Kasus Pemukulan di Terminal Mena Ruteng, Pengamat Hukum: Bupati dan Kapolres Manggarai Harus Malu

Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh menyebut kasus dugaan pemukulan sopir travel di Terminal Mena Ruteng pada Senin, 1 April 2024, belum ada laporan polisi.

Ruteng, Ekorantt.com– Yulius Datu (33) sopir travel asal Orong, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat mengalami luka di bagian mulut akibat dipukul sejumlah warga di Terminal Mena Ruteng beberapa waktu lalu.

Ekora NTT menemukan fakta bahwa kejadian itu bermula saat Yulius dicegat sejumlah warga di depan Terminal Mena Ruteng dan menyuruh untuk menurunkan penumpang.

Kalau tidak menurunkan penumpang Yulius harus membayar sejumlah uang kepada warga yang diketahui bukan petugas.

Permintaan sejumlah warga itu tidak diindahkan oleh Yulius. Dia beranggapan “mengapa bukan petugas pemerintah yang mengatur dan memintai sejumlah uang jika ada aturan.”

iklan

“Saya dicegat oleh sejumlah orang, saya tidak tau aturan itu, minta untuk turunkan penumpang, kalau tidak menurunkan penumpang kasih uang ke mereka. Karena saya tidak turunkan penumpang mereka lalu pukul saya hingga mulut saya luka.”

Kejadian ini memantik tanggapan banyak pihak. Pengamat hukum Edi Hardum mendesak Kapolres Manggarai segera menangkap pelaku pemukulan terhadap sopir travel di Terminal Mena Ruteng.

“Tangkap dan segera tahan pelaku. Tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan menurut hukum. Jangan sampai Manggarai dikuasai manusia-manusia brutal bagaikan hewan,” tegasnya dalam keterangannya yang diterima awak media, Rabu, 3 April 2024.

Menurut dia, tindakan pemukulan terhadap Yulius merupakan tanda bahwa di Manggarai negara tidak hadir.

“Bupati Manggarai dan Kapolres Manggarai harus malu dengan adanya tindakan pemukulan terhadap Yulius,” kata dia.

Menurut Edi, aturan yang harus menurunkan penumpang dari mobil pribadi atau mobil yang disewa para penumpang di Terminal Mena merupakan aturan yang harus dievaluasi.

“Kalaupun aturan itu ada, yang mengekseksusi atau yang melaksanakan aturan itu adalah polisi atau petugas dari Dinas Perhubungan, bukan masyarakat biasa. Kalau masyarakat biasa atau para sopir angkot pasti terjadi salah paham atau terjadi penyimpangan, sehingga terjadilah tindakan premanisme,” jelasnya.

Sebenarnya kasus pengadangan sopir oleh warga, lanjut dia, bukan hanya terjadi di Terminal Mena Ruteng.

Sebelumnya, Edi mengaku mobil yang ditumpanginya dari arah Kecamatan Reok pernah diadang di Terminal Karot Ruteng.

Kala itu, ia tak terima ketika sopir diadang dan dimintai sejumlah uang oleh warga di cabang masuk Terminal Karot.

Edi pun pernah mengamuk terkait kejadian tersebut di kantor bupati Manggarai. Sayangnya, kata dia, hingga kini pratik premanisme seolah dibiarkan Pemkab Manggarai

Ia juga mendesak Kapolres Manggarai harus segera menertibkan Terminal Mena di Ruteng, Manggarai dari penguasaan preman.

Edi menyebut sudah lama masyarakat mengeluh terutama sopir mobil pribadi yang membawa penumpang diadang manusia-manusia laksana preman di Terminal Mena.

“Dinas Perhubungan Manggarai dan Polres Manggarai harus berfungsi. Tertibkan orang-orang yang bertindak preman dan preman,” ujarnya.

Belum Ada Laporan Polisi

Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh menyebut kasus dugaan pemukulan sopir travel di Terminal Mena Ruteng pada Senin, 1 April 2024, belum ada laporan polisi.

Itu sebabnya dia enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus yang hingga kini ramai diberitakan media massa tersebut.

“Belum ada LP-nya. Belum bisa komentar dan pemberitaan juga menyatakan warga, kalau tidak diklarifikasi ada yang tersakiti,” ujar Edwin dikonfirmasi Ekora NTT melalui pesan WhatsApp-nya, Rabu pagi.

Seharusnya menurut dia, kejadian tersebut harus dilaporkan terlebih dulu baru ‘dimediakan’. Hal ini penting agar kejadiaannya lebih jelas.

“Ya, jadi apakah kejadian ini benar atau tidak kan belum bisa dibuktikan karena belum ada yang buat laporan, apalagi di pemberitaan disebutkan warga, warga juga jadi marah,” ketus Edwin.

TERKINI
BACA JUGA