Maumere, Ekorantt.com – Dari deretan pelukis terkenal asal NTT yang mengais rejeki di Kota Metropolitan Jakarta, nama Dani Wati, blasteran Lembata-Koting Maumere, tentu tak bisa dipandang sebelah mata.
Dani, pelukis beraliran realis-naturalis ini, pernah melukis wajah Presiden Soeharto yang kemudian dipajangkan di Museum Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Kepada Ekora NTT baru-baru ini, Dani yang pernah menjadi guru lukis di SMP/SMA Sam Ratulangi Menteng Jakarta, berkisah bahwa kala itu dia sedang mangkal di bilangan Blok M dan tiba-tiba ajudan Presiden Soeharto datang menghampirinya.
Sang ajudan memberikan potret Soeharto sedang memegang kamera, kemudian minta Dani untuk membuatkan lukisan.
Usai melukis, Dani lantas diajak untuk menyerahkan hasil karyanya langsung kepada Presiden Soeharto di Rumah Cendana.
“Waktu itu tahun 1997 dan lukisan saya dihargai 30 juta rupiah,” kenang Dani.
Selain Presiden Soeharto, Dani juga pernah melukis wajah sejumlah Menteri seperti Menteri Tenaga Kerja Abdul Latif, Jacob Nuwa Wea dan beberapa artis.
“Masih segar dalam ingatan saya, artis pertama yang saya lukis wajahnya adalah Ully Sigar Rusadi.”
Ia pun berkisah, dirinya sering didatangi Basuki Abdulah pelukis terkenal Indonesia ke lokasi mangkalnya, Dany’s Art Gallery, Blok M, Plaza Jakarta.
Itu karena Dani pernah melukis wajah Basuki Abdullah yang lantas dibeli sang maestro dengan harga Rp1 juta.
“Yang saya tahu orang Flores di Jakarta kerjanya kalau bukan satpam berarti debt-collector. Tetapi ada orang Flores yang melukis bagus, baru saya temui Mas Dani ini. Saya kagum dengan lukisanmu. Berjuang terus dan jadilah pelukis yang profesional menjadikan dunia lukis bagian dari hidupmu,” kata Dani menirukan ucapan pelukis Basuki yang selalu terngiang di benaknya.
Menurut Dani, yang pernah menjadi guru lukis di SMAK Suryadikara Ende tahun 1973-1976, bakat melukis sudah ada dalam dirinya sejak tahun 1965 ketika duduk di bangku SMPK Frater Maumere.
Guru melukisnya pada saat itu, yakni Frater Anton Fernandez,BHK.
Dani bercerita, ketika jam pelajaran melukis, Frater Anton meminta para siswa di kelasnya untuk melukis wajah 6 Jenderal Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu).
“Saya memilih melukis wajah Jenderal Suprapto. Ternyata Frater Anton mengakui lukisan saya jauh lebih bagus dari lukisan gurunya,” ujar Dani sambil tertawa.
Bagi Dani, untuk menjadi pelukis terkenal, seseorang tidak usah malu-malu bertanya kepada pelukis senior. Toh Dani sendiri memulai profesi melukisnya dari emperan toko di Kota Metropolitan Jakarta.
“Kalau mau menjadi pelukis hebat perlu totalitas. Jangan menjadikan melukis hanya sampingan. Juga harus keluar dari Maumere untuk membuka wawasan dan belajar dari pelukis terkenal yang berada di Jawa,” imbuhnya.
Setelah malang melintang dengan dunia lukis melukis dan kenyang dengan berbagai pengalaman di Jakarta, pada tahun 2014 Dani memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur.
“Usia saya sudah senja dan saya ingin berkumpul kembali bersama keluarga Bapak dan Mama setelah lama meninggalkan mereka.”
Kini, Dani menempati sebuah galeri di Kapling Sovenir V, Pusat Jajanan dan Cinderamata, Pasar Bongkar Maumere dan menerima lukisan wajah/foto, sketsa wajah cepat, siluet, oil painting dan karikatur.
“Kalau di kota besar orang lebih menghargai profesi, sedangkan di Maumere hasil lukisan dijual dengan harga sesuai dengan situasi dan kondisi di Sikka,” ujar Dani.
Untuk mengakomodasi bakat dan kreativitas seniman muda, Dani pun berharap Pemda Sikka dapat menyiapkan lokasi ataupun ruang kosong/terbuka di area Kota Maumere.
Yuven Fernandez