Indonesia dalam “Tanda Kutip”

Yogyakarta, Ekorantt.comKonstruksi “Indonesia” merupakan apropriasi sesuatu yang anonim/aneh. Dan oleh karena itu, sifatnya dinamis dan diskursif. Demikian tulis antropolog James T. Siegel (1986) suatu ketika.

Dia menyatakan demikian mengingat nama “Indonesia” sendiri merupakan campur baur dari berbagai varian penyebutan juga ragam pendapat yang kemudian digunakan sampai sekarang.

Adalah George Samuel Windsor Earl dalam Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia (1850) memberi penegasan bahwa sudah saatnya masyarakat kepulauan Hindia atau Melayu memiliki nama sendiri demi menghindari kerancuan antara “Hindia” dan “India”. Earl merumuskan dua nama, yakni Indunesia dan Malayunesia, yang mana kata “nesia” sendiri berasal dari kata bahasa Yunani “nesos”, artinya pulau.

Dalam perjalanannya, kata “Indonesia”-lah yang semakin konsisten dipakai, terutama dalam publikasi-publikasi ilmiah ataupun surat kabar. Tentu, nama etnolog James T Logan tidak dapat terlepaspisahkan dari ini. Dia berangkat dari gagasan Earl dan begitu gencar mempopulerkan penyebutan “Indonesia” lewat tulisan-tulisannya.

Selain itu, ada pula sosok Adolf Bastian (1826-1905) yang rutin menulis buku-buku penelitiannya di Indonesia dan tak pelak menyebut kata “Indonesia” yang lantas populer di kalangan akademisi Eropa.

Pada zaman pergerakan, kata “Indonesia” mulai laku keras digunakan oleh anak-anak muda sebagai pemberi wujud identitas politik melawan kolonialisme. Ia dapat ditafsirkan sebagai pemersatu, pengerat ataupun pengikat guna merumuskan cita-cita bersama kala itu. Dalam istilah Ben Anderson, “Indonesia” sebagai bangsa merupakan suatu komunitas terbayang oleh masyarakat yang merasa senasib, sepenanggungan. Sehingga meskipun secara de jure baru resmi menyandang nama Negara Republik Indonesia pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, “Indonesia” sebagai bangsa termaksud, sebagai identitas politik, telah jauh-jauh hari digemakan. Kita pun mengenalnya dengan nasionalisme.

Rangkaian-rangkaian paragraf di atas ihwal genealogi “Indonesia” sebetulnya hanyalah pantikan belaka untuk melihat keIndonesiaan kita hari-hari ini. Meskipun frasa “keIndonesian kita hari-hari ini” kadang terdengar terlalu mewah dan ilusif dan barangkali luncurkan pertanyaan “Apa itu keIndonesiaan?”, “Apa itu hari-hari ini?”.

Namun, bahwasanya “Indonesia”, entah sebagai kata, bangsa ataupun negara, bukanlah sesuatu yang punya sudut pandang ajek atau tunggal. Seolah-olah “Indonesia” hanya milik kaum tertentu, pulau tertentu, agama tertentu, suku tertentu, atau orang tertentu. Dalam refleks yang lain, orang merasa menjadi “Indonesia” hanya lewat teriak “NKRI Harga Mati” atau “Saya Pancasila, Saya Indonesia”, lalu nasionalismenya selesai.

Tentu saja dalam hidup berbangsa dan bernegara, persoalan identitas memang jadi urusan pelik. Tapi tatapan atas ini tidaklah serta merta diukur dari konotasi negatif. Meskipun ia tidak juga harus terlampaui, bahkan dipaksakan, dengan kacamata positif yang ujung-ujungnya hanya timbulkan kepalsuan dan dikubur dalam-dalam sebagai sentimen yang bisa pecah kapan saja.

Maksudnya, keberterimaan terhadap identitas-identitas dalam suatu negara/bangsa mestinya cair dan dinamis dengan memakai banyak tolok ukur. Anda mungkin beragama X dan saya beragama Y, tapi kita identik karena sama-sama menyukai klub sepakbola ZZZ. Atau, kamu dari suku U dan dia dari suku V, tapi kalian serupa karena gemar memancing di laut W.

Gerak-gerak sederhana itulah yang menjadikan orang melihat satu sama lain sebagai manusia yang punya keutuhan dari banyak himpunan. Toh seringkali kita hanya membicarakan nasionalisme yang terkesan abstrak, tapi lupa pada kondisi-kondisi sosial sederhana yang merangkul satu sama lain.

Dalam contoh yang lain, elite perusahaan jasa transportasi online mungkin lagi berperang dagang untuk mencari minat pelanggan, namun lihatlah di warung-warung kecil, para pengemudinya duduk bersama, minum kopi dan bercerita lepas tentang keluarga atau menu kesukaan mereka. Agama boleh dijual untuk kepentingan politik, namun saksikanlah bagaimana anak-anak muda tanpa bertanya “agamamu apa?” duduk berdiskusi soal masalah perusahaan sawit di Kalimantan, misalnya.

