kepala desa.
Frumen dan istrinya dilepas dengan deraian air mata masyarakat. Mereka seperti tak rela Frumensius memasuki purna tugas, karena desa ini mencatat kemajuan dan prestasi baik di tingkat kecamatan, kabupaten bahkan provinsi, dan menunjukkan perubahan melalui capaian pembangunan desa itu, selama ia bertugas.
Camat Wolomeze yang sempat hadir saat itu diberi kesempatan memberikan sambutan. Kepada para hadirin ia berkata, tidak ada jabatan yang kekal. Masa setiap jabatan sudah diatur dalam undang-undang. Ada masa ketika tugas pelayanan seorang pemimpin berakhir.
Camat Wolomeze memberi apresiasi atas jasa dan prestasi yang ditorehkan Frumensius selama melayani masyarakat.
“Jika hari ini masyarakat melepas dengan penuh haru dan seperti enggan, itu karena Pa Frumensius dianggap memenuhi syarat dalam kepemimpinan sehingga membawa perubahan di desa Mainai. Prestasi yang sudah diraih dipertahankan. Untuk yang belum dicapai, mari kita terus berjuang bersama-sama dan bersama-sama berjuang,” tutur Camat Wolomeze.
Dia berharap masyarakat dan semua perangkat desa serta semua elemen di desa ini senantiasa bersatu hati dalam berjuang mewujudkan perubahan demi kebaikan. Kepala desa dan masyarakat hendaknya terus mencari gagasan-gagasan cerdas, kreatif dan inovatif dalam membangun desa.
Sementara itu, tokoh masyarakat Mainai, Fridus Teras mengatakan, setiap pemimpin tak pernah lekang dari kekurangan. Karena itu dia mengingatkan, kekurangan kecil seorang pemimpin jangan sampai menghapus nilai-nilai positif dan kerja-kerja kreatif yang telah membuahkan prestasi yang sudah ditunjukkan.
“Kadang pemimpin itu lebih jelas terlihat dari kekurangan dan kelemahannya, ibarat setitik hitam pada lembaran kertas putih. Itu saja yang dilihat. Jadi saya ajak, mari kita menghargai pemimpin kita dari nilai-nilai kebaikan yang ditanamkannya. Yang tidak baik kita benahi bersama,” kata Fridus.
Sementara itu Kepala Desa purna bakti, Frumensius Rimu dalam sambutannya mengingatkan masyarakat bahwa capaian pembangunan yang sudah diraih adalah perjuangan dan buah yang dipetik bersama masyarakat Mainai.
“Semua capaian itu adalah buah dari kebersamaan dalam berjuang meniti perubahan. Tanpa kita semua di sini, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Kita semua yang sudah menopang kepemimpinan saya dalam meraih keberhasilan dan kemudian dinikmati bersama,” jelas Frumen.
Kata-kata akhir Frumensius memang menyerupai pidato pertanggungjawaban akhir masa jabatan. Kurang lebih sejam Frumen berpidato, tetapi tak menyurutkan semangat masyarakat untuk mendengarkannya.
Di akhir pidato purna tugasnya, Frumen berpesan agar masyarakat tetap menjaga persatuan dan kekeluargaan serta kebersamaan sebagai modal sosial dalam menyukseskan pembangunan.
“Mari kita satukan hati dan pikiran serta tenaga kita untuk membangun, mengembangkan desa Mainai menjadi desa yang dinamis tanpa melukai nilai-nilai luhur budaya dan mencederai relasi sosial masyarakat yang sudah terpelihara selama ini” imbuhnya. Pada kesempatan perayaan pelepasan itu hadir Camat Wolomeze Kasmin Belo dan Ketua TP. PKK Ny. Nurhayat, mantan anggota DPRD Ngada yang juga mantan kepada desa sebelum Frumensius, para pejabat tingkat kecamatan Wolomeze, para kepala desa, serta guru dan siswa di lingkup Kecamatan Wolomeze.
Borong, Ekorantt.com – Tim koordinasi Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja sama dengan Tim Kinerja dan Akuntabilitas Guru (KIAT Guru) TNP2K mengadakan sosialisasi tingkat kabupaten tentang program KIAT Guru, kategori perluasan.
Kegiatan sosialisasi KIAT guru ini berlangsung pada Kamis, (19/09/2019) di ruang rapat lantai dua kantor Bupati Matim dan dibuka secara resmi oleh Bupati Matim Agas Andreas, SH, M.Hum.
Sosialisasi tersebut dilakukan bagi tiga belas perwakilan desa atau sekolah. Perwakilan dari masing-masing desa atau sekolah terdiri atas Kepala Desa, Kepala Sekolah dan Dewan Komite Sekolah.
Untuk diketahui, sebelumnya program KIAT Guru kategori pemantapan telah dilakukan dalam kegiatan sosialisasi tingkat kabupaten pada bulan Juni 2019, untuk dua puluh lima SD.
Dalam sambutannya Bupati Manggarai Timur Agas Andreas, SH, M.Hum mengatakan, program KIAT Guru didesain untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar guru.
Mutu guru terlihat dari prestasi belajar anak didik berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan indikator-indikator lain yang berhubungan dengan pendidikan karakter anak didik.
Selain itu, kinerja guru juga dinilai dari indikator-indikator yang sederhana dan objektif, seperti tingkat kehadiran dan kualitas layanannya di sekolah.
Program KIAT Guru mengaitkan kehadiran guru di sekolah dengan tunjangan daerah terpencil. Nilai jumlah kehadiran guru inilah yang akan menjadi dasar pembayaran tunjangan bagi guru yang memiliki NUPTK. Kehadiran guru akan direkam dengan kiat kamera setiap pagi saat masuk sekolah dan siang saat pulang sekolah, sehingga nilai kehadiran guru akan objektif.
