Selamatkan Mata Air “Sumpa Nitu”, Masyarakat Desa Taenterong 2 Tanam Pohon

Masyarakat Desa Taenterong 2, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada sering mengalami krisis air bersih pada setiap musim kemarau. Persoalan tersebut mendorong Pemerintah Desa (Pemdes) Taenterong 2 melakukan sejumlah inovasi untuk menuntaskannya. Salah satu inovasi itu adalah kegiatan menanam anakan pohon dan biji-bijian di puncak Gunung Niki dan di lokasi Mata Air “Sumpa Nitu”. Kegiatan menanam pohon di dua lokasi di desa tersebut diharapkan mampu menekan turunnya debit air di mata air “Sumpah Nitu”.

Riung, Ekorantt.com – Pantauan EKORA, tampak ratusan masyarakat Desa Taenterong 2 bergotong-royong membawa anakan pohon ke puncak gunung dan mata air. Mereka menaruh anakan pohon di dalam karung, kardus, dan wadah lainnya.

Setelah semua warga dan undangan berkumpul, tua adat setempat melakukan upacara adat “Pintu Manuk”  dan “Molas Mata Wae” (Putri Penjaga Mata Air). Ritual adat dilakukan untuk memohon restu leluhur agar konservasi alam yang sudah dimulai tahun ini membawa manfaat bagi masyarakat.

Acara tersebut dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ngada Emanuel Kora, Danramil 1625-0 Surisina Kapten (Inf) Supriyanto dan jajaran Babinsa, Kepala Desa Taenterong 2 Maksimilianus Kamis, Pembina Yayasan PugeFigo (YPF) Nao Remon, Ketua YPF Emanuel Djomba, Pejabat dari Kecamatan Riung Wora Markus, perangkat desa, dan warga Desa Taenterong Raya. 

Setelah ritual adat, masyarakat desa mulai menanam anakan pohon. Mereka menanam sekitar 2.400 anakan pohon di kawasan yang sudah disiapkan sebelumnya. Ada pun anakan pohon yang ditanam antara lain adalah Asam, Kupe, Waru, Kaliandra Merah dan Putih, Kembur, dan Jabon. Warga juga menabur 210 Kg biji-bijian pada guludan yang sudah disiapkan.

iklan

Program Inovasi Desa

Masyarakat Desa Taenterong 2 menanam anakan pohon di Gunung Niki di Desa Taenterong 2, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Senin (27/1/2020). BELMINRADHO/EKORANTT

Kepala Desa Taenterong 2 Maksimilianus Kamis kepada EKORA, Senin (27/1/2020) mengatakan, kegiatan tersebut di atas merupakan bagian dari Program Inovasi Desa yang sudah dilakukan sejak November 2019 lalu. Sumber biaya berasal dari dana desa. Yayasan Puge Figo (YPG), yang bertindak sebagai Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD), mendampingi program mulai dari tahapan sosialisasi, persiapan lahan, sampai konservasi alam.

“Selaku P2KTD, YPF adalah lembaga yang direkomendasi Dinas PMD P3A Kabupaten dan secara resmi telah mengikuti pelatihan P2KTD di tingkat provinsi tahun 2018 di Kupang dan sudah terdaftar di Direktori DPMD Provinsi NTT,” ujar Maksimilianus

Maksimilianus mengungkapkan, Program Inovasi Desa Bidang Konservasi Mata Air menjadi prioritas Pemerintah Desa Taenterong karena menyadari kondisi real masyarakat desa yang sering mengalami krisis air bersih. Hal ini disebabkan antara lain karena pasokan air dari mata air “Sumpa Nitu” terus menurun. Pasokan air dari mata air menurun karena rusaknya hutan akibat kebakaran yang senantiasa terjadi setiap tahun. 

“Atas dasar itu, kita kemudian memilih Program Inovasi Desa dengan pilihan konservasi mata air. Ini akan berlanjut ke tahun berikut melalui program perawatan dan pembuatan ilaran api. Kita siapkan juga alokasi dana dari dana desa,” kata Maksimilianus.