Identitas lahiriah seyogianya tidak perlu dipertanyakan atau diperdebatkan lagi, kecuali itu berlaku bagi diri sendiri. Keutamannya ialah bagaimana orang berpikir bahwa di dalam dirinya terdapat banyak sekali identitas yang bekerja dan menghubungkannya dengan orang lain. Bahkan mulai dari urusan yang paling sepele sekalipun, seperti sama-sama antre di toilet umum atau sama-sama takut ketika pesawat terbang hendak lepas landas.

Orang yang melihat sesamanya masih dari amatan yang terlampau luas lantas membikin blok atas itu, kemungkinan besar belum selesai dengan dirinya sendiri. Atau, bisa saja dia memang sedang mencari identitasnya sendiri seperti kelompok nenek moyang kita dari zaman batu yang hidup berkerumun untuk bertahan hidup.

2 Oktober 2019 Tidak Kembalikan Uang, Inspektorat Limpahkan Kasus Kades Nele Urung ke MPTP-TGR

0

Maumere, Ekorantt.com – Jika sampai batas waktu 2 Oktober 2019 tidak mengembalikan uang, maka Inspektorat Kabupaten Sikka akan melimpahkan kasus dugaan korupsi dana desa oleh Kepala Desa Nele Urung Yulius Welung ke Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan – Tuntutan Ganti Rugi (MPTP-TGR).

Penegasan ini disampaikan oleh Inspektur Wilayah II pada Inspektorat Kabupaten Sikka Chris Ladapase di ruang kerjanya kepada Ekora NTT, Rabu (4/9/2019).

Kepala Desa Nele Urung Yulius Welung beberapa waktu lalu mengaku mendapat tambahan waktu 120 hari untuk mengembalikan kerugian Negara dalam kasus dugaan korupsi dana desa di Nele Urung.

Namun, Chris Ladapase membantah pernyataan Kades Yulius.

Menurut dia, pernyataan Kades Yulius itu tidak benar.

Dia mengatakan, batas waktu penyelesaian perkara sesudah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterima oleh desa adalah 60 hari.

Jika dalam waktu 60 hari tidak diselesaikan, maka pihaknya akan melimpahkan kasus tersebut ke Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan – Tuntutan Ganti Rugi (MPTP-TGR).

“Kalau ada niat baik dari Kades Yulius untuk mengembalikan uang setelah batas waktu pun belum dilaksanakan. Maka, kita akan memberikan toleransi dengan membuat surat pernyataan kesanggupan mengembalikan uang sesuai hasil temuan Inspektorat. Itu pun waktunya hanya satu minggu saja,” ungkap Chris.

Chris menyampaikan, pada hari Kamis (29/8/2019), pihaknya menyambangi Kantor Desa Nele Urung untuk menindaklanjuti kasus penyelewengan dana desa oleh Kades Yulius Welung.

Menurut dia, di kantor desa, telah terjadi kesepakatan antara Inspektorat Kabupaten Sikka dan Kepala Desa Nele Urung Yulius Welung bahwa dirinya diberikan tambahan waktu 30 hari terhitung sejak tanggal 29 Agustus 2019 sampai 2 Oktober 2019.

Kesepakatan itu ditandatangani Kades Yulius di atas meterai 6000.

“Hasil kesepakatan itu diperkuat dengan surat pertanggungjawaban mutlak yang ditandatangani oleh Kades Nele Urung Yulius Welung pada hari Kamis, 29 Agustus 2019 di Kantor Desa Nele Urung, yang mana Kades Welung harus mengembalikan semua temuan kepada kas desa paling lambat 2 Oktober 2019,” kata Chris Ladapase.

Chris mengatakan, Kades Nele Urung itu diduga korupsi dana desa sebesar Rp154 Juta.

Sebanyak Rp62 Juta sudah dikembalikannya secara bertahap.

Pada tahap awal, Kades Yulius Welung menyetor sebesar Rp52 juta.

Pada tahap kedua, dia setor lagi sebesar Rp10 Juta pada tanggal 15 Agustus 2019.

Berdasarkan hasil temuan Inspektorat Kabupaten Sikka, Kades Yulius Welung diduga menyelewengkan dana desa berupa kas desa yang tekor sebesar Rp146.100.092,00, pungutan pajak Negara/daerah sebesar Rp32.876.039,00, penerimaan PADes sebesar Rp9.084.578,00, bantuan seng sebesar Rp15 Juta, dan bantuan sosial fiktif bagi janda sebesar Rp4,5 Juta, dan biaya pemasangan instalasi air bersih sebesar Rp846.760,00.