“Indikator-indikator tersebut menjadi dasar pemberian tunjangan khusus guru. Di Kabupaten Manggarai Timur, Program KIAT Guru sudah ada sejak akhir 2016 pada 25 Sekolah Dasar Rintisan di lima kecamatan di antaranya Kecamatan Elar, Sambi Rampas, Lamba Leda, Rana Mese dan Kota Komba. Hingga awal 2019, Program KIAT Guru di Kabupaten Manggarai Timur disebut tahap rintisan”, jelasnya.
Menurut Bupati Agas, untuk mencapai tujuan tersebut, Program KIAT Guru mengakomodasi keterlibatan semua pihak, tidak hanya guru, tetapi juga orang tua, pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah kecamatan dan kabupaten, dan semua orang yang punya perhatian terhadap pendidikan.
“Semua pihak dilibatkan dalam program KIAT Guru ini karena salah satu prinsip kerja program KIAT Guru ialah gotong royong supaya tujuan program ini tercapai, di antaranya meningkatnya mutu pendidikan dasar kita, demi kepentingan terbaik anak-anak kita, di bidang pendidikan”.
Menurut Bupati Agas, pada pertengahan 2019, Program KIAT Guru di Matim meningkat predikatnya menjadi tahap pemantapan untuk dua puluh lima SD rintisan di lima kecamatan. Karena program KIAT Guru ini terbukti efektif meningkatkan mutu pendidikan dasar di Kabupaten Manggarai Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur memperluas pelaksanaan program KIAT Guru di dua puluh lima SD lainnya di delapan kecamatan yakni Kecamatan Elar, Sambi Rampas, Lamba Leda, Rana Mese, Kota Komba, Elar Selatan, Borong dan Poco Ranaka Timur, sehingga total sekolah dasar yang diintervensi KIAT Guru menjadi 50 SD.
“Kami mendengar laporan dari Bank Dunia dan hasil kunjungan lapangan Tim Koordinasi bahwa telah terjadi perubahan di sekolah-sekolah KIAT Guru.
Pertama, Desa melalui Kepala Desa, telah mengalokasikan anggaran untuk dukungan operasional Kader dan Kelompok Pengguna Layanan (KPL). Tahun ini alokasi untuk Sekolah Pemantapan sebesar 30 juta dan Sekolah Perluasan sebesar 14 juta.
Kedua, pemerintah desa berperan aktif dalam pertemuan rutin bulanan dan mengesahkan nilai layanan guru dan kepala sekolah.
Ketiga, keterlibatan masyarakat meningkat karena orang tua juga memiliki janji layanan untuk memajukan pendidikan anak.
Keempat, perubahan di sekolah, yaitu guru semakin rajin masuk dan mengajar.
Kelima, guru menggunakan metode belajar yang kreatif dan menyenangkan, melibatkan orang tua siswa dalam kegiatan di sekolah, menambah materi muatan lokal untuk pendidikan karakter dan lain sebagainya. Dampaknya adalah meningkatnya hasil belajar murid.
Keenam, camat dan sekretaris kecamatan menghadiri pertemuan bulanan di desa, memberi asistensi penyusunan APBDes dan verifikasi apakah sudah ada alokasi untuk KIAT Guru sesuai instruksi Bupati, dan mendampingi saat ada kunjungan Tim KIAT Guru dan Bank Dunia ke desa.
Ketujuh, di tingkat kabupaten, koordinasi lintas perangkat daerah semakin membaik. Apalagi setelah ada Program Sekolah Bahagia, Stunting, dan Kabupaten Ramah Anak di mana hampir semua Perangkat daerah terlibat di dalamnya”, terang Bupati Agas.
Bupati Agas menjelaskan, pemerintah daerah menyiapkan fasilitator masyarakat daerah untuk perluasan dan pengembangan yaitu lima orang dari Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Dinas P dan K, dan dari DPMD. Ada juga pengawas sekolah untuk memfasilitasi sekolah perluasan mandiri dan dilakukan berbagai pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas Kader, KPL dan Komite.
Bupati Agas berulang kali menegaskan, yang perlu selalu diingat ialah bahwa semua upaya dalam mensukseskan pelaksanaan program KIAT Guru ini mesti bermuara pada meningkatnya mutu pendidikan dasar, demi masa depan cerah para peserta didik.
Pada kesempatan sosialisasi itu, Bupati Agas langsung menandatangani komitmen bersama menyukseskan pelaksanaan kegiatan perluasan program KIAT guru di Kabupaten Manggarai Timur.
Terpantau, turut hadir dalam kegiatan itu yakni, Kadis P & K Matim Drs. Basilius Teto, Koordinator Advokasi Daerah Rustanty Dewi, Tim Pengawas Pendidikan, Kepala Desa, Para Camat, Kepala Sekolah dan guru-guru SD.
Ledalero, Ekorantt.com – STFK Ledalero baru saja merayakan hari jadi ke-50 pada Minggu, 8 September 2019 lalu.
Berbagai doa dan harapan telah
didaraskan bagi sekolah Katolik milik Tarekat Misi Societas Verbi Divini (SVD)
itu.
Salah satu harapan itu adalah
agar STFK Ledalero beri ruang lebih luas bagi studi-studi marxisme.
Filsafat Marxisme Patut Dipelajari
Emilianus Y.S. Tolo
Dosen STFK Ledalero Emilianus Y.S. Tolo berpendapat, sebagai sebuah institusi ilmiah yang mengajarkan filsafat, teologi dan ilmu agama, Filsafat Marxisme patut dipelajari di STFK Ledalero karena pembahasan tentang tema-tema ini selalu bersinggungan dengan Marxisme entah secara positif maupun negatif.
Karena itu, para dosen dan
mahasiswa perlu dibuka cakrawala berpikirnya untuk memahami berbagai macam
konsep, termasuk konsep Filsafat Marxisme, untuk memahami realitas hidup hari
ini.
Menurut Emil, demikian dosen
muda ini biasa dipanggil, di STFK Ledalero, sosiologi merupakan salah satu
disiplin ilmu yang penting, yang hari ini sedang diajar dan dipelajari oleh
para dosen dan mahasiswa di STFK Ledalero.
