Di Balik Pemecatan 18 Nakes di RS Pratama Reo: Antara Pertimbangan Anggaran dan Watak Pemerintah yang Arogan

Ruteng, Ekorantt.com – Perasaan Ros, bukan nama sebenarnya, campur aduk antara emosi dan kecewa. Perasaan itu muncul sesaat setelah mendengarkan pemberitahuan lisan pemecatan dari Pelaksana tugas Direktur Rumah Sakit Pratama Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, drg. Januar Irawan.

“Kecewa kaka, apalagi orang-orang dan tetangga mengira tidak-tidak,” kata Ros kepada Ekora NTT melalui pesan WhatsApp, Rabu, 20 Maret 2024.

Namanya masuk dalam daftar 18 tenaga kesehatan (nakes) sukarela murni di RS Pratama Reo yang dipecat Pemerintah Kabupaten Manggarai.

“Kami diberitahu pemberhentian secara lisan tanggal 19 (Maret 2024) oleh direktur RS (rumah sakit),” ujarnya.

Padahal ia baru bekerja di RS Pratama Reo setelah lamarannya diterima pada Februari 2024 lalu. Ia kemudian mendapatkan surat perintah tugas (SPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai.

iklan

“Saya bekerja di RS selama satu bulan, terus tiba-tiba diberhentikan,” katanya mengeluh.

Ia berharap agar bisa bekerja kembali di RS Pratama Reo seperti sediakalanya.

Di Balik Pemecatan 18 Nakes di RS Pratama Reo_ Antara Pertimbangan Anggaran dan Watak Pemerintah yang Arogan1
Surat dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai drg. Bartolomeus Hermopan kepada Plt. Direktur RS Pratama Reo tertanggal 15 Maret 2024

Pertimbangan Risiko Pekerjaan

Merujuk pada surat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai drg. Bertolomeus Hermopan kepada Plt. Direktur RS Pratama Reo tertanggal 15 Maret 2024, pemecatan dilakukan berdasarkan pertimbangan tidak tersedianya jaminan anggaran terhadap bahaya atau risiko pekerjaan yang sangat besar sebagai tenaga kesehatan.

“Melakukan pemberhentian dengan hormat kepada bapak/ibu dengan status sebagai tenaga sukarela murni di RS Pratama Reo di Reo terhitung mulai tanggal dikeluarkannya surat ini,” demikian cuplikan surat Bertolomeus.

Kepada Ekora NTT pada Kamis, 21 Maret 2024, Kadis Bertolomeus menegaskan bahwa tenaga kesehatan sukarela di RS Pratama tidak digaji. Mereka tidak menerima honor sama sekali.

“Tidak sebanding dengan risiko kerja mereka kalau terpapar penyakit atau risiko kerja yang lainnya di RS Pratama. Itu pertimbangannya,” kata Bertolomeus.

Dari 18 nakes yang diberhentikan, delapan orang kembali bekerja di Puskesmas Reo. Surat perintah tugas (SPT) sudah ditandatanganinya pada Kamis, 21 Maret 2024. Sedangkan 10 nakes lainnya dibebastugaskan, kata Bertolomeus.

Di Balik Pemecatan 18 Nakes di RS Pratama Reo_ Antara Pertimbangan Anggaran dan Watak Pemerintah yang Arogan2
Surat perintah tugas untuk 8 tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Reo

Tidak Terkait dengan Demonstrasi Nakes

Januar mengatakan, pemecatan 18 nakes tidak berkaitan dengan aksi demonstrasi dari para nakes beberapa waktu sebelumnya.

“Mereka sukarela murni dan tidak digaji. Hanya kalau ada uang ya kita kasih. Rata-rata mereka baru bekerja tiga minggu di Rumah Sakit Pratama Reo,” jelasnya dihubungi melalui sambungan telepon pada Kamis, 21 Maret 2024.

Lagi pula, kata Januar, pemberhentian 18 nakes sukarela murni di RS Pratama Reo bukan akhir dari segalanya alias kiamat.

Sebelumnya, sudah diberitahukan bahwa tahun 2024, pemerintah akan membuka lowongan PPPK dan Calon PNS secara besar-besaran.

“Jadi, mereka bisa kembali sebagai PPPK atau PNS. Masih belum kiamat lah,” ujarnya.

Tanggung Jawab Bupati

Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut enggan memberikan komentar lebih jauh terkait pemecatan nakes di RS Pratama Reo. Ia meminta awak media untuk bertanya ke Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit.

“Kalau mau konfirmasi terkait pemecatan itu silakan langsung tanya ke bupati kenapa dipecat,” imbuh dia.