Chris Ladapase mengatakan, Inspektorat Sikka tidak main-main dan akan menindak tegas penyimpangan dana desa.

Selama ini, inspektorat turun ke desa-desa untuk mendampingi para aparat desa terkait penggunaan dana desa.

Menurut dia, pihaknya sudah berupaya memberikan pemahaman kepada semua aparat desa agar menggunakan dana desa berdasarkan regulasi.

“Kami sudah melakukan pembinaaan rutin sebagai langkah pencegahan sebelum pemeriksaan dan tindakan kepada kepala desa selaku kuasa pengguna anggaran, bendahara desa, tim teknis, dan aparat desa lainnya agar paham regulasi,” kata Chris.

Oleh karena itu, mulai saat ini, pemeriksaan dan tindakan tegas akan diterapkan kepada desa yang tidak menggunakan dana desa berdasarkan regulasi.

Belasan Motor Warga Kefamenanu Digasak Maling, Kapolres TTU: Bukan Aksi Luar Biasa

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Dua unit motor Honda Beat milik dua warga Kefamenanu, yakni Ade Putra dan Willybrodus Oetpah, raib digasak pencuri, Jumat (6/9/2019).

Ade Putra adalah warga Jalan Ahmad Yani, RT 054, RW 007, Kelurahan Kefa Selatan, Kecamatan Kota Kefamenanu. Sementara itu, Willybrodus Oetpah adalah warga Jalan Akasia RT 009, RW 004, Kelurahan Kefa Utara, Kecamatan Kota Kefamenanu,

Kasus ini bukan baru pertama kali terjadi.

Terhitung sejak akhir Agustus hingga awal September 2019, belasan unit sepeda motor jenis Honda Beat milik warga di seputaran Kota Kefamenanu raib digasak maling.

Kasus pencurian sepeda motor ini merupakan yang ketiga kalinya terjadi dalam rentang waktu akhir Agustus hingga awal September 2019.

Semua sepeda motor yang dilaporkan hilang berjenis Honda Beat.

Para maling itu belum ditangkap polisi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun EKORA NTT di lapangan, sepeda motor Honda Beat dengan nomor polisi DH 5415 KF milik Ade Putra diparkir di depan teras kamar kos korban pada Kamis (5/9) malam.

Pada Jumat (6/9) dini hari sekitar pukul 03.00 WITA, korban sempat membuka jendela dan memastikan keberadaan sepeda motornya.

Korban kemudian kembali tidur dan terbangun sekitar pukul 06.00 WITA.

Saat keluar dari kamar kos, ia tidak lagi menemukan sepeda motor tersebut.

Sementara itu, korban Willybrodus Oetpah memarkir sepeda motor Honda Beat bernomor polisi DH 4023 DG miliknya di dalam garasi mobil Bapak Domi Opat pada Kamis (5/9) malam.

Keesokan harinya, ketika terbangun sekitar pukul 06.00 WITA, sepeda motornya sudah tidak berada di garasi mobil itu.

Para korban kemudian melaporkan peristiwa pencurian tersebut ke Mapolres TTU untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Rishian Krisna Budhiaswanto ketika ditemui wartawan mengatakan, aksi pencurian kendaraan bermotor di TTU masih tergolong biasa.

Aksi pencurian itu bukan sesuatu yang luar biasa, kendati cukup meresahkan masyarakat.

Manurut Rishian, Polres TTU telah berulang kali mengimbau masyarakat Kota Kefamenanu khususnya dan TTU pada umumnya agar selalu waspada.

Sinergitas masyarakat dan kepolisian dalam menjaga keamanan lingkungan penting dilakukan.

Caranya antara lain adalah dengan menghidupkan kembali Poskamling sebagai wadah peningkatan keamanan oleh masyarakat.

Tujuannya adala membendung kriminalitas serta maraknya fenomena pencurian kendaraan bermotor di Kefamenanu.

“Kita berharap kerja sama masyarakat dan kepolisian terus dibangun karena niat dan kesempatan itu akan muncul setiap saat. Mungkin di saat polisi sedang melakukan patroli, pelaku tentu berusaha menghindar dan mengurungkan niatnya. Tapi, setelah tidak ada polisi niat dan kesempatan mendukung karena kelengahan masyarakat, maka tindak pidana itu bisa terjadi. Masyarakat tidak bisa melulu berpikir keamanan adalah urusan polisi. Tapi, kewaspadaan masyarakat untuk tidak memberi kesempatan perlu ditingkatkan juga,” katanya. (Santos)

20 Tahun Referendum Timor Leste, Warga Eks Timor-Timur Minta Presiden Jokowi Penuhi Hak Politik

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Warga eks Timor-Timur meminta Presiden Jokowi memenuhi hak-hak politik mereka sebagai warga Negara Republik Indonesia.