Sebagaimana menurut Alfred North Whitehead, semua Filsafat Barat hari ini selalu merupakan catatan kaki dari Plato, maka sosiologi hari ini selalu merupakan catatan kaki dua sosiolog besar: Max Weber dan Karl Marx.
Bedasarkan hukum dialektika,
sesuatu hanya bisa dipahami secara memadai bila tesis dan anti-tesisnya bisa
diketahui secara bersamaan.
Oleh karena itu, menurut Emil, seseorang hanya memahami secara memadai Weber bila membaca Marx dan vice versa.
Atas alasan ini, semua institusi
yang mengajarkan sosiologi perlu juga secara serius memperkenalkan Marxisme.
Karena STFK Ledalero sudah sejak
lama menjadikan sosiologi sebagai mata kuliah wajib dan penting di samping
studi-studi Filsafat, maka Filsafat dan sosiologi Marxisme harus diajarkan
kepada mahasiswa.
Apalagi, dalam perayaan pesta
emas STFK Ledalero 2019, STFK Ledalero diajak untuk mendekati dan mempelajari
realitas melalui pendekatan multi displin agar yang abstrak dan riil bisa
dipahami dan dialami secara secara lebih memadai, baik secara dialektik dalam
kehidupan di kampus maupun di tengah masyarakat Indonesia.
“Sebagaimana pernah saya
jelaskan bahwa dialektika materialisme Marxis adalah kunci keberlangsungan
hidup dan berkembangnya STFK Ledalero ke depan (Flores Pos, 14/9/2019),
maka ilmu-ilmu Marxisme dan non-Marxisme perlu diajarkan secara bersama-sama di
STFK Ledalero. Dialektika antara ilmu Marxisme dan non-Marxisme, menurut saya,
akan menjadikan STFK Ledalero menjadi sebuah institusi yang berwarna akademik,
yang membiarkan pertarungan dialektik antara berbagai pandangan berseberangan
sebagai suatu yang wajar dan biasa,” ungkap Emil.
Namun, menurut Emil, baik ilmu Marxisme maupun non-Marxisme dalam dunia kampus, khususnya STFK Ledalero, tidak boleh digeluti dan dipelajari sebagai sebuah ideologi, melainkan sebagai ilmu.
Sebagai ideologi, sebuah konsep,
seperti Marxisme, cenderung menutup diri terhadap kritikan, perbaikan dan,
karena itu, menjadikannya dogma yang tidak jarang terlepas dari dunia
yang terus berubah-ubah.
Sebaliknya, sebagai ilmu,
Marxisme harus dipelajari, dikritik, diperbaiki dan dikembangkan secara terus
menurus sesuai dengan perkembangan dunia.
Kehadiran ilmu-ilmu non-Marxis,
dalam hal ini, penting dalam sebuah institusi pendidikan untuk menantang
perkembangan Marxisme sebagai ilmu.
Hal yang sama juga berlaku untuk
ilmu-ilmu non-Marxis lainnya.
Kehadiran Marxisme adalah juga
untuk menantang reproduksi ilmu-ilmu non-Marxis dalam dunia yang terus
berubah-ubah ini.
“Karena itu, bagi saya,
ketegangan dialektik antara ilmu Marxis dan non-Marxis dalam sebuah institusi
pendidikan, seperti STFK Ledalero, harus terus dijaga dan dipelihara.
Hanya dengan menjaga ketegangan dialektik seperti ini, sebuah institusi
pendidikan, seperti STFK Ledalero, dapat menghampiri kebenaran yang
membebaskan, yang adalah tujuan dari keberadaannya di dunia ini,” pungkas dia.
Teologi Kontekstual dan Kritik
Agama
Pater Dr. Otto Gusti Nd. Madung
Ketua STFK Ledalero Pater Otto Gusti Nd. Madung berpendapat, marxisme perlu dipelajari di STFK Ledalero karena dua alasan berikut.
Pertama, setiap teologi adalah teologi kontekstual. Artinya, teologi adalah refleksi tentang wahyu Allah dalam terang konteks sosio budaya tertentu. Dan Marxisme adalah salah satu metode analisis sosial terpenting dalam ilmu sosial. Marxisme membantu kita membaca realitas perjuangan kelas kelas sosial untuk pembebasan secara komprehensif. Dan teologi tidak lain dari kisah tentang realitas sosial dari perspektif kaum tertindas.
Kedua, Marxisme mengajarkan metode kritik agama. Marx mengajarkan
kita untuk tidak menjadikan agama sebagai das Opium des Volkes. Opium adalah
obat penenang yang dipakai sebagai obat penenang guna melupakan getirnya
perjuangan hidup konkret. Kritik ini menjadikan agama-agama sebagai inspirasi untuk
perjuangan pembebasan.
Menurut Pater Otto, di STFK Ledalero, marxisme diperkenalkan
lewat kuliah tentang teori kritis Mazhab Frankfurt dan juga lewat sejumlah
karya Chantal Mouffe dan Ernesto Laclau tentang kritik demokrasi liberal yang
teknokratis.
Beberapa alumnus bercerita, ruang studi marxisme di STFK terlalu sempit. Bagaimana sistem perkuliahan atau SKS yang mesti diterapkan agar mahasiswa bisa benar-benar kuasai marxisme? Apa ada rencana beri porsi besar untuk ruang studi marxisme di STFK?
Pater Otto menjelaskan, studi marxisme sangat bergantung
pada dosen yang menguasai teori Marx.
Di samping itu, ada sejumlah dosen yang menggunakan pendekatan Marxian tanpa harus menyebut nama Marx. Pater John Prior, misalnya, bicara tentang teologi rakyat, tetapi sesungguhnya itu metode marxian.
Menurut Pater Otto, kalau kita baca seluruh injil, seluruh
pesannya bicara tentang pembebasan.
“Kadang kadang, saya bertanya-tanya, apakah Yesus seorang
Marxis? Atau secara historis, apakah Marx seorang Yesuanis?” ungkap Pater Otto.
Pater Otto menginformasikan bahwa STFK Ledalero akan membuka
Prodi S-2 Filsafat pada tahun 2020.