Maksimilianus menyampaikan, kegiatan konservasi pertama ini menelan Dana Desa Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp101 Juta. Dana tersebut digunakan untuk mengadakan anakan pohon dan biji-bijian serta membiayai kegiatan sosialisasi dan pendampingan teknis. Pada tahun 2020, pemerintah dan masyarakat desa tinggal melakukan perawatan dan pembuatan ilaran api yang juga didanai dari dana desa sebesar Rp20 Juta. 

Maksimilianus Kamis berpendapat, kegiatan konservasi sangat penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Salah satu indikator keberhasilan program ini adalah semakin meningkatnya debit mata air.

“Pilot Project”Konservasi Alam

Pembina YPF Nao Remon pada kesempatan itu memberi apresiasi atas antusiasme masyarakat Desa Taenterong 2 menyambut program konservasi ini. Menurut dia, Taenterong 2 merupakan satu-satunya desa di Ngada yang sudah melakukan pilot project konservasi mata air dengan sangat serius dan berkesinambungan.

Menurut akademisi yang mengambil program doktor dengan topik penelitian tentang keturunan orang Riung ini, di Gunung Niki, terdapat situs kampung tertua nenek moyang orang Riung (Mbola Niki). Sebelum berpencar ke berbagai tempat di Riung, mereka berdiam di sini ratusan tahun lamanya. Gunung Niki adalah tempat kedua setelah Gunung Wolomeze.

Di bawah situs kampung tua Mbola Niki, terdapat mata air yang kini dialiri melalui pipa ke kawasan Taenterong raya. Sumber mata air ini, demikian Nao Remon, adalah sumber kehidupan nenek moyang orang Riung dahulu. Karena debitnya yang semakin berkurang, maka masyarakat dan Pemerintah Desa Taenterong 2 mengambil langkah cepat melakukan konservasi alam di mata air yang memiliki nilai sejarah masa lampau itu.

“Oleh karena itu, kita berharap agar kegiatan konservasi ini tidak hanya membawa manfaat untuk kita saat ini saja, tetapi juga membawa manfaat bagi anak cucu kelak,” kata Nao Remon.

Danramil 1625-01 Kapten (Inf) Supriyanto mengatakan, penghijauan atau konservasi membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Tindakan membakar hutan yang tidak bertanggungjawab hanya akan menghanguskan dan memusnahkan berbagai spesies tumbuhan. Tindakan itu akan membawa petaka bagi seluruh umat manusia.

“Tanpa konservasi atau penghijauan, mustahil air bisa terserap ke dalam tanah. Kita harus merawat alam. Dalam kitab suci dikatakan, Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya. Merusak isi bumi berarti merusak ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa,” kata Supriyanto.

Supriyanto mencontohkan, kalau satu pohon mampu menyerap lima liter air, maka berapa liter air yang berhasil diserap kalau 1.000 pohon ditanam di gunung ini?

Larangan Membunuh Satwa Liar

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Emanuel Kora menegaskan, pemerintah selalu mendukung setiap upaya desa melakukan kegiatan konservasi lingkungan hidup. Dia mengingatkan para pemburu untuk tidak melakukan pemburuan satwa di wilayah tersebut. Sebab, menurut dia, satwa-satwa liar itu berjasa menyebarkan biji-bijian tanaman tanpa sengaja.

“Berbagai jenis satwa seperti burung, kera, dan musang sebenarnya ikut membantu kita membawa buah/biji-bijian ke berbagai tempat yang sebenarnya sulit dijangkau oleh manusia untuk penghijauan. Kalau satwa-satwa itu saja bisa menyebarkan biji-bijian/buah, mengapa manusia tidak menabur/menanam? Sudah tidak melakukan, malah membunuh satwa-satwa yang sudah membantu itu,” katanya.

Sementara itu, Wora Markus meminta warga menghentikan kebiasaan membakar hutan, termasuk dengan alasan berburu.

Belmin Radho

TERKINI
BACA JUGA