Permintaan tersebut disampaikan warga dalam aksi damai mengenang 20 tahun referendum Timor Leste dan 20 tahun keberadaan mereka di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Warga Eks Timor-Timur ini menyalakan lilin dan sejumlah poster berisi tuntutan mereka terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo di persimpangan lampu merah Jalan Km 4, jurusan Kupang, Rabu, (4/9/2019).

Koordinator Aksi Miguel Ati Bau kepada EKORA NTT mengatakan, 20 tahun telah berlalu semenjak Pemerintah Indonesia di masa kepemimpinan Presiden B.J. Habibie memberikan opsi kepada warga Timor-Timur untuk memilih bergabung bersama Indonesia atau menentukan nasib sendiri sebagai satu Negara.

Menurut dia, tanggal 4 September 1999 merupakan hari mobilisasi massa rakyat Timor-Timur memihak NKRI.

“Pemerintahan B.J. Habibie memberikan opsi untuk memilih ‘ya’ atau ‘tidak’. Maka, kami yang memilih ‘tidak’ bergeser dari NKRI dan tanggal 4 September 1999 itu mobilisasi massa ke pangkuan ibu pertiwi,” ujarnya.

Namun, menurut dia, selama 20 tahun menjadi warga NKRI, mereka, warga eks Timor-Timur, mengalami penderitaan yang luar biasa karena tidak mendapatkan hak dan status politik di NKRI.

Oleh karena itu, ia menuntut pemerintahan Presiden Joko Widodo dan anggota DPR yang baru saja terpilih untuk memperhatikan dan menindaklanjuti TAP MPR Nomor 5 Tahun 1999.

Menurut dia, berdasarkan TAP MPR Nomor 5 Tahun 1999, lembaga-lembaga Pemerintah dan DPR membuat aturan bagi warga Timor-Timur yang bergabung dengan Indonesia agar mereka memperoleh hak politik, hak hidup, hak pendidikan, dan lain-lain.

Hak-hak tersebut harus dijamin oleh pemerintah.

Dia meminta Presiden Joko Widodo datang melihat tempat tinggal warga eks Timor-Timur.

Menurut dia, sampai sekarang, mereka belum punya rumah dan lahan untuk bertani.

“Di mana kira-kira hati pemerintah? Ini hanya gebrakan kecil. Kalau pemerintah tidak hiraukan, kami akan turun ke jalan-jalan untuk menuntut status politik kami dan TAP MPR itu. Setidaknya ada ayat yang mengakui keberadaan kami karena sudah 20 tahun dan itu cukup lama,” jelasnya.

Pria asal Dili tersebut menegaskan, pihaknya merasa diperlakukan tidak adil jika dibandingkan dengan pihak yang mau memecah-belah NKRI.

Menurut dia, pihak-pihak yang mau memecah-belah kesatuan NKRI mendapat perhatian khusus, sedangkan mereka dilupakan.

“Adilnya dimana? Maukah kami bertingkah anarkis? Atau dasar yang sudah ada itu ditindaklanjuti dan dilaksanakan karena selama 20 tahun kami sangat menderita,” katanya.

Miguel berharap, Presiden Joko Widodo bisa mengunjungi camp-camp warga Eks Timor-Timur di TTU.

Camp-camp itu menyebar di beberapa wilayah di SP 1, SP2, Wini, Oelbinose, Oekin, Keun, Susulaku, Nain, dan sebagian lagi di Kefamenanu.

“Harapan kami, Kalau bisa, Bapak Presiden Joko Widodo jangan hanya datang di Kupang saja, tetapi datanglah melihat campcamp yang kami sebutkan itu supaya bisa lihat langsung. Bukan karena kami sakit hati, tetapi kami mau meminta perhatian pemerintah terlebih status politik kami,” katanya. (Santos)

BPD Mukun Laporkan 3 Proyek Mangkrak ke Kejari TTU

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mukun Leonardus Kino dan Wakil Ketua BPD Mukun Rafael Berek mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Selasa, (3/9/2019).

Tujuan kedatangan mereka adalah menyampaikan sejumlah persoalan terkait dengan pengelolaan dana desa di Desa Mukun, Kecamatan Biboki Foetleu, Kabupaten TTU.

Mereka menilai, terdapat beberapa kejanggalan dalam proses pengelolaan dana desa di Mukun.

Ketua BPD Mukun Leonardus Kino kepada media, Rabu (4/9/2019) mengatakan, ada tiga jenis proyek di Desa Mukun yang tidak selesai dikerjakan.

Tiga proyek mangkrak itu adalah proyek ruas jalan Polfatu-Bes’asu sepanjang 1.650 meter, irigasi Tupan-Oekui satu bendungan ditambah 1.200 meter saluran, dan tembok penyokong ditambah agregat Kantor Desa Mukun.