Beberapa dosen sudah sedang menyelesaikan program S-3 untuk
menjadi tenaga dosen di Prodi S-2 Filsafat di STFK Ledalero.
Dalam kurikulum S-2 tersebut, marxisme akan mendapat porsi yang
cukup.
Anno Susabun
Mahasiswa STFK Ledalero Anno Susabun berpendapat, STFK Ledalero sebagai lembaga akademis yang mempelajari filsafat tidak perlu ditanyai soal penting tidaknya belajar Marxisme.
Sebab, filsafat (sosial) tanpa marxisme itu buta.
Jika filosof mempelajari pemikiran idealis Plato hingga
Hegel, mengapa materialisme historis Marx tidak dipelajari juga?
Lebih jauh, demikian Anno, STFK Ledalero adalah lembaga
akademis berbasis agama.
Dalam sejarah, marxisme adalah musuh agama-agama karena dianggap
ateis dan tidak punya basis moralitas.
Akan tetapi, marxisme dimusuhi ternyata karena menawarkan
pemikiran alternatif yang mengganggu status quo penguasa, termasuk dalam
lingkaran Gereja Katolik dan mungkin juga STFK Ledalero.
Menurut Anno, marxisme justru punya peran penting bagi
mahasiswa, bukan hanya di STFK Ledalero.
Sebab, marxisme memberikan peluang bagi produksi pemikiran
materialis yang kritis dan berusaha putus dari dominasi teori dan praktik
berwatak penindasan.
Singkatnya, demikian Anno, STFK ledalero sebagai lembaga
pendidikan filsafat sangat perlu mempelajari marxisme karena selain marxisme punya
peran penting dalam sejarah filsafat tetapi juga karena dia menjadi pisau
analisis paling mantap dalam menyelesaikan problem sosial hari ini.
Menurut Anno, pembelajaran marxisme di STFK Ledalero belum
terlalu mantap.
Akan tetapi, mahasiswa sendiri selalu berusaha mempelajari
literatur marxisme, baik yang disediakan di kampus maupun yang diupayakan
sendiri.
Ideologi yang Berpengaruh dan Pisau Analisis
Are de Peskim
Pegiat Sosial Are de Peskim berpendapat, terdapat dua alasan mengapa STFK Ledalero mesti mempelajari marxisme.
Pertama, Marxisme adalah ideologi yang berpengaruh di dunia.
Walau dia punya banyak kekurangan, dia mampu menguliti persoalan-persoalan
yang ada sekarang.
Dia jadi ideologi alternatif dan pedoman bagi para aktivis
membaca dan merespons situasi sekarang.
Kita harus terbuka pada semua pemikiran.
Kedua, sebagai lembaga pendidikan calon imam dan awam
Katolik dengan teologi pembebasan sebagai salah satu teologi kontekstual Gereja
Katolik, mau atau tidak mau STFK Ledalero harus belajar marxisme.
Sebab, teologi pembebasan bersilangan dengan marxisme.
Menurut Are, kelompok aktivis ‘98 pakai marxisme sebagai
pisau analisis untuk melawan kekuasaan Suharto.
Are mengatakan, marxisme tidak bisa direduksi hanya sekadar
menjadi kritik agama dalam filsafat ketuhanan.
Pembicaraan tentang Tuhan selalu bertitik tolak dari kritik atas kondisi sosial ekonomi politik. Sebab, marxisme lebih fokus pada sosial ekonomi politik.
Pahami Struktur Ketidakadilan
Romo Louis Jawa
Alumnus STFK Ledalero Romo Louis Jawa berpendapat, konsep Marxisme dibutuhkan sebagai wawasan pembanding agar tamatan STFK Ledalero bisa memahami struktur ketidakadilan di tengah masyarakat.
Di samping itu, Marxisme mesti dipelajari agar tamatan STFK Ledalero tidak cenderung menjadi penjabat agama dan penjabat publik yang elitis, koruptif, dan arogan.
Menurut Romo Louis, STFK Ledalero masih dihuni kalangan tradisional konservatif ketimbang kalangan progresif.
“Apakah STFK siap untuk ide progresif visioner dalam perkuliahan dan juga efeknya dalam pembentukan di konvik-konvik calon imam?” tanya Pastor Desa di Reo yang aktif menekuni pastoral anak-anak muda ini.
Mataloko, Ekorantt.com – Lembaga pendidikan calon imam Katolik Seminari Santo Yohanes Berchmans Todabelu Mataloko, Ngada, Flores, mendapat kucuran dana segar dari Pemerintah Provinsi NTT senilai Rp500 Juta.
Bantuan uang
tunai tersebut diberikan secara langsung oleh Wakil Gubernur (Wagub) NTT Drs.
Josef A. Nae Soi kepada Praeses Seminari Mataloko Romo Gabriel Idrus dalam
acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Seminari Mataloko ke – 90.
“Ini
bantuan hibah dari Pemprov NTT,” kata Wagub Nae Soi saat menyerahkan
bantuan hibah di sela-sela perayaan misa syukur di kompleks seminari, Minggu,
15 September 2019.
Selain
bantuan hibah untuk seminari, Wagub Nae Soi juga memberi bantuan kepada tiga
sekolah di dekat seminari.
“Bantuan
ini sebagai wujud nyata perhatian dan kepedulian Pemprov NTT terhadap lembaga
pendidikan yang mengemban misi mencerdaskan anak bangsa yang ada di Provinsi
NTT,” kata Alumnus Seminari Mataloko ini.
Di tempat
terpisah, Praeses Seminari Mataloko Romo Gabriel Idrus menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pemerintah dan semua pihak yang dengan caranya masing-masing
peduli dan mengambil bagian dalam acara HUT ke – 90.
Dirinya juga
berterima kasih kepada panitia kerja yang dipimpin Bupati Ngada Paulus Soliwoa
menuju satu abad Seminari Mataloko pada tahun 2029 mendatang.