Pasalnya, sebagai wakil bupati, Ngabut tidak terlibat dalam proses pemecatan nakes di RS Pratama Reo.

Sementara itu, Nabit mengklaim dirinya telah melarang untuk melakukan perekrutan tenaga harian lepas (THL), tenaga kontrak, dan apapun sebutan lainnya.

Namun para nakes di RS Pratama Reo direkrut lebih awal oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai.

“Karena itu ketika saya tahu ada yang merekrut, maka saya perintahkan untuk batalkan,” ujar dia kepada Ekora NTT, Kamis, 21 Maret 2024.

Surat itu menurut Nabit, merupakan prosedur standar yang setiap tahun dilakukan.

“Karena kalau tidak, orang dengan masing-masing kepentingannya dan masing-masing alasannya akan merekrut suka-suka.”

Langgar Regulasi Standar Upah

Menurut Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) NTT Aemilianus Mau, langkah Pemda Manggarai yang memecat para nakes tersebut tepat, walaupun memang sebelumnya melanggar regulasi tentang standar upah.

“Setiap orang yang bekerja wajib mendapatkan upah yang layak sesuai ketentuan perundang-undangan.”

“Ketentuan ini telah dipertegas oleh Menteri Kesehatan sebelumnya Prof. Moeloek, melalui surat larangan kepada seluruh fasilitas kesehatan (RS dan puskesmas) dan juga kepada seluruh perawat Indonesia agar tidak bekerja atau dipekerjakan sebagai tenaga sukarela,” sambung Aemilianus.

Sebelum memberhentikan para nakes menurut dia, perlu diambil langkah-langkah bijak seperti memberikan surat keterangan pernah bekerja di RS Pratama Reo, sebagai salah dokumen yang dapat digunakan untuk melamar di tempat lain.

Hal berbeda disampaikan Ketua Komisi A DPRD Manggarai Thomas Edison Rihimone. Edi, sapaan akrabnya, mengecam kebijakan pemecatan tersebut yang dinilainya sebagai watak arogansi penguasa yang terlalu barbar.

Ia juga menyayangkan sikap Nabit yang sama sekali tidak mendengarkan aspirasi masyarakat, khusus para nakes yang melakukan demonstrasi.

“Saya punya harapan besar selama ini bahwa ketika ada masyarakat yang melakukan aksi demo, Hery Nabit meluangkan waktu untuk bertemu. Saya memantau beberapa kali terjadi demonstrasi, Hery Nabit tidak pernah bertemu,” kata Edi.

Perjuangan Nakes di Manggarai

Pada bulan-bulan awal tahun 2024, para nakes non-ASN memang sangat getol memperjuang nasib mereka.

Seperti yang terjadi pada Senin, 12 Februari 2024 lalu, ratusan nakes non-ASN menemui Sekretaris Daerah Manggarai Fansi Jahang di Aula Ranaka Kantor Bupati Manggarai.

Mereka meminta pemerintah setempat segera menerbitkan surat perintah kerja (SPK) tahun 2024. Permintaan itu dilakukan karena tenaga honorer kesehatan mengeluh dengan penerbitan SPK yang terlambat.

“Kami mohon kesediaan pihak dinas kesehatan untuk bisa memperpanjang kembali kami punya kontrak kerja,” kata salah satu nakes, Yohanes Wandi.

Ia meminta agar formasi penerimaan PPPK pada tahun 2024 bisa memprioritaskan tenaga kesehatan yang sudah mengabdi di atas lima tahun.

Kala itu, Fansi menjelaskan kondisi yang sama tidak hanya dirasakan oleh para tenaga kesehatan, terutama terkait SPK. Namun, juga dirasakan oleh pegawai non-ASN lainnya.

Fansi bilang, Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) pada dinas kesehatan sampai sekarang masih diproses. Selanjutnya diikuti pembayaran hak-hak para tenaga kesehatan.

“Harapannya Pa Kadis, kalau bisa setelah pemilu harus sudah dituntaskan,” kata Fansi di depan Kadis Bertolomeus.

Di tempat yang sama, Bertolomeus mengatakan, SPK  akan diselesaikan dalam waktu dekat.

Untuk tahun 2024, kata dia, Nabit sudah memerintahkannya untuk tetap melanjutkan perjanjian kerja sama itu dengan tenaga kesehatan. Setelah pemilu 14 Februari 2024 akan melakukan panggilan per puskesmas untuk penandatanganan SPK.