Menurut Leonardus, anggaran proyek pembangunan ruas jalan Polfatu-Bes’asu dialokssikan pada dua tahun anggaran berbeda, yakni pada tahun 2016 sebesar Rp225 Juta dan tahun 2017 sebesar Rp342 Juta lebih dengan total anggaran mencapai Rp567 Juta.

Akan tetapi, menurut dia, kegiatan fisik proyek tidak selesai dikerjakan.

“Tidak ada masyarakat yang serah terima aset,” ujarnya.

Sementara itu, anggaran proyek irigasi dialokasikan pada dua tahun anggaran yang berbeda pula, yakni pada tahun 2016 sebesar Rp396.947.170,00 dan pada tahun 2017 sebesar Rp237.586.100,00 dengan total anggaran mencapai Rp634.533.270,00.

“Kegiatan fisik tidak selesai dan tidak ada masyarakat yang serah terima aset,” ungkapnya.

Akhirnya, demikian Leonardus, anggaran proyek tembok penyokong dan agregat Kantor Desa Mukun dialokasikan pada tahun 2015 sebesar Rp15.359.667,00.

“Untuk proyek ini fisiknya tidak dikerjakan sampai selesai,” terangnya.

BPD Mukun melaporkan tiga persoalan pengelolaan dana desa tersebut kepada Kejari TTU untuk ditindaklanjuti. (Santos)

Jenazah Bayi Abraham Di-autopsi Tim Forensik Polda NTT: Kasus Dugaan Malpraktik di Rumah Sakit Leona Kefamenanu

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Tim Forensik Polda NTT melakukan autopsi atas jenazah Almarhum Abraham Mariano Moni pada Kamis (5/9/2019).

Seperti diberitakan sebelumnya, Almarhum Abraham adalah bayi yang meninggal dunia pada Minggu (25/8/2019) lalu setelah memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit Leona Kefamenanu.

Autopsi dilakukan berdasarkan permohonan keluarga.

Keluarga menduga, almarhum meninggal karena malpraktik yang dilakukan oleh Rumah Sakit Leona Kefamenanu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun EKORA NTT, autopsi dipimpin AKBP dr. Wahyuni Hidajati, Ipda Krispinus Meo, dan Brigpol Redemtus.

Mereka didampingi tim dari Polres TTU yang dipimpin oleh KBO Reskrim Polres TTU Ipda Bayu Rizki Subagyo.

Setelah Tim Bidokes Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Polres TTU tiba, pihak keluarga yang telah berada di lokasi pemakaman di Kelurahan Bansone langsung menggali kuburan almarhum.

Keluarga korban kemudian membongkar peti, mengeluarkan mayat, dan menempatkannya di meja yang telah disediakan.

Ayah kandung Almarhum, Tonci Pius Albertus Moni kepada wartawan di sela-sela pembongkaran makam putranya mengatakan, proses autopsi hari ini dilakukan atas permintaan keluarga.

Autopsi dilakukan lantaran pihak keluarga menduga, kematian putranya adalah akibat marpraktik yang dilakukan oknum petugas kesehatan di Rumah Sakit Leona.

Menurut Tonci, dugaan malpraktik mencuat saat pihaknya melihat, tindakan pemasangan jarum infus menyisakan banyak sekali bekas tusukan jarum yang membuat pergelangan tangan almarhum bengkak, membiru, dan bernanah.

Selain itu, perut sang bayi pun kembung.

Suhu badannya juga sangat tinggi.

Ironisnya, ketika kondisi sang bayi malang itu semakin memburuk, dokter di Rumah Sakit Leona menolak memberikan pelayanan medis dengan alasan sedang mengikuti rapat.

“Saya tidak bicara banyak. Saya juga tidak mempersalahkan semua karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Leona. Tapi, saya kesal dan kecewa dengan oknum yang menangani dan menolak saat kondisi anak saya sedang kritis. Autopsi hari ini kami keluarga lakukan hanya untuk mencari keadilan,” jelasnya.

Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Rishian Krisna Budhiaswanto kepada wartawan mengatakan, autopsi dilakukan atas permintaan keluarga almarhum.

Menurut Rishian, autopsi dilakukan agar memberikan kepastian kepada kedua belah pihak baik keluarga almarhum maupun manajemen Rumah Sakit Leona tentang sebab-sebab kematian almarhum.

Sampel hasil autopsi dan data-data lain akan dirangkum oleh tim forensik.

Data dan sampel tersebut akan dibawa untuk diperiksa kembali di laboratorium forensik.

Hasil autopsi masih menanti proses pemeriksaan selanjutnya.