Vikjen
Keuskupan Agung Ende Romo Cyrilus Lena dalam kotbah misa syukur mengatakan,
dirinya merasa sangat kecil berhadapan dengan almamater yang merayakan 90
tahun.
“Ada
yang hanya satu hari berada di seminari ini, tetapi bangganya lebih dari yang
tujuh tahun,” ucap Romo Cyrilus.
Menurut Romo
Cyrilus, itulah keilahian seminari yang tak dapat diukur dengan rasio dan ilmu
pengetahuan.
Hati Allah
Bapa dalam kisah Injil perumpamaan anak yang hilang mengajarkan kita, betapa
cinta kasih Allah bagaikan samudera raya tak bertepi.
Menurut dia,
Seminari Mataloko senantiasa merangkul semua anak, baik yang hilang di luar
rumah maupun yang hilang di dalam rumah.
“Kita
semua merupakan anak kandung dari seminari ini, baik yang dibaptis maupun yang
tertahbis,” katanya.
Dalam catatan
Redaksi, selain Seminari Mataloko, Pemrov NTT juga memberi bantuan dana segar sebesar
Rp500 Juta kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.
Bantuan diberikan
dalam rangka perayaan HUT STFK Ledalero ke – 50.
Bantuan diberikan oleh Kepala Bagian
Keuangan Setda Provinsi NTT kepada Ketua STFK Ledalero Pater Otto Gusti Nd.
Madung, SVD pada Minggu, 8 September 2019.
Dalam waktu dekat, Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka akan menghubungi Baba Amung untuk membicarakan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sukarela Karyawan Tanpa Uang Penggantian Hak (UPH) di Toko Agung Maumere.
Apa perspektif baru menilai kasus ini?
Jika salah satu argumen utama kali lalu bertolak dari
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU No. 13/2003,
maka kali ini, kami coba lihat kasus ini berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau UU No. 2/2004.
Perselisihan Hubungan
Industrial (PHI) adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal
1 Ayat (1)).
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama (Pasal 1 Ayat (2)).
Perselihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat
kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama (Ayat (3)).
Perselisihan pemutusan
hubungan kerja (PHK) adalah perselisihan yang
timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (Ayat (4)).
Perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam
satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (Ayat (5)).
Jadi, ada empat (4) macam PHI, yaitu perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh.
UU No. 2/2004 mengatur, setiap
PHI pada awalnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak
yang berselisih (bipartit).
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan PHI (Pasal 1 Ayat (10)).
Dalam hal perundingan oleh para pihak yang
berselisih (bipartit) gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
Perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
yang telah dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atau kesepakatan kedua
belah pihak.
Sementara itu, penyelesaian perselisihan
melalui arbitrase atas kesepakatan kedua belah pihak hanya perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Arbitrase Hubungan Industrial yang
selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak
dan bersifat final (Pasal 1 Ayat (15)).
Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah
pihak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi atau arbitrase,
maka sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu melalui
mediasi.
Mediasi Hubungan Industrial yang
selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (Pasal 1 Ayat (11)).
Sementara itu, perselisihan hak yang telah
dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan tidak
dapat diselesaikan melalui konsiliasi atau arbitrase, namun sebelum diajukan ke
Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu diupayakan diselesaikan melalui
mediasi.
Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak
mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu
pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial
adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap
perselisihan hubungan industrial (Pasal 1 Ayat (17)).
Penyelesaian PHI melalui arbitrase
dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan tidak dapat diajukan gugatan
ke Pengadilan Hubungan Industrial karena putusan arbitrase bersifat akhir dan
tetap, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat diajukan pembatalan ke Mahkamah
Agung.
Jadi, ada lima (5) macam cara penyelesaian
PHI, yaitu perundingan Bipartit, konsiliasi, arbitrase, mediasi, dan Pengadilan
Hubungan Industrial.
Konsiliasi ditempuh untuk perselisihan kepentingan, PHK atau perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh.
Arbitrase ditempuh untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja.
Mediasi ditempuh untuk perselisihan
hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja.
Pengadilan Hubungan Industrial ditempuh untuk perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan
antarserikat pekerja.
Berdasarkan UU No. 2/2004 ini, kasus Sopir Antonius vs
Pengusaha Baba Amung hemat kami masuk ke dalam kategori perselisihan hak
dan/atau perselisihan PHK.
Oleh karena itu, secara umum, cara penyelesaian
perselisihan antara pekerja dan pengusaha Toko Agung itu adalah perundingan
Bipartit, konsiliasi, mediasi, dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.
Secara khusus, perselisihan hak UPH Antonius ditempuh
terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit antara Antonius dan Baba Amung.
Jika tidak ada kesepakatan, maka bisa libatkan
Nakertrans Sikka untuk lakukan mediasi.
Jika mediasi gagal, maka Antonius dan/atau Baba Amung
bisa menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial di Kupang.
Sementara itu, perselisihan PHK ditempuh melalui perundingan Bipartit, konsiliasi, dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.
Sikap kami adalah keadilan memang perlu ditegakkan berdasarkan prosedur hukum positif yang berlaku.
Akan tetapi, perlu diperhatikan rasa keadilan dari kelas pekerja sebagaimana diadvokasi kaum sosialis.
Kasus
pemutusan hubungan kerja (PHK) sukarela tanpa uang penggantian hak (UPH) di
Toko Agung Maumere ditanggapi oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
(Nakertrans) Kabupaten Sikka. Di samping mempersoalkan ketiadaan pengaduan atau
laporan tertulis Antonius sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk
menindaklanjuti sengketa kepentingan upah antara sopir dan pengusaha itu, dinas
juga berjanji akan menghubungi Baba Amung dalam waktu dekat.
Maumere, Ekorantt.com – Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka Germanus Goleng, S.Sos. saat ditemui EKORA NTT di ruang kerjanya, Selasa (10/9) membantah pernyataan Antonius Yoseph Jogo bahwa pihaknya tidak memberi jawaban pasti terkait kasus PHK Sukarela Karyawan Tanpa Uang Penggantian Hak (UPH) di Toko Agung Maumere.