Tidak berhenti di situ, ratusan nakes non-Aparatur Sipil Negara bertemu dengan Komisi A DPRD Manggarai pada Rabu, 6 Maret 2024.

Pada kesempatan itu, para nakes meminta anggota dewan untuk mendorong pemerintah untuk mengusulkan dan membuka sebanyak mungkin formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi tenaga kesehatan tahun 2024.

Ratusan Tenaga Kesehatan Non-ASN Datangi DPRD Manggarai, Minta Perbanyak Formasi PPPK
Ratusan nakes non-ASN pose bersama Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Manggarai usai berdiskusi pada Rabu, 6 Maret 2024 (Foto: HO)

Enam Poin Rekomendasi

DPRD Manggarai pun melayangkan surat rekomendasi yang memuat enam poin penting terkait nasib para nakes kepada Pemda Manggarai.

Keenam rekomendasi tersebut yakni, pertama, Pemkab Manggarai segera mengusulkan dan membuka formasi sebanyak-banyaknya untuk PPPK tenaga kesehatan tahun 2024 dengan mempertimbangkan tenaga kesehatan yang memiliki status PL-1 dan PL-2 hasil seleksi tahun 2022 dan 2023.

Kedua, Pemkab Manggarai segera mengangkat para tenaga kesehatan honorer yang masa kerjanya dua sampai lima tahun mengabdi menjadi prioritas tanpa tes dalam seleksi PPPK Tahun 2024.

Ketiga, Pemkab Manggarai dapat mengangkat dan menempatkan semua tenaga kesehatan honorer yang memiliki status PL-1 dan PL-2 tanpa tes pada tahun 2024 di Puskesmas masing-masing.

Keempat, Pemkab Manggarai segera mengangkat para tenaga kesehatan honorer yang berusia 35 tahun ke atas menjadi prioritas tanpa tes dalam seleksi PPPK tahun 2024.

Kelima, Pemkab Manggarai memberi upah yang layak sesuai UMR kepada nakes non-ASN.

Keenam, Pemkab Manggarai membuka formasi test PPPK sebanyak-banyaknya.

Hitung Ulang Anggaran

Di Balik Pemecatan 18 Nakes di RS Pratama Reo_ Antara Pertimbangan Anggaran dan Watak Pemerintah yang Arogan3
Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit ketika diwawancarai awak media di Kantor Bupati Manggarai, Kamis, 21 Maret 2024 (Foto: Adeputra Moses/ Ekora NTT)

Terhadap usulan peningkatan pendapatan dan upah para nakes, Nabit bilang, pemerintah harus menghitung ulang anggaran.

“Kalu berhitung ulang anggaran itu artinya refocusing. Ini sedang dihitung kemungkinan seperti apa, skenarionya seperti apa, skenario dalam refocusing anggaran,” ujarnya.

Skenario tersebut, kata dia, bisa dengan melakukan penambahan nakes, bisa juga melepas beberapa nakes yang ada di Kabupaten Manggarai.

“Yang kita lihat kan 300 itu to. Kalau 300 yang demo kan kita belum tahu. Kita belum tanya berapa jumlah yang demo itu,” ujarnya menyentil aksi demonstrasi para nakes pada 6 Maret 2024 lalu.

Nabit bilang, ia sedang mengumpulkan data, kemudian akan dilihat satu per satu. Sebab, jumlah massa yang melakukan aksi unjuk rasa ia dapatkan berdasarkan pemberitaan media massa dan informasi dari DPRD Manggarai.

“Itu makanya waktu itu kita kumpulkan kepala puskesmas kan untuk mengetahui jumlah yang minta izin berapa banyak. Yang tanpa izin berapa banyak,” urai dia.

“Kalau saya lihat jangan demonya. Saya melihat poinnya. Poin yang disampaikan. Kalau kita lihat ada enam poin kalau tidak salah yang merupakan rekomendasi DPRD kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai,” imbuh Nabit.

Enam poin tuntutan para nakes menurut dia, bukan sesuatu hal yang baru, namun sudah disampaikan beberapa minggu sebelumnya. Hal itu juga berulang-ulang disampaikan melalui kepala puskesmas dan sudah ditindaklanjuti.

Kemudian soal gaji nakes yang tidak sesuai standar upah juga bukan hal baru, kata Nabit. Pihaknya sudah membicarakan hal tersebut sejak awal.

Ia pun mengingatkan bahwa hal ini adalah kontrak. “Kontrak itu artinya apa, kita berdua sepakat sekian baru kerja. Kalau tidak sepakat pada titik tidak sepakat berarti tidak.”


Ardy Abba & Adeputra Moses

TERKINI
BACA JUGA