“Tujuan autopsi untuk memberi kepastian apa penyebab kematian almarhum. Hasil autopsilah yang akan menjelaskan penyebabnya. Kita tunggu saja hasilnya setelah dilakukan autopsi,” pungkasnya. (Santos)

Alessandro Del Piero dan Gereja Megah di Kefamenanu

0

Kefamenanu, Ekorantt.com – Bagi masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Gereja Katolik Santo Antonius Padua telah menjadi salah satu ikon pariwisata.

Pasalnya, gedung gereja yang terbuat dari bebatuan alam di TTU tersebut terlihat sangat eksotis.

Gereja ini terletak di Jalan El Tari, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Paroki Santu Antonius Padua Sasi, yang berada di Keuskupan Atambua ini, dilayani oleh para Pastor dari Ordo Saudara Dina Conventual (OFM.Conv).

Uniknya, sejarah pembangunan gedung gereja Santo Antonius Padua tidak terlepas dari nama besar Alessandro del Piero, legenda hidup klub sepak bola Juventus dan mantan pemain Tim Nasional Italia.

Rupanya Del Piero dan Gereja Katolik Santo Antonius Padua punya hubungan yang tak banyak diketahui orang.

Del Piero adalah salah satu donatur yang menyumbang dana pembangunan gereja.

Pada tahun 2016, Del Piero mengunjungi gereja ini secara langsung.

Sebagai bukti keterlibatannya dalam pembangunan gedung gereja, ia membubuhkan tanda tangan pada sebuah lonceng di gereja.

Del Piero sendiri merupakan keponakan dari Pastor Antonio Razzoli.

Pastor Antonio adalah pastor paroki pertama sekaligus perintis Gereja Santu Antonius Padua.

Tidak heran jika kemudian Del Piero terlibat membangun rumah ibadah bagi warga yang beragama Katolik di Kota Kefamenanu.

Model bangunan gereja Santo Antonius tidak sama seperti model gereja pada umumnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Desain gereja cukup unik dengan bangunan berbentuk setengah lingkaran.

Namun, Anda akan dengan cepat menyadarinya sebagai sebuah gereja jika melihat tanda salib besar di atap dan beberapa salib lagi di depan gereja.

Gedung gereja setinggi 7 meter ini terbuat dari bebatuan alam yang berasal dari Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).

Anda bisa lihat batu alam ini dari struktur dinding dan jalan setapak menuju ke pintu utama.

Kayu berkualitas terbaik juga digunakan sebagai material bangunan ini.

Begitu tiba di dalam gereja, Anda akan melihat jejeran kursi kayu yang ditata melingkar dengan pusat di bagian depan.

Dindingnya dihiasi dengan kain tenun berwarna-warni yang memberikan suasana khas Timor.

Kain-kain tenun yang indah itu juga turut membaluti tiang dan dinding.

Pembangunan Gereja Santu Antonius Padua dilakukan oleh Pastor Antonio Razzoli OFM.Conv dan umat Allah setempat selama 3 tahun sejak tahun 2003.

Pastor Anton Razzoli, OFM.Conv sendiri merupakan seorang arsitek.

Dalam membangun gereja tersebut, ia ditemani oleh Pastor Laurentius Sihaloho, OFM.Conv dari Medan.

Gereja ini diberkati pada tanggal 16 Juni 2006 oleh Uskup Keuskupan Atambua Kala itu, Mgr. Antonius Pain Ratu, SVD.

Salah seorang umat yang adalah Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) Santo Antonius Padua Meo Mikhael saat ditemui wartawan, Jumat, (6/9/2019) mengungkapkan, gereja dibangun dengan sangat hati-hati. Pasir dan kerikil dipilih dan dicuci.

Pembangunan fondasi dan tembok gereja diserahkan pada masing-masing kelompok umat.

“Pokoknya, dari fondasi sampai atap, semua umat terlibat langsung. Kami kerja dari pagi pukul 08.00 WITA sampai pukul 17.00 WITA,” ujarnya.

Batu alam diambil dari daerah Neonbat, Suspini, dan Muiklin.

Batu diukur, dipotong, dan dipahat hingga berbentuk batu bata sesuai permintaan tukang di bawah arahan arsitek Pastor Antonio.

“Kalau batu ukuran salah atau tembok miring, harus bongkar. Campuran tidak bagus, maka dibongkar. Harus rapi,” kata Meo Mikhael mengenang kembali proses pembangunan gereja ini.

Lebih lanjut, Meo Mikhael menjelaskan, Pastor Antonio juga teliti memilih kayu untuk plafon serta bangku untuk tempat duduk umat.

Kayu yang digunakan harus berkualitas nomor satu.

Menurut dia, Gereja Santu Antonius Padua mempunyai ruangan bawah tanah dengan kedalaman bervariasi.

“Ada yang 4 meter, 10 meter, hingga 12 meter,” jelasnya.