Ia menegaskan, Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka sudah menanggapi persoalan
itu sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pihaknya mempertanyakan bukti laporan Antonius.
Menurut dia, kedatangan Antonius pada bulan April 2019 sebanyak dua kali ke
Kantor Dinas Nakertrans hanya bertujuan untuk melakukan konsultasi saja.
Antonius tidak membuat laporan berupa surat pengaduan.
“Menurut Pak Kabid Pengawasan, dia datang konsultasi saja. Setelah itu, dia
tidak pernah datang lagi sampai hari ini,” tandasnya.
Karena hanya berkonsultasi, demikian Germanus, maka pihaknya hanya memberi
arahan kepada Antonius sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku.
Pihaknya tidak bisa langsung memproses dan memediasi persoalan tersebut
hanya berdasarkan konsultasi semata.
Lain soal kalau Antonius membawa serta surat pengaduan tertulis.
Kalau ada surat pengaduan tertulis, maka pihaknya akan segera
menindaklanjuti.
Menurut Germanus, pihaknya selalu akan menindaklanjuti setiap laporan yang
masuk berdasarkan ketentuan undang-undang.
Dalam waktu dekat, ia akan menghubungi Baba Amung untuk membicarakan
persoalan ini.
“Saya kaget. Tiba-tiba, Bapak Antonius sudah kirim surat ke Bapak Presiden Joko Widodo. Kalau sudah ke presiden, saya siap menunggu perintah presiden, menteri, dan dari provinsi,” ucapnya.
Kadis Nakertrans Kabupaten Sikka Germanus Goleng, S.Sos.
Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Ketenagakerjaan Hasan H. Kadir mengakui,
Antonius pernah dua kali menemui dirinya di kantor.
Menurut dia, saat itu, Antonius sampaikan kepada dirinya bahwa dia tidak
bisa bekerja lagi karena sudah pensiun.
Dirinya kemudian mengarahkan Antonius untuk pergi menemui Baba Amung.
Harapan dia adalah dengan mengarahkan Antonius bertemu dengan Baba Amung,
keduanya bisa melakukan perundingan di perusahaan Baba Amung tersebut.
Akan tetapi, sesudah menemui Baba Amung, demikian Hasan, Antonius kembali
lagi menemui dirinya dan mengatakan bahwa ia sudah bertemu dengan Baba Amung
dan bahwa Baba Amung marah-marah.
Hasan kemudian meminta Antonius menemui Baba Akin atau Rudi, putra Baba
Amung.
Pada saat itu juga, Hasan menelepon Rudi, yang saat itu sedang berada di
Surabaya.
Melalui percakapan telepon, Hasan sampaikan kepada Rudi bahwa ada seorang
tenaga kerja yang bikin aduan di kantor.
Di ujung telepon, Rudi berjanji akan menemui dan berbicara langsung dengan
Antonius.
Setelah itu, Hasan meminta Antonius, yang mendengar percakapan telepon
antara dirinya dan Rudi, untuk pulang dahulu ke rumah.
Setelah Rudi kembali, baru-lah Antonius bertemu dengannya.
Hasan minta Antonius untuk melaporkan hasil pembicaraannya dengan Rudi
kepada dirinya di kantor.
“Nanti hasil pertemuannya seperti apa, datang lapor. Saya arahkan proses
selanjutnya sesuai aturan yang berlaku, baru saya panggil. Namun, dalam
perjalanan waktu, tidak ada berita sampai dengan hari ini. Saya pikir sudah
menyelesaikan perundingan Bipartit. Tiba-tiba surat sudah ke Bapak Presiden
Joko Widodo,” kata Hasan.
Hasan memaparkan, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) telah mengatur cara
penanganan kasus atau sengketa antara pekerja dan pengusaha.
Menurut dia, hubungan industrial meliputi perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan
antarserikat pekerja/serikat buruh.
Perselisihan-perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui dua jalur,
yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan.
Pasal 3 UU No. 2/2004 mengatur bahwa setiap perselisihan hubungan industrial
wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
Apabila upaya Bipartit gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak
melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan.
Disnakertrans kemudian mencatat pengaduan tersebut dalam sebuah formulir
pengaduan yang diisi oleh para pihak.
Menurut Pasal 4 Ayat (1) UU No. 2/2004, salah satu dan/atau kedua belah
pihak yang mengadukan perselisihannya untuk dicatat oleh Disnakertrans harus
melampirkan bukti-bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian Bipartit telah
dilakukan.
Sementara itu, menurut Pasal 4 Ayat (2) UU No. 2/2004, apabila bukti-bukti
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak dilampirkan, maka Disnakertrans
mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya pengambilan berkas.
Selanjutnya, Disnaketrans melakukan pemanggilan kepada para pihak untuk
menawarkan jalan penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.
Menurut Pasal 4 Ayat (4) UU No. 2/2004, jika
para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian konsiliasi atau arbitrase,
maka pihak yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan
penyelesaian perselisihan kepada mediator.
Menurut Pasal 4 Ayat (5) UU No. 2/2004, penyelesaian konsiliasi melalui
Disnakertrans dilakukan untuk menangani perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh.
Sedangkan, menurut Pasal 4 Ayat (6) UU No. 2/2004, penyelesaian arbitrase
melalui Disnakertrans dilakukan untuk menangani penyelesaian perselisihan
kepentingan atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh.
Diberitakan sebelumnya, seorang sopir tua bernama Antonius
Yoseph Jogo menggugat Baba Amung.
Antonius menggugat Baba Amung lantaran tidak
membayarnya uang pesangon kerja [Uang Penggantian Hak (UPH), Red] paska
dirinya mengundurkan diri pada Januari 2019 lalu.
Antonius sendiri bekerja sebagai sopir di Toko Agung
selama 13 tahun 5 bulan.
Ia bekerja di sana mulai dari tahun 2005 hingga Mei
2019.
Pada tanggal 9 Januari 2019, dirinya meminta berhenti
bekerja dan mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai sopir di Toko Agung Baba
Amung.