Pastor Paroki Antonius Padua Sasi Pater Titus Khian Lomngardi, OFM.Conv mengatakan, Gereja Santu Antonius Padua Sasi diberkati pada tanggal 16 Juni 2006, bertepatan dengan hari Santu Antonius Padua sebagai pelindung paroki ini.

“Daerah pelayanan Gereja Sasi meliputi Kelurahan Sasi, Maubeli, Oelami, lingkungan se-Kecamatan Kota Kefamenanu hingga Kecamatan Bikomi Selatan seperti BTN, Tublopo, dan Bele. Wilayah pelayanan meliputi 32 lingkungan,” ujarnya. (Santos)

Aroma Buku di “Kampung Buku Jogja” 2019

Yogyakarta, Ekorantt.com – Hardian sibuk lalu-lalang di antara hamparan buku di lantai Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada, Jalan Pancasila, Bulaksumur, Yogyakarta. Mata dia tak pernah berhenti melototi literatur-literatur tersebut. Di antara senyuman para penjaga. Juga semangat memburu dari para penggemar buku lainnya.

Hari itu, Rabu (4/9/2019), dia bersama beberapa orang kawan kampusnya menyambangi kegiatan tahunan “Kampung Buku Jogja” 2019. Sebuah pameran buku yang secara khusus digawangi penerbit-penerbit alternatif di Kota Yogyakarta.

Meskipun itu bernama pameran, aktivitas ini sebetulnya lebih dikatakan sebagai perayaan terhadap buku itu sendiri. Sebab, kesannya santai dan semua orang yang datang turut bergembira dalam isian agenda kegiatan ditawarkan.

Ada diskusi, workshop penulisan, pembacaan puisi, live music, dan pementasan-pementasan kecil lainnya. Beberapa pengunjung bahkan diminta panitia untuk bebas merespons panggung kecil di pojok sebelah kanan.

Pada kesempatan itu, Hardian memboyong beberapa buku. Dia beli kumpulan cerpen Perempuan Pala karangan Azhari Ayub, Menuju Republik Indonesia Serikat-nya Y.B. Mangunwijaya dan buku puisi milik penyair NTT, Erich Langobelen, berjudul Sepasang Kita yang Mungkin Tak Ada.

Koleksi buku di “Kampung Buku Jogja” memang amatlah beragam. Mulai dari buku-buku kekinian, hingga karya-karya lawas. Ada pula beberapa buku tua yang ikut dilelang. Dan menariknya, kesempatan tersebut hanya terjadi setiap kali perhelatan pameran. Pada tahun 2019 ini, “Kampung Buku Jogja” memasuki penyelenggaraan kali kelima. Berlangsung dari tanggal 2 September hingga 5 September 2019.

Marwah peradaban buku fisik mungkin akan senantiasa mendapat pengaruh dari laju digital-modernitas. Tapi unsur-unsur yang mengitarinya sungguh jauh melampui modernitas itu sendiri. Aroma kertas, tinta cetak juga gagasan yang terkandung di dalamnya menjadi pertanda adanya intimitas relasi antara penulis dan pembaca.

“Kampung Buku Jogja” menjadi satu dari sekian bentuk respek terhadap buku. Sebagaimana ditulis dalam laman resminya, “Kegiatan ini bukan sekadar ajang menjual dan membeli buku lalu selesai begitu saja. Dalam kegiatan ini, para penyuka buku akan bertemu dengan teman-temannya yang sama-sama menyukai buku. Ini adalah ruang dan waktu bertemunya buku dan dirimu”.

Hari sudah menapak malam. Musisi Reda Gaudiamo bersiap menghibur segenap pengunjung di situ. Namun, Hardian harus kembali ke indekos tempat dia tinggal. Boleh jadi untuk berganti pakaian atau melahap habis isi buku-buku yang baru dibelinya itu.

Warga Detukeli Sulit Pasarkan Produk Anyaman, Pemerintah tidak Tanggap

0

Ende, Ekorantt.com – Warga Detukeli-Ende memiliki tradisi menganyam yang tetap terawat hingga sekarang ini. Kaum ibu di kampung-kampung terampil meracik produk anyaman dengan berbagai macam varian.

Nahasnya, keterampilan mereka ini tidak memberikan jaminan secara ekonomi karena terkendala pemasaran purnaproduksi.

Tak heran kalau semangat mereka perlahan-lahan kendur. Lebih baik mencari rezeki dari pekerjaan lain daripada terus menganyam tapi tidak mendatangkan keuntungan apa-apa.

“Usaha anyaman ini kami buat untuk diwariskan kepada anak cucu, sudah hampir punah ketrampilan anyaman karena perkembangan zaman,” tutur Maria Fransiska Mei kepada Ekora NTT di Ende pada akhir Agustus lalu.