Dia sudah bekerja selama 13 tahun 5 bulan di Toko
Agung.
Sesudah memutuskan berhenti bekerja, dia pun
berpamitan dengan Baba Akin atau Rudi di Toko Agung.
Baba Akin atau
Rudi adalah putra Baba Amung.
Alasan dia minta berhenti bekerja karena umur sudah
tua. Dia juga mau istirahat.
Dia kemudian minta uang pesangon.
Namun, Baba Amung melalui putranya Baba Akin atau Rudi
tidak memenuhi permintaannya tersebut.
Baba Amung malah memintanya melaporkan kasus itu ke
Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.
Pada Bulan April 2019, Antonius mengadukan kasusnya ke
Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.
Terjadi percakapan berikut ini.
Antonius: “Bagaimana dengan saya kerja sekian tahun
saya tidak dapat apa-apa?”
Dinas Nakertrans: “Pamit dengan siapa?”
Antonius: “Dengan anaknya Baba Amung.”
Dinas Nakertrans: “Bapak ke Toko pamit dengan Baba
Amung.”
Kemudian, pada tanggal 26 Juni 2019, Antonius menemui
Baba Amung.
Namun, Baba Amung berkata kepadanya, “Kau kerja di
pelayaran baru kau datang minta uang di saya.”
Baba Amung kemudian menyuruh Antonius untuk melaporkan
kasus itu ke Dinas Nakertrans Kabupaten Sikka.
Pada 15 Agustus 2019 sekitar pukul 17.00 WITA, EKORA
NTT mencoba menemui Baba Amung di Toko Agung di di Kelurahan Kota Baru,
Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.
Namun, kami tidak bisa bertemu langsung Baba Amung.
Kami hanya bisa menemui Baba Akin atau Rudi, putra kandung Baba Amung.
Baba Akin menerima kami di ruang kerjanya di Toko
Agung.
Saat itu, dia sedang duduk dan mencatat sesuatu di
meja kerjanya.
Tampak beberapa karyawati Toko Agung sibuk melayani
pembeli.
Kami menceritakan kronologi kasus Antonius.
Baba Akin mengatakan, ayahnya, Baba Amung, sedang
berada di Surabaya.
Dia berjanji akan menyampaikan kasus Antonius ke
ayahnya itu.
“Ini orang kan lagi ke Surabaya. Nanti saya
sampaikan saja,” kata dia.
Dia tidak menjawab lebih lanjut lagi
pertanyaan-pertanyaan yang coba kami kemukakan.
Dia juga tidak memberi nomor kontaknya kepada
kami.
“Nanti saya sampaikan saja,” pungkasnya mengakhiri
wawancara singkat sore itu.
Berikut Redaksi lampirkan upah dan beban kerja Antonius
selama.
Berikut Redaksi lampirkan upah dan beban kerja Antonius selama bekerja sebagai sopir di Toko Agung Baba Amung periode 2005 – 2019.
Salah satu hal yang mendapat perhatian besar
dalam perayaan 50 tahun STFK Ledalero adalah keberaniannya melibatkan Waria
dalam acara hiburan dan mendesain satu forum seminar mengenai Waria dalam
rangkaian simposium internasional yang berlangsung selama tiga hari sejak
tanggal 4-6 September 2019.
Banyak orang mengakui bahwa langkah yang ditempuh oleh STFK Ledalero adalah sesuatu yang sangat progresif.
Status STFK Ledalero sebagai salah satu institusi pendidikan Filsafat Katolik terbesar di dunia boleh jadi sangat kuat merepresentasikan penerimaan Gereja Katolik terhadap LGBT terutama kaum Waria.
Atau paling tidak, sikap yang berani tersebut bisa memunculkan kembali wacana mengenai penerimaan Waria dan LGBT pada umumnya ke dalam rangkulan bunda Gereja.
Secara dogmatis, pandangan Gereja Katolik
tentang seksualitas bersifat heteronormatif. Gereja tidak mengakui adanya jenis
kelamin di luar laki-laki dan perempuan. Gereja Katolik menganggap perilaku
seksual manusia sebagai sesuatu yang suci, hampir penuh keilahian di dalam
intisarinya ketika dilakukan secara benar.
Aktivitas seksual pada dasarnya merujuk dan
ditujukan pada persatuan ilahi (relasi Trinitas dan relasi Kristus dengan
Gereja) serta penerusan keturunan. Aktivitas seksual dilegalkan melalui
sakramen perkawinan. Gereja juga memahami kebutuhan saling melengkapi antara
jenis kelamin yang berbeda sebagai bagian dari rencana Allah. Tindakan-tindakan
seksual di luar perkawinan yang menekankan relasi heterogen tidak sejalan dengan
pola rancangan ini.
Banyak pemikir progresif Gereja Katolik yang
merekomendasikan adanya penelusuran kembali dogma dan magisterium Gereja
berdasarkan temuan-temuan ilmiah kontemporer mengenai gender dan seksualitas
manusia. Lebih banyak yang menawarkan pertimbangan pastoral kontekstual,
berhadapan dengan isu LGBT yang marak merebak di masyarakat akhir-akhir ini.
Tahun 2016, ketika Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) kala itu, Muhammad Nasir melontarkan pernyataan bahwa LGBT merusak moral bangsa, dua akademisi dan rohaniawan Katolik, Romo Magnis Suseno, SJ dan Romo Peter Aman OFM lebih dahulu angkat bicara.
Menurut Romo Magnis, polemik LGBT perlu dilihat dari dua sudut.
Di satu sisi, orientasi seksual tidak ditentukan oleh seseorang, tetapi hadir secara alami.
Di sisi lain, kaum LGBT harus pintar-pintar menempatkan diri di masyarakat yang memiliki sistem dan keyakinan kulturalnya sendiri.