Mama Meri, demikian ia disapa, adalah ketua Kelompok Karya Ibu yang sehari-hari memproduksi kerajinan anyaman di Kampung Detuboro, Desa Watunggere, Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende. Mereka menghasilkan berbagai macam jenis anyaman seperti Rembi (tas laki-laki),Busa (tas perempuan), Wati (tempat menyimpan siri pinang), Te’e (tikar), Benga (bakul).

Kelompok Karya Ibu beranggotakan 21 orang. Rerata usia mereka di atas 40 tahun. Walau sudah lima tahun menjalankan aktivitas pengembangan anyaman ini, Pemkab Ende belum mendukung usaha kreatif ibu-ibu ini untuk dijadikan salah satu destinasi penyangga wisata sejarah perkampungan adat pahlawan Marilonga.

“Selama ini kami hanya nimbrung jika ada kegiatan keagamaan atau kunjungan pejabat Pemda. Kami promosi seadanya, dan jika ada yang membeli itu pun dalam jumlah kecil,” keluh Mama Meri.

Menurutnya, mereka sudah berusaha bertemu dengan pihak Pemkab Ende melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende untuk meminta bantuan dalam memasarkan produk kerajinan. Namun hingga kini belum ada tanggapan sama sekali.

Menurutnya, kerajinan anyaman ini dibuat untuk menjaga warisan budaya yang sangat bernilai.

“Bisa juga dijadikan oleh-oleh atau buah tangan bagi wisatawan yang datang ke Detukeli,” katanya.

Tokoh Masyarakat Desa watunggere, Marselinus Tote meminta Pemkab Ende melalui dinas terkait untuk mendukung Kelompok Karya Ibu yang ada di desanya.

“Ini aset yang mahal pak. Selain bernilai budaya mereka juga belajar berusaha dalam kelompok sehingga mudah dalam pengembangan,” pungkas Marsel.

Kodim Ende Dukung Literasi Sekolah Melalui Komsos Kreatif

0

Ende, Ekorantt.com – Kodim 1602 Ende mendukung gerakan literasi sekolah di Kabupaten Ende. Berbagai langkah dilakukan, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan Komunitas Sosial Kreatif.

Kali ini, Komunitas Sosial Kreatif mengangkat tema tentang rasa cinta tana air, wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara serta menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Kegiatan Komunitas Sosial Kreatif ini ditandai dengan penyelenggaraan beberapa perlombaan tingkat SMA di Kabupaten Ende seperti lomba melukis antar SMA se-Kabupaten Ende, lomba tarik tambang antar SMA dan lomba karya tulis tingkat SMA.   

Dandim 1602 Ende Letkol Inf M. Fuad Suparlin melalui Perwira Seksi Operasi Kapten Inf. J. Khasmir T. Tani menjelaskan, kegiatan Komunitas Sosial Kreatif tingkat Kodim 1602 Ende berusaha mendorong semangat rasa cinta tanah air dan NKRI bagi generasi muda. Disadari generasi muda merupakan tulang punggung bangsa.

Menurutnya, berbagai lomba dilakukan sebagai media untuk mempererat persatuan dan nasionalisme. Terutama melalui literasi, orang muda didorong untuk memberi gagasan dan pandangan tentang mencintai Indonesia dengan utuh.

Khusus untuk lomba lomba karya tulis,  tema yang diangkat yakni “Peran Generasi Muda dalam Kontribusi Positif Mencintai Indonesia”.  Perlombaan ini dikuti 10 peserta dari 10 sekolah yang berlangsung di Markas Kodim 1602 Ende, Selasa (03/08/2019).

Salah satu peserta lomba karya tulis, Antonia Elfiana Pora bangga karena bisa terlibat dalam kegiatan ini. Baginya, ini adalah kesempatan emas dalam mengasah keterampilan menulisnya.

Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Detusoko ini juga menuturkan bahwa kegiatan ini sangat positif dalam membangun rasa nasionalisme dalam diri generasi muda melalui karya tulis.

Ia menyampaikan apresiasi kepada pihak Kodim 1602 Ende yang menyelenggarakan kegiatan ini. Harapannya, kegiatan serupa terus digagas demi mengasah kemampuan peserta didik dalam hal menulis.

Guru pendamping MAS Almutaqin Wolowaru, Abdullah Basir juga menyampaikan apresiasi kepada pihak Kodim 1602 Ende karena mampu menggagas kegiatan lomba karya tulis bagi siswa SMA. Selain meningkatkan rasa nasionalisme, baginya, kegiatan ini juga menggerakkan literasi di sekolah.

Dari lomba karya tulis ini, SMA Katolik Ndao Ende meraih juara 1. Disusul SMA Negeri 1 Detusoko di posisi kedua dan MAS Wolowaru di posisi ketiga.