Sementara itu, Romo Peter Aman menerangkan, sebagai suatu kondisi psikoseksual kaum LGBT
tidak bisa diadili jahat atau dianggap melanggar susila, apalagi kondisi
tersebut umumnya terjadi sebagai sesuatu yang terberi atau given. Hanya saja Gereja
Katolik tidak mengizinkan pengesahan nikah LGBT karena
bertentangan dengan hakikat perkawinan Katolik.
Terlepas dari aspek teologi dogmatik, Khanis Suvianita, peneliti Waria di Maumere sangat percaya bahwa agama pada dasarnya ramah terhadap Waria. Ia sangat optimis bahwa keberadaan agama yang begitu terbuka terhadap LGBT bisa mendorong dan membentuk sikap (religiositas) yang sama di kalangan umat beragama.
Gereja Katolik di Maumere sungguh membangun optimisme itu sejauh temuan-temuannya selama meneliti Waria di tempat ini. Meski demikian, ia tidak memungkiri bahwa konstruksi patriarki yang kental dalam budaya dan kesombongan intelektual dalam Gereja perlu dimurnikan secara terus menerus.
Frater Charys, mahasiswa tingkat V STFK
Ledalero mengakui bahwa penerimaan Waria di STFK tidak lantas menjadi tanda
bahwa semua orang di STFK Ledalero punya persepsi yang sama terhadap keberadaan
mereka. Mereka boleh jadi diterima dalam ruang-ruang yang formal, tetapi belum
tentu itu terjadi dalam ruang-ruang privat.
Meski demikian, Charys tetap optimis bahwa
Ledalero telah menginisiasi sesuatu yang sangat bernilai bagi pengembangan
teologi kontekstual dan visi option for
the poor yang telah lama digaungkan oleh Gereja.
Di tengah polemik tentang LGBT, tahun 2013, Paus Fransiskus dinobatkan sebagai Man Of The Year oleh majalah The Advocate, salah satu majalah khusus kaum gay dan lesbian di Amerika Serikat.
Dalam sebuah wawancara dengan The Advocate, Paus Fransiskus pernah
mengatakan, “If someone is gay and seeks the Lord with good will, who am I
to judge?”
“Jika seorang gay datang kepada Tuhan dengan niat baik, siapakah saya sampai bisa menghakimi dia?”
Bagi umat yang hendak merantau diharapkan untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah melalui Dinas Nakertrans supaya pergi merantau dengan kemampuan yang terlatih dan mengikuti prosedur yang benar.
(Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Sedu)
Kloangrotat, Ekorantt.com – Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu melaksanakan kegiatan pastoral di Paroki Salib Suci Kloangrotat selama dua hari.
Kegiatan ini
dilaksanakan pada tanggal 14-15 September 2019.
Ada dua
agenda yang dilakukan yakni pertama, bibongbabong
atau berbicara dari hati ke hati dengan para pelayan pastoral dan tokoh
masyarakat di Kloangrotat pada Sabtu (14/9).
Kedua, memberikan
Sakramen Krisma kepada 72 peserta umat Paroki Salib Suci Kloangrotat dalam
perayaan Ekaristi Minggu, (15/9).
Dalam acara bibongbabong yang berlangsung di Aula
Betania, Uskup Edwaldus mengutarakan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
oleh para pelayan pastoral.
Beberapa hal
itu antara lain kerendahan hati para pelayan pastoral untuk selalu terbuka
menerima kritikan umat yang dilayani.
Menurutnya,
para pelayan pastoral, mulai dari tingkat Paroki sampai di KBG, harus bisa melakukan
pendekatan yang mengutamakan belaskasih dan kerahiman.
Di samping itu, Beliau juga menyoroti
persoalan lingkungan hidup dan migran perantau.
Berkaitan
dengan lingkungan hidup, Uskup mengajak umat Kloangrotat untuk menjaga alam.
Umat
hendaknya tidak membakar dan menebang hutan secara tidak bertanggung jawab.
Selain itu, umat
juga diimbau diet dalam menggunakan produk-produk seperti kemasan air minum
yang bisa menghasilkan banyak sampah dan sulit untuk diurai.
Sementara
itu, soal para migran dan perantau, Beliau mengingatkan umat Kloangrotat agar
tidak menjadi migran ilegal.
Bagi umat
yang hendak merantau diharapkan untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah
melalui Dinas Nakertrans supaya pergi merantau dengan kemampuan yang terlatih
dan mengikuti prosedur yang benar.
Jika tidak
dilakukan demikian, maka ini akan mempersulit para migran ketika berada di
tempat perantauan.
Mereka bisa
saja mendapatkan upah yang kecil dan bahkan mendapat perlakuan yang tidak baik
yang berujung pada maut.
Tahun ini,
ada tiga migran dari Keuskupan Maumere yang dipulangkan dari Malaysia dalam
keadaan sudah meninggal.
Mereka semua
berasal dari Palue.
Turut hadir
dalam acara bibongbabong ini adalah Pastor
Paroki Kloangrotat RD. Quirinus Galmin, Vikjen Keuskupan Maumere RP. Telesforus
Jenti, O.Carm; para biarawan/ti, anggota DPR Kabupaten Sikka Wenseslaus Wege, Camat
Waigete Even Edo Meko, para kepala desa, dewan pastoral paroki, para guru, para
medis, dan para pelayan pastoral dari empat stasi yakni Kloangrotat, Kebot,
Kubit, dan Watuwitir.
Sebagai
Pemimpin Gereja di Kloangroat, RD. Quirinus Galmin mengungkapkan rasa bangga
dan terima kasih kepada Yang Mulia Uskup Maumere yang sudah berkenan
mengunjungi umat di Kloangrotat.
Ini adalah
kunjungan perdana setelah Bapak Uskup ditahbiskan menjadi uskup Maumere pada 26
September 2018.
Pastor Quin
juga berterima kasih kepada umat
Kloangrotat yang sudah berpartisipasi penuh dalam kegiatan selama dua hari ini.
Kiranya kunjungan
dari Bapak Uskup menjadi berkat untuk para pelayan pastoral dan umat pada
umumnya agar lebih semangat dalam melakukan pelayanan dan meningkatkan mutu
hidup rohani.